Sendi BangsaWarta Strategis

Ladang Konflik Rohingya

Petrol di Burma
Petrol di Burma

Setidaknya sekitar 600 warga Rohingya harus kehilangan nyawa dan ribuan orang kehilangan tempat tinggal akibat dari serangan militer Myanmar. Serangan militer  di negara bagian Rakhine, dapat dikatakan sebagai genosida telah banyak menarik perhatian berbagai negara dan dunia Internasional, seperti Indonesia, Pakistan, Bangladesh, Turki, dan PBB. Akan tetapi, salah satu negara adidaya dunia yang juga merupakan sekutu terdekat Myanmar, yaitu China sampai saat ini masih bungkam menutup mulut terkait kejadian tersebut.

Suara China sampai saat ini belum terdengar sama sekali terkait pelanggaran HAM yang terjadi di Rakhine. Satu pun pernyataan tentang penentangan, bela sungkawa, dan kepedulian belum terlontar dari Pemerintah China. Bahkan, secara umum China tidak menyetujui adanya perlindungan HAM. Menurutnya, pelanggaran HAM merupakan senjata dari oposisinya, yakni Amerika Serikat untuk memikat hati negara-negara yang sedang berkonflik. Seperti yang kita ketahui bahwa China pada saat ini juga tengah melakukan hal yang serupa dengan Myanmar. China juga terus menerus melakukan diskriminasi terhadap Etnis minoritas Uighur di Xinjiang.

Pada akhir tahu lalu, Andrers Corr, kontributor Forbes, pernah membuat opini publik terkait konflik Rohingya dan China. Menurut Anders, China merupakan negara sekutu terdekat Myanmar. Selain kedekatan secara geografis, China memiliki banyak kepentingan bisnis strategis di Myanmar, hususnya di negara bagian Rakhine. Sejumlah Multinational Corporation (MNC) milik China seperti China National Offshore Oil Corporation, China National Petroleum Corporation (CNPC), dan PetroChina pada saat ini sedang melakukan kegiatan eksploitasi minyak mentah di lepas pantai (offshore) wilayah Rakhine.

China juga membangun jalur pipa Shwe (Shwe Pipeline) di negara bagian Rakhine untuk distribusi minyak dan gas dari Timur Tengah dan Afrika ke China yang telah beroperasi akhir tahun 2013. Oleh karena itu, China harus memastikan agar wilayah jalur pipa itu tetap aman. Akan tetapi pembangunan jalur pipa tersebut mendapatkan banyak perlawanan dari warga negara bagian Burma, Shan, dan Rakhine karena dianggap telah menghancurkan pendapatan nelayan, merampas ribuan hektar tanah, dan membuat warga lokal menganggur.

Berbeda dengan China, Indonesia telah banyak memberikan bantuan kepada Myanmar. Melalui berbagai LSM Indonesia telah banyak mengirimkan bantuan ekonomi kepada para pengungsi Rohingnya. Selain itu, diplomasi Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Maksudi, beberapa waktu lalu telah membuktikan kepeduliannya kepada Rohingya. Bahkan, sebelum konflik Rohingya mengalami ekspansi pada akhir-akhir ini pun Indonesia terus mengirimkan bantuan ekonomi kepada para pengungsi Rohingya.

Walaupun Indonesia telah mengambil berbagai langkah, demonstrasi-demonstrasi yang menuntut ketegasan Pemerintah Indonesia terkait konflik Rohingya terus berlanjut. Beberapa kelompok masyarakat seperti PKS, Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII), Alumni 212, dan kelompok lainnya terus menerus menuntut ketegasan dari Pemerintah Indonesia. Bukan hanya dalam bentuk demonstrasi, mereka juga banyak mengutarakan suaranya melalui media-media sosial seperti twitter, facebook, dan lain-lain.

Nada-nada sumbang pun mulai bermunculan. Tidak tegasnya Indonesia digambarkan sebagai dukungan atas berbagai kebijakan China di Myanmar. Indonesia dianggap sengaja melunak karena ketegasan Indonesia untuk menghentikan serangan militer Myanmar terhadap China akan mengganggu proyek-proyek strategis China. Tidak menutup kemungkinan, selanjutnya isu bungkamnya China dan kurang tegasnya pemerintah Indonesia akan “digodog” oleh kelompok-kelompok kepentingan dalam satu wadah yang dapat mempersepsikan bahwa kedua hal tersebut saling berhubungan. Kelompok-kelompok akan menggunakan isu tersebut sebagai senjata untuk menyerang pemerintahan yang sedang berdiri.

Faktanya Indonesia telah banyak mengirimkan bantuan kemanusiaan dan menjadi salah satu negara yang paling aktif berdiplomasi dengan Myanmar. Diplomasi Indonesia dengan Myanmar bahkan diakui oleh dunia dan dimuat beberapa media massa Internasional sebagai tindakan yang positif. Kedekatan Indonesia dengan China hanya sekedar untuk menjaga hubungan diplomatis yang telah terbentuk dari pemerintahan-pemerintahan sebelumnya. Bisa dikatakan bahwa Indonesia sama sekali tidak membantu China untuk memuluskan kepentingannya di Rakhine. Oleh karena itu, sebagai masyarakat madani, kita harus cerdas dan selektif, serta tidak mudah terpengaruh dengan adanya isu-isu negatif yang menyerang negara kita tercinta ini.

Aris

Show More

Related Articles

Back to top button

Adblock Detected

Kami juga tidak suka iklan, kami hanya menampilkan iklan yang tidak menggangu. Terimakasih