Kerusuhan di Wamena Bukanlah Konflik Etnis
Oleh : Sabby Kosay )*
Kerusuhan yang mencekam di Wamena Papua, bukanlah kerusuhan yang dilatarbelakangi kebencian etnisitas. Karena itu, masyarakat yang bukan asli Papua namun menetap di Papua, diingatkan untuk tidak terprovokasi dan terpancing untuk konflik maupun eksodus dari Wamena.
Nasrul Abit yang merupakan wakil Gubernur Sumatera Barat, menyempatkan diri untuk bertemu dengan perantau Minang di Wamena, dikabarkan mereka mengungsi untuk menyelamatkan diri dari serangan sekelompok orang yang belum bisa dikenali.
Kota Wamena memang sempat rusuh, Belum terhitung pasti jumlah rumah dan perkantoran yang dihancurkan massa.
Puluhan korban jiwa pun seakan menambah daftar kepiluan akibat kerusuhan tersebut. Sebagian korban yang tewas adalah perantau dari Sumatera Barat dan Sulawesi Selatan.
Nasrul juga mengatakan, bahwa kerusuhan tersebut bukanlah konflik etnis. Sehngga jangan sampai terprovokasi, dan menahan diri untuk tidak menyebarkan informasi yang menimbulkan konflik.
Sementara itu, Presiden Jokowi mengatakan agar seluruh elemen masyarakat tidak perlu melakukann eksodus ke luar wilayah Wamena. Hal ini karena menurutnya aparat keamanan dianggap bisa mengamankan situasi.
Pernyataan tersebut dikatakan Jokowi untuk menanggapi adanya kerusuhan yang terjadi di Wamena, Papua pada minggu lalu.
Dikabarkan pula bahwa polisi telah menangkap beberapa tersangka yang melakukan pembunuhan dan pembakaran yang ada di Wamena.
Mantan Walikota Surakarta tersebut juga tidak memungkiri, memang ada sejumlah masyarakat yang meminta untuk dievakuasi ke luar wilayah Wamena. Namun, pemerintah menjamin bahwa aparat keamanan telah mengamankan situasi.
Presiden Jokowi lantas menghimbau kepada seluruh elemen masyarakat agar tetap menahan diri dan menghindarkan diri dari provokasi dan fitnah yang tersebar luas, terutama melalui media sosial.
Atas jatuhnya korban jiwa sebanyak lebih dari 30 korban jiwa, Jokowi juga turut mengucapkan belasungkawa terhadap puluhan korban meninggal atas kerusuhan yang terjadi di Wamena, Papua.
Kerusuhan yang terjadi juga mengakibatkan ribuan warga mengungsi ke Jayapura. Hingga Senin malam, gelombang pengungsi dari Wamena ke Jayapura melalui pangkalan udara Silas Papare telah mencapai 5.588 orang.
Tercatat aksi unjuk rasa siswa di Wamena memang berujung pada kericuhan. Demonstran bersikap anarkis hingga membakar rumah warga hingga gedung perkantoran pemerintah.
Jokowi lantas menjelaskan akar persoalan kerusuhan di Wamena yang dilakukan oleh kelompok kriminal bersenjata (KKB). Kelompok tersebut, disebut menjadi dalang dari kerusuhan yang terjadi.
Dirinya menjelaskan, bahwa kerusuhan tersebut merupakan ulah dari kelompok kriminal bersenjata yang turun dari atas kebawah dan melakukan pembakaran – pembakaran rumah.
Unjuk rasa dipicu oleh kabar yang menyebar di media sosial, yang menyebutkan adanya ujaran rasial seorang guru pada siswanya. Namun menurut aparat kepolisian, Informasi tersebut merupakan berita bohong atau hoax.
Kapolda Papua Irjen Rudolf A Rodja saat itu juga memastikan bahwa alasan massa melakukan aksi anarkistis di Wamena adalah karena mereka termakan kabar tidak benar (hoaks). Ia juga telah mengonfirmasi isu tersebut dan memastikannya bahwa berita tersebut tidak benar.
Dari hasil investigasi dan analisa intelijen tentang keterangan pihak sekolah, kepala sekolah dan guru yang bersangkutan, tidak ada ujaran rasisme seperti yang diberitakan.
Pada peristiwa tersebut juga sempat terjadi kontak senjata antara pihak aparat gabungan TNI – Polri dengan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB). Kelompok bersenjata tersebut diperkirakan berasal dari Kabupaten Lanny Jaya.
Unjuk rasa dipicu oleh kabar yang menyebar di media sosial, yang menyebutkan adanya ujaran rasial seorang guru pada siswanya. Namun menurut aparat kepolisian, Informasi tersebut merupakan berita bohong atau hoax.
Kapolda Papua Irjen Rudolf A Rodja saat itu juga menegaskan bahwa alasan massa melakukan aksi anarkistis di Wamena adalah karena mereka terpapar kabar tidak benar (hoaks). Ia juga telah mengonfirmasi isu tersebut dan memastikannya bahwa berita tersebut tidak benar.
Meski demikian, aparat keamanan tetap melakukan pendekatan lunak atau soft approach kepada masyarakat yang tengah mengungsi tersebut..
Aparat bersama dengan pemerintah daerah setempat, tokoh adat, tokoh agama, menghimbau agar masyarakat tidak terprovokasi hoaks.
Hal ini akan menjadi pembelajaran sendiri bahwasanya berita yang menyesatkan merupakan sesuatu yang sangat berbahaya. Tidak hanya untuk diri sendiri, berbagai provokasi terkadang tidak mewakili keadaan yang sebenarnya.
)* Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Yogyakarta