Konsistensi Kampanye Damai
Jakarta, LSISI.ID – Musim kampanye Pemilu 2019 dimulai sudah. Pembukaan masa kampanye yang secara resmi dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU), kemarin, menjadi awal bagi kontestan pemilu untuk memengaruhi calon pemilih.
Selama enam bulan ke depan, para kontestan pemilu, baik pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres) maupun pemilihan anggota legislatif (pileg), diberi kesempatan untuk memanfaatkan ruang dan waktu yang telah ditetapkan untuk memengaruhi calon pemilih sebelum mereka mencoblos di bilik-bilik suara secara serentak pada 17 April tahun depan.
Kita menyambut baik deklarasi damai yang telah dilakukan peserta pemilu di lapangan Monas, Jakarta, kemarin. Deklarasi yang dilafalkan secara bersama-sama, baik oleh para calon presiden dan calon wakil presiden maupun pimpinan partai politik peserta pemilu, itu pun diteken sebagai bentuk komitmen.
Deklarasi itu berisi tiga poin. Pertama, bahwa peserta Pemilu 2019 beserta tim kampanye dan para pendukung berjanji mewujudkan pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Kedua, peserta pemilu berjanji melaksanakan kampanye pemilu yang aman, tertib, damai, berintegritas, tanpa hoaks, politisasi SARA, dan politik uang. Ketiga, peserta pemilu berjanji melaksanakan kampanye berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
Konsistensi elite untuk mewujudkan kampanye yang damai di Pemilu 2019 amat ditunggu. Pasalnya, dari pemilu ke pemilu, deklarasi damai atau janji yang disampaikan para elite politik kerap kali dilanggar para elite itu sendiri. Jangan biarkan naskah deklarasi damai hanya berakhir di atas kertas.
Perlu disiapkan langkah-langkah preventif untuk memastikan elite konsisten dengan janji mereka menjunjung pemilu damai. Karena itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di setiap tingkatan harus lebih intens mengawal tindak-tanduk peserta pemilu.
Bawaslu yang diberikan otoritas penuh oleh undang-undang untuk mengawasi pelaksanaan kampanye harus turun tangan, jangan cuma berpangku tangan. Setiap ada pelanggaran kampanye sekecil apa pun harus ditindak.
Mengawasi kampanye damai bukan tugas Bawaslu semata. Lembaga-lembaga yang memiliki otoritas moral, seperti ormas keagamaan, diharapkan senantiasa mengingatkan publik atau bahkan menegur elite yang menyimpang.
Tidak kalah pentingnya ialah KPU sebagai penyelenggara pemilu, aparat keamanan, dan pemerintah tetap bersikap netral.
Terus terang, rakyat sangat merindukan kampanye pemilu yang menghadirkan kolaborasi dan energi positif. Bukan dengan menyebarkan hujatan dan kebencian yang merusak persatuan bangsa.
Jika para kontestan Pemilu dan pendukung mereka bisa membuktikan konsistensi dalam mewujudkan kampanye yang damai, publik pendukung tiap peserta pemilu niscaya bisa tetap damai dan turut menjaga pemilu yang jujur dan adil. Komitmen kampanye damai jangan indah sebatas teks, tapi miskin penerapannya.
Sumber : Media Indonesia