Malam Munajat 212 Sarat akan Kepentingan Politik.
Penulis : Abdul Aziz*
Ketua Divisi Hukum Persaudaraan Alumni (PA) 212 Damai Hari Lubis menyatakan bahwa pihaknya berencana mengadakan acara doa bersama pada Maret dan April mendatang. Dirinya menyebut bahwa rencara itu adalah kelanjutan dari doa bersama yang akan dihelat pada 21 Februari 2019. Dalam poster malam Munajat 212 juga terpampang foto ulama – ulama yang selama ini diidentikkan dengan alumni aksi 212 seperti : Ketua PA 212 Ustaz Slamet Ma’arif, Ketua umum FPI KH. Sobri Lubis, Ketua FPI DKI Jakarta Habib Muchsin Alatas dan beberapa ulama lainnya. Acara ini dinilai tidak memiliki urgensi apapun, berbeda dengan semangat awal aksi 212 tahun 2016. Kala itu, semangat umat muslim menggelora hingga jutaan manusia berkumpul. Tujuannya hanya satu yakni menuntut terpidana Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) agar masuk ke dalam penjara karena pasal penistaan Agama. Malam munajat yang akan diselenggarakan ini juga cenderung mendelegitimasi terhadap salah satu calon presiden. Hal tersebut juga memunculkan asumsi bahwa Malam Munajat 212 yang akan dilaksanakan pada 21 Februari nanti, merupakan kegiatan yang sarat akan kepentingan politik, Ini dibuktikan karena inisiator dari acara tersebut adalah ulama pendukung Prabowo Subianto.
Menjelang kampanye tentu hal seperti ini beresiko memperkeruh dinamika sosial yang ada. Terlebih, saat ini merupakan masa kampanye pemilu 2019, sehingga aksi dengan ribuan massa tentu beresiko mengarah ke arah konfliktual. Berkaca pada aksi reuni 212, Ketua Umum KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia) Abdul Aziz mensinyalir bahwa acara reuni 212 sudah tak lagi murni serta melenceng dari cita awalnya. Pengumpulan masa di Monas dinilai sarat akan adanya kepentingan politik, khususnya dalam kaitan dengan akan dihelatnya Pemilihan Presiden dan Pemilihan Calon anggota legislative yang akan berlangsung serentak pada 17 April 2019. Abdul Aziz yang merupakan alumni dari gerakan 212, dan aktif dalam sejumlah demo – demo yang dilakukan saat itu. Namun yang terjadi saat ini tak lagi sama, karena pada saat itu nafasnya sangat jelas, yaitu menegakkan marwah agama. Tunggangan agenda politik dari pihak tak bertanggungjawab membuat umat islam yang semula bisa berperan di hampir segala bidang, seolah – olah dipersempit hanya sekedar alat atau kepentingan politik belaka. Sejatinya, ummat Islam merupakan benteng utama NKRI yang bersatu dalam keberagaman dan kebersamaan, maka dengan hanya dominan di satu sektor, secara langsung punya potensi untuk melemahkan sisi lain kebhinekaan yang dimiliki Indonesia. tentu akan sangat disayangkan apabila pembelokan ke ranah politis itu terjadi dalam Malam Munajat 212. Karena yang akan mendapatkan keuntungan bukan masyarakat luas, tapi hanya segelintir politisi.
Sementara itu, sejumlah tokoh Alumni 212 satu per satu mengundurkan diri dari gerakan tersebut dan bergabung dengan kubu seberang. Perpecahan ini ditengarai sebagao akibat dari berubahnya arah gerakan dari yang tadinya murni syariah menjadi Politik Praktis. Salah satu tokoh penting yang mengundurkan diri adalah Ketua Umum Persaudaraan Muslimin Indonesia (PARMUSI) Usamah Hisyam yang memilih mundur dari jabatan Anggota Penasihat Persaudaraan Alumni (PA) 212. Lelaki yang pernah berperan dalam menjembatani pertemuan antara alumni 212 dengan Presiden Joko Widodo tersebut, mengaku kecewa dengan PA 212. Ia menilai semangat membela Agama yang kental pada Aksi Bela Islam 2 Desember 2016 kini luntur. Gerakan Islam ini, menurutnya, saat ini telah terkontaminasi dengan politik praktis. Usamah juga mengatakan, kala itu Ahok menyinggung perasaan umat Muslim Indonesia dengan mengutip Surat Al-Maidah ayat 51 yang mewajibkan muslim dipimpin oleh pemimpin muslim. Dirinya juga mengungkapkan bahwa saat itu dirinya harus merogoh kocek sendiri untuk melakukan aksi – aksi tersebut. Kemudian Parmusi juga memutuskan untuk ambil bagian dari aksi Bela Islam bersama beberapa ormas lain yang dikomandoi Rizieq Syihab. Parmusi dan ormas lainnya yang kelak menjadi PA 212 menuntut Ahok untuk mempertanggungjawabkan perkataannya melalui jalur hukum.
Alhasil, Ahok berhasil masuk ke dalam Bui di Rutan Mako Brimob, Depok selama 2 tahun usai majelis hakim memutuskan bersalah dalam kasus penistaan agama. Usai Ahok menjadi tersangka dan mendekam di penjara, sebetulnya PA 212 sudah menunaikan tugasnya. Namun perpecahan mulai timbul, dimana pada awal tahun 2018, setidaknya ada 3 ormas yang mengatasnamakan alumni 212. Yaitu Persaudaraan Alumni, Alumnni Presidium 212 dan Garda 212. Ketiga ormas tersebut memiliki arah yang berbeda, bahkan sempat menuding bahwa kubu lain ilegal. Masalah pun berlanjut di medio 2018, dimana PA 212 menggelar ijtimak Ulama guna mendiskusikan arah dukungan ke salah satu kandidat.
Saat itu sudah hampir dipastikan bahwa dukungan akan mengarah pada capres Prabowo Subianto. Alhasil Nama Prabowo keluar usai 2 kali ijtimak. Mantan DanJend Kopassus itu mengalahkan nama top lain seperti Zulkifli Hasan, Yusril Ihza Mahendra dan Rizieq Syihab. Ali Mochtar Ngabalin juga sempat berujar bahwa saat ini aksi 212 sudah keluar konteks. Usamah pun berani mengatakan bahwa acara bertema 212 mendatang tidak dihadiri tokoh – tokoh di awal perjuangan. Jika Munajat 212 memang merupakan rangkaian doa, tentu hal ini bisa dilakukan di tempat ibadah.
*) Mahasiswa Fakultas Agama Universitas Islam Malang