KSP: DOB Dekatkan Orang Asli Papua pada Kesejahteraan
Keberadaan daerah otonom baru (DOB) berorientasi pada kesejahteraan orang asli Papua dan Papua Barat. Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) Jaleswari Pramodawardhani mengatakan seluruh pihak tidak perlu mempertanyakan maksud di balik DOB. “Ini adalah untuk kesejahteraan masyarakat Papua dan Papua Barat dalam koridor NKRI,” ujar Jaleswari dalam diskusi daring yang digelar Forum Merdeka Barat 9 bertema “Pemekaran Daerah untuk Orang Asli Papua”, Senin (27/6/2022), sebagaimana keterangan yang diterima Beritasatu.com, Selasa (28/6/2022). Jaleswari mengatakan gagasan DOB Papua sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menginginkan adanya lompatan kemajuan kesejahteraan di Papua. Hal ini tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua yang menjabarkan berbagai pendekatan.
“Perubahan undang-undang otsus melalui undang-undang Nomor 2 Tahun 2021 menjabarkan berbagai pendekatan yang dapat mendorong upaya tersebut pada pencapaian kesejahteraan,” kata Jaleswari. Pendekatan pertama, Jaleswari menyebutkan, adalah dari segi kuantitatif, yakni terdapat peningkatan penerimaan khusus dana otsus dari yang sebelumnya sejumlah 2 persen menjadi 2,25 persen dari dana alokasi umum nasional. Begitu juga dana transfer infrastruktur dan dana bagi hasil pertambangan.
“Hal demikian menekankan politik anggaran nasional yang berkomitmen untuk mengonfirmasi percepatan pembangunan kesejahteraan di tanah Papua,” ungkapnya. Pendekatan kedua dari segi kualitatif. Jaleswari menegaskan penggunaan dana otsus pun ditentukan secara spesifik presentasi minimal penggunaannya dalam aspek strategis yang mendorong pembangunan kesejahteraan. Misalnya dari alokasi khusus untuk peningkatan kesejahteraan orang asli Papua, penguatan lembaga adat, belanja pendidikan hingga kesehatan. Hal demikian, menurut Jaleswari, menjamin bahwa sektor-sektor krusial dalam pembangunan kesejahteraan terjamin alokasinya dan tidak dapat dikompromikan.
Pendekatan ketiga, yakni dari segi akuntabilitas. Penggunaan dana otsus pun diatur untuk digunakan dengan mengedepankan prinsip pengelolaan keuangan yang baik. Hal ini dilakukan melalui pengawasan secara koordinatif oleh kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, pemerintah daerah, DPR, DPRD, Badan Pemeriksa Keuangan, dan perguruan tinggi. Jaleswari mengatakan pengawasan dilakukan untuk mencegah adanya penyalahgunaan anggaran karena diterapkannya pengawasan yang berlapis dan melibatkan banyak pemangku kepentingan. Menurut dia, dengan tiga pendekatan dalam perubahan UU khusus tersebut, diharapkan keinginan presiden agar lompatan kemajuan di Tanah Papua tercapai.
“Saya rasa dengan tiga pendekatan dalam perubahan undang-undang khusus tersebut diharapkan keinginan presiden agar lompatan kemajuan di Tanah Papua dapat tercapai dan dapat berjalan paralel dengan pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 9 tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat,” imbuhnya. “Saya rasa ini (DOB) selain menjadi, mendekatkan atau apa namanya mendekatkan pelayanan publik kepada masyarakat dan kedua adalah bagaimana tata kelola penganggaran, kemudian tata kelola pemerintahan dan bagaimana mekanisme yang ada itu juga penting untuk dilakukan,” katanya.
Jaleswari mengatakan gagasan DOB Papua perlu dikaitkan dengan doktrin pembangunan ala Presiden Jokowi yakni Indonesia sentris. Doktrin ini mengedepankan pembangunan mulai dari pinggir, dari daerah-daerah yang jauh dari ibu kota negara, terpencil dan tertinggal. “Dalam melaksanakan doktrin tersebut, presiden memakai tiga kategori yaitu antropologis, kesejahteraan dan evaluatif. Melalui pendekatan antropologis pembangunan direncanakan dan harus dilaksanakan sesuai dengan konteks wilayah adat masing-masing,” katanya.
Kemudian doktrin kesejahteraan, dibangun rencana aksi dalam berbagai sektor untuk dilaksanakan di Tanah Papua oleh setiap kementerian dan lembaga. Dalam hal ini terdapat lebih dari 40 kementerian dan lembaga yang memiliki rencana aksi percepatan pembangunan kesejahteraan di Tanah Papua. Doktrin ketiga adalah strategi evaluatif. Presiden secara langsung melakukan evaluasi secara terus menerus terhadap pelaksanaan pembangunan di Tanah Papua, termasuk memeriksa secara langsung di lapangan melalui kunjungan-kunjungan Presiden Jokowi. Jaleswari mengatakan Papua mempunyai letak geografis yang unik. “Kita menuju Papua saja misalkan ke Biak, itu 6 jam perjalanan. Dari sini (Jakarta), 5 jam ke Jayapura. Dari Jayapura ke Biak 1 jam,” tuturnya. Rentang kendali yang begitu besar inilah yang kemudian memberikan gap-gap di berbagai sektor misalnya sektor kesehatan, pendidikan sektor, ekonomi, dan lain-lain. Rentang kendali yang jauh itu harus didekatkan dan bagaimana pelayanan publik harus mendekat kepada masyarakat.