Larangan ASN Terafiliasi Dengan Ormas Radikal Sudah Tepat
Oleh : Savira Ayu
Aparatur Sipil Negara merupakan ujung tombak dalam menjalankan roda pemerintahan, sehingga perlu untuk bebas dari paham anti Pancasila. Dengan demikian, larangan ASN untuk terlibat dalam Ormas terlarang sudah tepat karena dapat mengganggu jalannya program Pemerintah dan mengancam ideologi bangsa.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo melarang Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) memiliki hubungan ataupun memberikan dukungan kepada seluruh organisasi terlarang, termasuk FPI.
Perintah ini disampaikan melalui surat edaran bersama Menteri PAN-RB dan Kepala BKN Nomor 2 Tahun 2001 No. 2/SE/I/2021 yang diterbitkan pada Senin (25/1).
Organisasi yang saat ini dinyatakan terlarang dan/atau organisasi kemasyarakatan yang dicabut status badan hukumnya adalah Partai Komunis Indonesia, Jamaah Islamiyah, Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dan Front Pembela Islam (FPI).
Ditegaskan pula dalam surat edaran tersebut bahwa ASN dilarang menjadi anggota atau memiliki pertalian lain, memberi dukungan, menjadi simpatisan hingga terlibat dalam kegiatan organisasi terlarang atau yang mencabut status badan hukumnya.
ASN juga tidak boleh menggunakan simbol dan atribut, maupun mengekspresikan relasi apapun terhadap organisasi yang telah dinyatakan terlarang atau yang dicabut status badan hukumnya melalui media sosial dan media lainnya.
Apabila terbukti melanggar aturan tersebut, Pejabat Pembina Kepegawaian pada masing-masing instansi akan ditugaskan untuk memberikan sanksi disiplin terhadap ASN atau PNS yang bersangkutan, mulai dari hukukuman ringan hingga berat sesuai peraturan perundang-undangan.
Tjahjo mengatakan surat tersebut merupakan tindak lanjut dari langkah pemerintah yang menegaskan pembubaran FPI. Tjahjo menilai pengaturan yang ditujukan kepada ASN dan PNS mutlak diperlukan.
Larangan tersebut diterapkan agar ASN mampu menjunjung tinggi nilai-nilai dasar kewajiban mereka. Ia menyebutkan bahwa ASN merupakan pemersatu bangsa berdasarkan Pancasila, UUD 1945, dan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.
Dalam surat edaran tersebut tertulis, keterlibatan ASN dalam mendukung dan/atau berafiliasi dengan organisasi terlarang dan/atau organisasi kemasyarakatan yang dicabut status badan hukumnya, dapat menimbulkan radikalisme negatif di lingkungan ASN, sehingga patut untuk dicegah.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Saan Mustopa menegaskan, semua ASN atau PNS memang harus taat dan setia terhadap dasar negara, termasuk pancasila.
Saan juga meminta kepada pemerintah untuk menindaklanjuti surat edaran tersebut. Ia berharap agar pemerintah juga melakukan pengawasan dan sosialisasi terhadap ASN terkait larangan berafiliasi dengan ormas terlarang.
Ia menegaskan, tidak cukup hanya sebagas edaran saja, tetapi juga harus dibarengi dengan pengawasan yang ketat, mulai dari melakukan sosialisasi secara sistemik.
Nantinya, SE tersebut akan menjadi panduan bagi pejabat pembina kepegawaian (PPK) untuk memberikan larangan ke ASN. Dikutip dari situs KemenPAN-RB, ada 7 hal yang dilarang, yaitu : menjadi anggota, memberikan dukungan, menjadi simpatisan, terlibat dalam kegiatan, menggunakan simbol, menggunakan berbagai media untuk menyatakan keterlibatan dan penggunaan simbol atribut dan melakukan tindakan lain yang terkait dengan organisasi terlarang dan ormas yang dicabut badan hukumnya.
ASN merupakan perangkat negara yang memiliki tugas dalam melayani rakyat, tentu saja aturan ini merupakan bentuk keseriusan pemerintah untuk menegakkan disiplin bagi ASN sebagai pelayan masyarakat. Luqman juga menilai bahwa edaran terkait larangan berafiliasi dengan organisasi terlarang tersebut terlambat untuk diterbitkan.
Politisi PKB Luqman Hakim mengatakan organisasi terlarang juga telah melakukan penyusupan hingga pembinaan terhadap ASN. Ia pun mencontohkan kasus wakil Dekan UNPAD yang dicopot dari jabatannya karena sempat tergabung dalam ormas HTI. Dicopotnya jabatan wakil Dekan tersebut karena yang bersangkutan diduga sempat menjadi Ketua HTI Bandung. UNPAD juga memutuskan untuk mengganti wakil Dekan FPIK sehubungan dengan didapatkan informasi setelah pelantikan pada tanggal 2 Januari yang lalu terkait dengan rekam jejak yang bersangkutan.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI tersebut pun mengatakan pemerintah sejak dulu semestinya membuat aturan pelarangan ASN yang terlibat dalam organisasi terlarang. Khususnya organisasi yang bertentangan dengan ideologi Pancasila dan UUD 1945.
Ia juga meminta agar ada tindak lanjut terhadap surat edaran terkait pelarangan ASN yang berafiliasi dengan ormas terlarang tersebut. Luqman berharap agar pemerintah dapat melakukan pemetaan dan profiling ASN di seluruh Indonesia.
Aturan ini tentu saja tidak berlebihan, justru harus ditegakkan karena ASN ataupun PNS harus terbebas dari ormas yang tidak sesuai dengan 4 pilar kebangsaan.
*Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini