MAHUPIKI Gandeng Akademisi Sosialisasi KUHP di Manokwari
Manokwari – Dalam rangka mengembangkan pemahaman lebih dalam terkait KUHP yang telah disahkan, Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (MAHUPIKI) melanjutkan kegiatan sosialisasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru di Hotel Swissbel Manokwari, Rabu (8/2/2023). Kegiatan tersebut dihadiri para pejabat daerah setempat, pakar hukum, civitas akademika, serta elemen masyarakat lainnya.
Sosialisasi KUHP di Manokwari juga dihadiri oleh Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang, Prof Dr Pujiono SH, M.Hum, Guru Besar Ilmu Hukum dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Profesor Romli Atmasasmita, dan Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jember (Unej), Prof. Arief Amrullah sebagai narasumber.
Prof. Romli Atmasasmita mengatakan bahwa pembentukan KUHP nasional telah dilaksanakan sejak lama. Bahkan menurutnya, Pemerintah telah melaksanakan serangkaian diskusi dan koordinasi dengan lintas instansi Kementerian/Lembaga termasuk melibatkan akademisi, praktisi atau ahli hukum, dan elemen masyarakat.
“Partisipasi masyarakat merupakan salah satu peran penting karena memiliki beberapa poin seperti right to be heard, right to be explained, dan right to be considered” ujar Prof Romli Atmasasmita.
Pada kesempatan yang sama, Prof Arief Amrullah menilai bahwa KUHP nasional disusun oleh para pakar hukum terbaik Indonesia. Selain itu, adanya pengesahan ini juga menunjukkan bahwa Indonesia telah lepas dari nuansa kolonial.
”Secara politik jika Indonesia masih menggunakan KUHP (WvS), berarti Indonesia masih dalam jajahan Belanda. Sedangkan secara sosiologis, KUHP (WvS) tidak mendasarkan pada konteks Bangsa Indonesia itu sendiri” kata Prof. Arief.
Lebih lanjut, Prof. Arief mengungkapkan bahwa Tim Pembahasan KUHP nasional juga telah banyak menerima masukan dari berbagai unsur masyarakat melalui public hearing. Menurutnya, hal tersebut merupakan salah satu upaya pemenuhan partisipasi masyarakat dalam Pasal 96 UU 12/2011 tentang pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Sementara itu, Prof Dr Pujiyono SH M Hum mengatakan terdapat sejumlah isu aktual dalam KUHP nasional. Sejumlah isu tersebut antara lain Living law atau hukum adat yang dapat dijadikan dasar untuk pembentukan Peraturan Daerah (Perda).
“Hukum pidana adat (delik adat) yang berlaku didasarkan pada penelitian empiris dan akan menjadi dasar bagi pembentukan Peraturan Daerah.” tuturnya
Lebih lanjut, Prof. Pujiyono menjelaskan dalam KUHP nasional terkait rkait perzinaan dan kohabitasi kini diatur kewenangan mengadunya diperluas, yaitu suami atau istri bagi mereka yang terikat perkawinan dan orang tua atau anak bagi mereka yang tidak terikat perkawinan.
“Perlindungan ruang privat masyarakat tersebut dilakukan dengan mengaturnya sebagai delik aduan absolut, dimana artinya tidak ada proses hukum tanpa ada pengaduan yang sah,” Imbuh Prof. Pujiyono.
Sosialisasi ditutup dengan diskusi dan tanya jawab. Dengan adanya sosialisasi ini diharapkan dapat menyelaraskan persepsi sehingga tidak terjadi miskomunikasi dan misinformasi publik akan pemahaman secara utuh substansi pasal-pasal yang diatur dalam KUHP. (*)