Kelahiran KUHP Nasional Menjadi Warisan Penting, Akademisi: Ciptakan Reformasi Sistem Hukum Pidana Indonesia
Padang — Kelahiran Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional oleh sejumlah pakar hukum dianggap menjadi sebuah warisan yang sangat penting bagi bangsa ini dalam menciptakan reformasi sistem hukum pidana Indonesia.
Guru Besar Universitas Negeri Semarang (UNNES), Prof. Dr. Benny Riyanto menekankan bahwa KUHP lama peninggalan Belanda sudah ada sejak lebih dari 100 tahun yang lalu, tetapi sampai saat ini belum ada terjemahan resminya, sehingga muncul banyak terjemahan yang berpotensi menimbulkan multitafsir.
“Selain itu, belum mencerminkan nilai-nilai budaya bangsa, apalagi mencerminkan dasar negara falsafah Pancasila,” kata Prof Benny dalam diskusi yang digelar Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki) bersama Universitas Andalas di Hotel Santika Premiere Padang, Rabu (11/01/2023).
Pihaknya menambahkan, perjalanan KUHP oleh masyarakat seringkali dianggap sebagai produk hukum yang tidak memenuhi prosedur padahal prosesnya sudah jelas.
“Jawabannya jelas, sejak diajukan kembali tahun 2015 oleh Presiden Joko Widodo, sudah ada Perpres 87 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan,” imbuhnya.
Urgensitas mengganti KUHP lama menjadi KUHP Nasional adalah pertama karena telah terjadi pergeseran paradigma keadilan. Jika dulu menggunakan paradigma keadilan retributif, kini menjadi keadilan yang korektif bagi pelaku, restoratif bagi korban dan rehabilitatif bagi korban maupun pelaku.
Tidak hanya itu, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia (UI), Prof. Dr. Harkristuti Harkrisnowo juga mengemukakan bahwa KUHP yang baru ini lebih mengakui dan menghormati hukum adat (delik adat) secara proporsional, akan tetapi dibatasi oleh Pancasila, UUD NRI 1945, HAM, dan asas-asas hukum umum yang berlaku dalam masyarakat bangsa-bangsa.
“Hukum pidana adat (delik adat) yang berlaku didasarkan pada penelitian empiris dan akan menjadi dasar bagi pembentukan Peraturan Daerah, memberlakukan hukum pidana adat melalui Peraturan Daerah memperkuat kedudukan hukum pidana adat. Dan penegasan hukum pidana adat menjadikan ketentuan tersebut memiliki kepastian hukum,” ujar Prof Harkristuti.
Ketua Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki), Dr. Yenti Garnasih bahkan menjelaskan lebih lanjut bahwa kita tidak ingin memidana atau mengenakan tindakan dengan mempertimbangan ringannya perbuatan, keadaan pribadi perilaku, keadaan pada waktu kejadian serta yang terjadi kemudian dan segi keadilan serta kemanusiaan.
“KUHP baru ini menjadi pedoman agar hukum tidak tajam ke bawah dan tumpul ke atas, sehingga masyarakat dapat terlindungi. KUHP ini insha Allah lebih baik,” kata Dr. Yenti.
Lebih lanjut, menanggapi pidana mati, pihaknya mendukung tetap adanya pidana mati. Namun, dengan pengaturan pidana yang ditunda (suspended sentence), penundaan selama 10 tahun.
“Pidana mati pada KUHP baru ini, akan ada penilaian, pidana mati atau eksekusi, atau pidana seumur hidup, itu diatur,” ujarnya.
Rektor Universitas Andalas (UNAND), Prof. Dr. Yuliandri dalam sambutannya pada acara sosialisasi KUHP tersebut mengungkapkan bahwa dengan kehadiran UU No. 1/2023 tentang KUHP mampu menandai sejarah hukum Indonesia bagaimana kita melakukan reformasi dan pembaharuan hukum nasional.
“Telah terjadi transformasi hukum pidana, karena selama ini kita menggunakan KUHP dari produk jaman kolonial”, ungkapnya.
Sekjen Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki), Dr Ahmad Sofian mengutarakan KUHP Nasional mengutamakan nilai-nilai bangsa dan mengadopsi nilai-nilai HAM universal.
“Tentu kita bangga karena ini merupakan karya anak bangsa dari lintas generasi dan mampu menjadi standar kehidupan berbangsa dan bernegara,” ucapnya.
Sejumlah pakar hukum tersebut hadir dalam Sosialisasi KUHP yang terselenggara atas kerjasama Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki) bersama Universitas Andalas di Hotel Santika Premiere Padang yang dihadiri oleh Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sumbar Yusron, Kapolda Sumbar (diwakili), Kabinda Sumbar Hendra, S.IP., MM, Ketua Pengadilan Tinggi Agama Padang Dr. Drs. H. Pelmizar, M.H.I., Kaban Kesbangpol Sumbar Nazwir, Rektor Universitas Taman Siswa, Staf Ahli Gubernur Sumbar, Staf Ahli DPRD Sumbar, Dekan Civitas Akademik, Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM), Dewan Masjid Indonesia, PWNU, Buya M Letter, KPNI, Rekan OKP, dan sejumlah Mahasiswa.
*