Kebijakan PSE Demi Tegakkan Kedaulatan Digital
Oleh : Savira Ayu )*
Kebijakan PSE yang telah diberlakukan oleh Kemkominfo ternyata memiliki sejumlah manfaat, termasuk mengenai penegakan kedaulatan digital sehingga Indonesia mampu untuk mengendalikan sendiri ruang digital tanpa harus dikontrol oleh kebijakan perusahaan asing.
Dengan berkembang sangat pesatnya era serba digital seperti saat ini membuat banyak arus informasi menjadi sangat mudah sekali untuk diakses, bahkan oleh siapapun. Di sisi lain, globalisasi yang membuat garis batas antar negara semakin kabur, maka tidak sedikit diantara perusahaan negara luar mampu masuk untuk membuka usaha dan menjalankan bisnisnya di Indonesia menggunakan basis digital.
Semua keterbukaan dan juga arus informasi yang begitu cepat ini memang di satu sisi sangat membuat masyarakat menjadi lebih dipermudah karena jaman sekarang untuk mencari pekerjaan atau apapun itu bisa langsung dari rumah tanpa perlu kemana-mana namun tetap terhubung dengan orang luar.
Namun di sisi lain, justru hal tersebut juga bisa saja menjadi pedang bermata dua, yakni terkait keamanan serta kenyamanan publik. Tidak sedikit justru diantara perusahaan yang bergerak di bidang digital khususnya, justru membuka bisnis mereka di Indonesia dan meraup keuntungan dari pengguna di Tanah Air namun secara ilegal (tidak mengantongi perijinan resmi dan sama sekali belum terdaftar). Hal tersebut tentu sangat rawan bagi keamanan masyarakat, karena apabila terjadi sesuatu maka tidak jelas siapa pihak yang harus bertanggung jawab, terlebih jika perusahaan tersebut berasal dari luar negeri.
Oleh karena itu Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo) memberlakukan aturan mengenai Pengguna Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat yang sudah termaktub dalam Permenkominfo No. 5 Tahun 2020. Pakar keamanan siber dari Vaksincom, Alfons A. Tanujaya menyatakan bahwa kebijakan PSE yang sudah resmi diberlakukan oleh Pemerintah ini merupakan sebuah langkah awal untuk bisa menegakkan kedaulatan digital di Indonesia.
Sebagai informasi bahwa Pemerintah sendiri sebenarnya juga sudah menginformasikan sejak jauh hari bahwa batas akhir waktu pendaftaran seluruh perusahaan yang bergerak di bidang digital, seperti tertuang pada Surat Edaran (SE) Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tanggal Efektif Pendaftaran Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat yakni sejak 14 Juni 2022, kemudian terdapat pula pendaftaran dengan sistem online single submission-risk based approach (OSS-RBA) yang paling lambat hingga 20 Juli 2022.
Alfons juga menyinggung bagaimana aktifitas perusahaan yang bergerak di bidang digital namun pada sektor keuangan seperti pada aplikasi finansial, pinjaman online hingga dompet digital, apabila dengan adanya pendaftaran PSE ini maka akan dengan sangat jelas pengelolaannya mampu dibantu secara resmi oleh Pemerintah sehingga tidak akan terjadi hal-hal seperti penipuan yang belakangan juga marak terjadi ketika masyarakat merasa ditipu oleh pinjaman online (pinjol) ilegal dan bingung jika hendak meminta pertanggung jawaban.
Perlu diketahui bahwa memang sebelumnya sempat terjadi kasus penipuan yang bahkan melibatkan tidak sedikit masyarakat Indonesia dalam hal trading ilegal, hingga kasus pinjol ilegal. Masyarakat yang sudah sudah terlanjur menanamkan modal pada perusahaan-perusahaan ilegal tersebut, tentu akan menjadi korban yang sangat dirugikan apabila ternyata sewaktu-waktu membawa kabur sejumlah uang dari nasabah.
Mengenai kedaulatan digital sendiri, maksudnya adalah bagaimana upaya kita sebagai suatu negara mampu untuk mengontrol dan mengendalikan perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang digital tersebut dengan menggunakan kebijakan pendaftaran PSE Lingkup Privat ke Kominfo. Hal ini wajib dilakukan, agar supaya mereka mengikuti aturan dari negara ini dan bukan masyarakat yang harus mengikuti peraturan dari mereka, khususnya jika merupakan perusahaan luar negeri.
Hal ini sebenarnya bukanlah hal yang asing, lantaran Uni Eropa sebenarnya juga memiliki kebijakan yang serupa, yakni General Data Protection Regulation (EU GDPR) yang mengikat seluruh perusahaan ketika hendak beroperasi di kawasan mereka harus sesuai dengan perauturan yang telah mereka buat. Sebenarnya logika tersebut sangatlah masuk akal, misalnya WNA dari negara manapun, ketika dia berkunjung ke suatu tempat, maka dia wajib mematuhi segala peraturan yang ada di tempat barunya tersebut.
Oleh karenanya, Alfons kembali menekankan bahwa masyarakat Indonesia hendaknya wajib mendukung penuh upaya penegakan aturan tersebut, karena hal ini menyangkut pada bagaimana kedaulatan negara ini pada sektor digital serta bagaimana kemandirian bangsa ini diuji di ruang digital.
Kedaulatan dan ketegasan dari pemerintah dalam hal ini juga ditunjukkan dari bagaimana tidak adanya pembedaan ketika berhadapan dengan perusahaan entah itu yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Alfons juga menyebutkan bahwa keadilan benar-benar terjadi serta bagaimana upaya pemenuhan hak serta kewajiban dari seluruh PSE pun entah itu platform besar ataupun kecil benar-benar dipenuhi semuanya.
Selain itu manfaat lain adanya kebijakan PSE Lingkup Privat ini adalah mampu untuk memudahkan koordinasi antar instansi dari Pemerintah sendiri terkait dengan bagaimana pelayanan PSE tersebut bahkan hingga penegakan hukum semisal memang terjadi penyelewengan sehingga kedaulatan digital Indonesia benar-benar mampu untuk dikontrol oleh bangsa ini sendiri.
Diterapkannya kebijakan PSE Lingkup Privat ini sebenarnya memang sangatlah bermanfaat bagi seluruh masyarakat Indonesia. Hal ini wajib dilaksanakan demi mewujudkan bagaimana Indonesia mampu berdaulat secara penuh di bidang digital, sehingga sudah sepatutnya masyarakat mendukungnya.
)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute