Lawan Hoax Dengan Sikap Kritis Guna Mendukung Kepemimpinan Nasional
Oleh : Cloudya Sihombing
“Kebohongan dapat keliling dunia ketika kebenaran baru saja mengenakan sepatunya”, sebuah kutipan dari penulis terkenal asal Amerika Serikat, Mark Twain.
Sebuah riset yang dilakukan oleh Institut Teknologi Massachusetts mengungkapkan bahwa ternyata berita bohong atau lebih terkenal dengan sebutan ‘Hoax’ lebih mudah diterima dan lebih cepat menyebar ketimbang ‘Fakta’. Manusia memiliki kecenderungan untuk tertarik terhadap hal-hal baru. Kecenderungan ini membuat tiap individu gencar mencari informasi, hal ini tentu agar mereka menjadi yang pertama dalam mengetahui segala sesuatu. Hal inilah yang dimanfaatkan oleh para penyebar hoax.
Selain memilih target, penyebar hoax juga lihai memilih isu untuk disebarkan. Berita-berita hoax cenderung memanipulasi emosi dan rasionalitas manusia, ketika perasaan lebih diutamakan maka di situlah hoax dapat ‘mengambil alih’. Cara ini, meskipun tidak langsung, akan memaksa individu untuk bersimpati karena apabila tidak bersimpati maka si individu kemungkinan akan mendapat cap sebagai orang yang tidak berperasaan atau semacamnya.
Lantas bagaimana cara menghadapi hoax? Apa kita sebagai individu yang telah merdeka pikiran dan rasionalnya harus serta merta percaya pada berita yang beredar dimana-mana? Ataukah kita justru ikut sebagai kontributor hoax di media sosial karena minimnya kesadaran akan cinta tanah air? Atau pula termasukkah kita sebagai generasi yang apatis dan tidak peduli pada keadaan dan masalah di depan mata kita sendiri? Aku berharap kau menjawab tidak untuk semua pertanyaan tadi. Jawab tidak bahwa engkau tidak akan serta merta percaya
pada berita apapun tanpa mengecek keasliannya. Jawab tidak bahwa engkau tidak akan menjadi salah satu dari penyebar hoax itu sendiri. Dan sekali lagi, jawab tidak bahwa engkau bukanlah masyarakat apatis yang tidak mau tahu terhadap persoalan negeri ini, melainkan engkau adalah orang yang peduli dan mau membantu menyelesaikan permasalahan negeri ini sekecil apapun kontribusimu.
Telah kita rayakah HUT-RI yang ke-74 tahun pada tanggal 17 Agustus kemarin dan pertanyaan yang masih membayangi kita terlebih saya sendiri adalah sudahkah kita merdeka dari prasangka negatif akan hoax dan sudahkah kita menjadi seorang warga negara yang bijak dalam mengolah informasi yang kita terima? Bukan sebuah paradigma baru lagi jika setiap orang memang cenderung lebih mudah mempercayai hoax ketimbang mencerna fakta yang sebenarnya. Dunia yang serba instant menjadikan kita sebagai generasi milenials bangsa ini lebih menyukai hal yang mudah dan cepat tanpa pikir-pikir panjang.
Jika dikaji lebih dalam lagi selama 74 tahun Indonesia merdeka, negeri kita masih disebut sebagai “Negara Berkembang”. Indonesia masih belum bisa memposisikan dirinya sebagai negara maju. Lantas apakah yang salah dalam sistem pemerintahan kita ini? Pembangunan dan kepemimpinan nasional Indonesialah kunci permasalahan yang membuat negeri kita sedikit tertinggal dibandingkan negara lain di kawasan Asia Pasifik. Pembangunan dimaksudkan untuk menyejahterakan masyarakat Indonesia baik itu melalui sistem pendidikan, jaminan kesehatan, infrastruktur, sistem sosial, ketenagakerjaan, produksi, dll. Di saat yang bersamaan, kepemimpinan juga dimaksudkan untuk mengarahkan/ mengerahkan kehidupan nasional (bangsa dan negara) dalam rangka pencapaian tujuan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 serta memperhatikan dan memahami perkembangan lingkungan strategis guna mengantisipasi berbagai kendala pemerintahan.
Namun, kontradiksinya adalah akankah pembangunan dan kepemimpinan itu akan berjalan mulus sementara masyarakat Indonesia sendiri terombang-ambing oleh krisis kepercayaan akan pemerintahnya? Tentu saja negara ini tidak akan mencapai kemajuan tanpa adanya andil dari segenap rakyat. Indonesia ada karena rakyatnya! Rakyat adalah komponon utama berdirinya sebuah negara. Rakyat mencerminkan keadaan negara itu sendiri. Rakyat yang tertib mencerminkan keadaan stabilitas pemerintahan, begitupun sebaliknya.
Keadaan pemerintahan akibat hoax adalah sebuah anomali yang jauh dari kata stabil. Rakyat sebagai kunci pemerintahan haruslah selektif dalam mencerna segala jenis informasi yang diterima karena mustahil Indonesia akan disebut sebagai “Negara Maju” jika didalam pemerintahannya masyarakat saling berasumsi negatif dan saling menjatuhkan.
Oleh karena itu yang perlu diperbaiki disini adalah kebiasaan lama rakyat Indonesia atau yang saya sebut sebagai “ritual” untuk lebih mudah mempercayai hoax ketimbang mencari dan mencerna fakta. Dengan semangat kemerdekaan dan persatuan, kita seharusnya lebih bersyukur karena kemerdekaan yang kita rasakan saat ini merupakan hasil tumpah darah para pehlawan kita dahulu, dimana kita tidak lagi merasakan ketakutan dan penderitaan seperti yang telah mereka hadapi. Oleh sebab itu, janganlah kita generasi muda Indonesia dan rakyat kebanggaan Indonesia malah menghancurkan kemerdekaan yang telah diperjuangkan itu.
Hoax dapat kita analogikan sebagai penjajah yang ingin merebut kedaulatan negeri kita tercinta ini. Maka, lawanlah ia dengan bersikap kritis dan cermat! Jangan jatuhkan Indonesia kembali kedalam jurang penjajahan tetapi merdekakanlah ia lewat prestasi dan kontribusimu untuk perwujudan Sustainable Development Goals (SDGs) yang marak dikumandangkan. Mari kita segenap rakyat Indonesia bersatu untuk menyukseskan pembangunan nasional negara kita bukan hanya 5 tahun kedepan tapi sepanjang hayat dikandung badan!
Referensi:
https: //zonasultra.com/ini-cara-mengatasi-berita-hoax-di-dunia-maya.html
https://akurat.co/news/id-339559-read-jangan-percaya-hoax-5-cara-melawannya-dari-penulis-luar-negeri