Polemik Politik

Masyarakat Diimbau Melawan Hoax dan Radikalisme

Oleh : Yusak Caesar )*

Perkembangan teknologi informasi telah memudahkan manusia untuk saling bertukar informasi. Namun di sisi lain, kecanggihan tersebut juga membuka ruang bagi tumbuhnya hoax maupun radikalisme yang dapat memicu instabilitas nasional. Masyarakat diimbau untuk tetap waspada dalam melawan hoax dan radikalisme.

Sudah banyak bukti jika hoax serta radikalisme menjadi musuh utama bangsa. Meski pergerakkannya terkadang bagai tak kasat mata, namun nyatanya mampu menyusupi hingga lini terbawah lapisan masyarakat. Korbannya, bisa dari berbagai kalangan, ASN, Polri, guru, mahasiswa, pelajar, wanita, pria, tua, muda hingga anak-anak.

Perkembangan hoax dan radikalisme dinilai makin tak terkendali dengan adanya peranan dunia digital. Di media sosial kedua ancaman tersebut meluncur mudah seolah bagai diatas minyak. Apalagi masih ditambahi oleh bumbu-bumbu para pelakunya. Dampak paling nyata dari hoax dan radikalisme ini seringkali membuat pelakunya menjadi super sensitif, intoleran, egoisme yang berlebihan hingga berperilaku ekstrim dan bisa mengarah pada tindakan terorisme.

Sehingga jika tidak ada kehati-hatian, masyarakat dan khususnya warganet pun dengan mudah termakan tipuan hoax dan rayuan gombal propaganda radikal tersebut. Parahnya mereka bahkan bisa ikut menjadi antek dan ikut menyebarkannya. Hal ini tentunya akan sangat merugikan bagi stabilitas persatuan dan kebangsaan kita.

Maka dari itu dibutuhkan gerakan yang mampu mengedukasi dan mengajak masyarakat agar lebih bijak dan waspada dalam mencerna segala informasi dan bahayanya paham radikal serta dapat aktif memposting konten positif yang bisa menumbuhkan optimisme serta rasa persatuan demi menangkal hoax, propaganda negatif dan penyebaran paham radikal. Yang mana sebagai jalan menuju suksesnya Pembangunan Nasional oleh Pemerintahan 5 tahun kedepan demi cita-cita Indonesia Maju.

Sebetulnya tak perlu cara yang muluk-muluk, masyarakat atau warganet harusnya bisa lebih bijak dan tidak boleh mudah terpancing dengan judul-judul yang terprovokatif. Pasalnya berita hoax dan propaganda radikalisme seringkali memakai judul sensasional yang provokatif dan menghipnotis, serta menyesatkan.

Cara lainnya ialah memutus mata rantai hoax dan radikalisme. Kebanyakan propaganda dari kedua ancaman tersebut ialah opini, meme atau konten-konten yang menyimpang. Jika kita menemukan hal semacam ini stop di diri kita. Jangan teruskan dengan dalih agar orang banyak tahu. Padahal jika kita sendiri belum tahu kebenarannya, maka hanya akan memperburuk suasana. Kita bisa cek dan ricek terkait kebenaran hal tersebut dari googling. Untuk memastikan kebenaran akan berita yang kita terima.

Apalagi kini hoax dan radikalisme telah masuk ke ranah hukum. Yang mana dalam UU ITE kedua hal tersebut merupakan delik atau tindak pidana yang bisa mendapatkan hukuman cukup berat.

Maka dari itu, masyarakat harus terus dicerahkan guna meningkatkan kesadaran bagaimana mencerna semua informasi yang didapat dari berbagai macam sosmed. Apalagi dengan ‘boomingnya’ sosmed, kita seringkali membaca situs-situs bukan pada saat berkunjung ke situs tersebut, tapi saat membaca link yang dikirim melalui grup sosmed. Sayangnya, banyak orang yang menyebarkan link tersebut tanpa proses penyaringan yang cukup. Mereka asal “grusa-grusu” saja seolah berita tersebut layak untuk segera di bagikan.

Pihak pemerintah sebenarnya sudah bertindak cepat dalam memberikan semacam kampanye baik melalui sosmed atau media lain untuk mengimbau masyarakat agar lebih selektif dan cek ricek untuk membendung hoax. Termasuk melaporkan situs-situs penyebar hoax dan propaganda radikalisme ke pihak yang berwenang. Seperti; Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), dan juga lembaga-lembaga lainnya.

Lebih lanjut untuk menanggapi ancaman radikalisme dan terorisme di Indonesia, perlu adanya upaya-upaya pencegahan dan penguatan sinergi antar lembaga yang harus ditingkatkan dalam menangani masalah ini.

Pasalnya, BNPT sendiri tidak mungkin berjalan mandiri guna mengatasi hal ini, namun tetap harus melibatkan aparat kepolisian, TNI, intelijen, serta kementrian dan  lembaga terkait.

Perlunya mengkombinasikan upaya soft power (pencegahan) dan hard power (penindakan) dinilai cukup mumpuni dalam upaya penanggulangan kedua hal menyimpang tersebut. Tapi perlu diingat, upaya-upaya itu jangan hanya sebatas semangat yang membara namun memudar seiring berlalunya waktu. Karena ini merupakan sebuah tantangan terhadap eksistensi Pancasila.

Akhirnya segala upaya akan dimulai dari diri sendiri. Langkah pemerintahan untuk mengkover segala tindakan lebih lanjut dirasa membutuhkan banyak dukungan. Terutama dari warga negaranya. Mengingat negara juga berjuang demi warga sehingga tak ada salahnya kita memberikan imbal balik yang sesuai dengan pemerintahan. Stop hoax dan radikalisme! Lawan, demi terwujudnya stabilitas nasional menuju Indonesia lebih maju!

)* Penulis adalah pegiat media sosial  

Show More

Related Articles

Back to top button

Adblock Detected

Kami juga tidak suka iklan, kami hanya menampilkan iklan yang tidak menggangu. Terimakasih