Kitorang Cinta Papua, Indonesia Rumah Besar Kita
Oleh : Sabby Kosay )*
Eksistensi wilayah Papua dalam bingkai NKRI agaknya sedang terdistraksi oleh pihak yang menginginkannya lepas dari Nusantara. Namun, faktanya sebagian besar rakyat Papua menganggap Indonesia adalah rumah besar mereka.
Upaya pemerintah dalam meluruskan persepsi yang terlanjur “miring” atau sengaja “dimiringkan” oleh kepentingan politik tertentu, memang membutuhkan kesabaran ekstra, serta harus kontinyu. Menilik dari hasil Pepera tahun 1969, seharusnya Papua bagian dari NKRI sudah tak dapat diganggu gugat.
Bukan hanya sepihak, pengesahannya-pun melibatkan PBB yang telah mengayomi negara-negara di dunia. Juga ribuan warga Papua yang menyatakan diri sebagai bagian dari NKRI. Lalu kenapa setelah 74 tahun Indonesia merdeka hak ini masih terus diperdebatkan? Apakah ada tujuan maupun indikasi lainnya? Atau memang terdapat kepentingan politik hingga sejenisnya?
Mengingat kejadian demonstrasi yang berujung ricuh di beberapa kota di Papua, telah diindikasikan sebagai awal tersulutnya penuntutan Kemerdekaan Papua ini. Pencideraan atas HAM yang dilakukan pelaku tindak rasisme mahasiswa di Surabaya ini yang kemudian dimanfaatkan guna menyuarakan luka yang telah lama terpendam.
Pihak separatis yang ditengarai menginginkan pelepasan Papua menjadi negara mandiri ini mengajukan peninjauan kembali UU Nomor 12 Tahun 1969 tentang Pembentukan Provinsi Irian Jaya (kini Provinsi Papua dan Papua Barat). Dasar gugatan yang digunakan ialah Kekerasan serta pelanggaran HAM yang berlarut-larut di Bumi Cendrawasih ini.
Sekilas tentang pelaksanaan Pepera yang dihadiri oleh beberapa pihak terkait, termasuk warga Papua, tokoh pemuda juga anggota lainnya. Dalam penyelenggaraanya didapat data jika sebagian besar rakyat Papua menyatakan diri untuk bergabung menjadi bagian NKRI.
Hasil Pepera ini telah final mengikuti disahkan oleh PBB melalui Resolusi Nomor 2509 serta diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui Keppres nomor 7 tahun 1971 lalu. Hal paling utama permasalahan ini ialah adanya indikasi kecurangan serta intimidasi yang membuat Papua tak berani bersuara. Padahal faktanya hal tersebut tak pernah terbukti, sehingga akibatnya hanya menimbulkan konflik yang tak berkesudahan.
Pemerintah Indonesia telah memahami bahwa metode yang digunakan untuk Pepera ini diserahkan kepada Indonesia. Yang mana mendapat silang pemahaman oleh sebagian pihak yang kontra terhadap hal ini, khususnya nasionalis Papua. Namun, jika ditilik dari segi perkembangan, agaknya tak bisa disamakan ketika saat masa Orde Baru berkuasa.
Di Era Jokowi ini banyak yang mengakui jika wilayah timur Indonesia ini telah banyak mengalami perkembangan. Sektor pembangunan insfrastruktur melesat kuat, perekonomian mulai bergeliat, serta kesehatan menjadi fokus yang capaiannya dinilai sangat bagus. Terlebih akses pendidikan mulai tertata sehingga upaya pemerataannya dirasa menjangkau target.
Hal serupa juga diamini pihak mantan Presiden Timor Leste, Ramos Horta. Ia menyatakan dukungan penuhnya akan Papua sebagai satu kesatuan di bumi Pertiwi. Pun Papua memang seharusnya untuk terus berjalan beriiringan bersama dalam bingkai NKRI. Ia menilai karena Papua akan sejahtera bersama Indonesia.
Terlepas dari semua pelbagai analisis di belakang hasil Pepera yang menuai kontroversial, Hasil Pepera ini sudah sangat final, akhir sah serta meliputi segala aspek. Karena kebasahannya telah diakui dan dipahami seluruh masyarakat Internasional.
Berdasarkan keputusan secara de fakto dan de jure (hukum), juga disebutkan bahwa Papua merupakan satu tubuh dengan Indonesia. Bukan hanya satu atau dua hari, namun telah menemani langkah Nusantara hingga saat ini. Bahkan wilayah Papua telah masuk ke dalam peta Indonesia sejak tahun 1931, yang dibuat oleh pemerintahan Hindia-Belanda.
Upaya pemerintah guna membangun dialog bersama rakyat Papua juga perlu diapresiasi. Jangan serta merta memojokkan pemerintah dengan aneka tudingan yang belum tentu terbukti kebenarannya. Karena memimpin suatu negara tak semudah membalikkan telapak tangan, bukan?
Sebagai warga negara yang baik harusnya mendukung segala langkah yang baik guna keberlangsungan kehidupan masyarakat secara menyeluruh. Apalagi langkah mempertahankan Papua dari pelbagai ancaman disintegrasi ini banyak mengalami goncangan. Namun, disisi lain banyak pihak yang memberikan dukungan agar Papua tetap bersatu menjadi Bagian tak terpisahkan dari NKRI.
Sehingga dari keseluruhan bukti-bukti yang telah sah secara nasional dan internasional ini tak perlu lagi ada yang mengutak-atik eksistensi wilayah Papua di Zamrud Khatulistiwa. Semua sudah jelas, Papua tetap bagian NKRI harga mati!
)* Penulis adalah mahasiswa Papua, tinggal di Yogyakarta