Masyarakat Mendukung Penertiban Atribut FPI
Oleh : Zakaria )*
Banjir yang melanda Jakarta dan sekitarnya membuat banyak orang yang datang untuk membantu para korban. Salah satu ormas yang menjadi relawan adalah FPI. Mereka menolong tapi sambil memakai pakaian bertuliskan FPI, sehingga ditegur oleh aparat. Pemakaian segala atribut FPI, termasuk pakaian, dilarang keras. Karena termasuk ormas terlarang.
FPI sudah dinyatakan sebaga organisasi terlarang oleh pemerintah, pada akhir tahun 2020. Pembubaran ormas ini berdasarkan SKB 6 menteri, jadi sudah jelas payung hukumnya. Setelah dibubarkan, maka segala kegiatan FPI tidak boleh dilakukan, termasuk memasang bendera, baliho, dan gambar yang berlogo FPI.
Larangan ini yang tidak dihiraukan oleh 10 anggota FPI Jakarta. Saat mereka sedang jadi relawan banjir di daerah Cipinang Melayu, Jakarta Timur, tetap memakai baju dan peralatan berlogo FPI. Sehingga ditegur dengan keras lalu dibubarkan.
Kompol Saiful Anwar menjelaskan bahwa tim relawan dibubarkan karena masih memakai atribut FPI. Sedangkan saat ini setiap kegiatan FPI dilarang, karena termasuk ormas yang dibubarkan oleh pemerintah. Yang dipermasalahkan adalah atributnya. Jika mereka masih ingin jadi relawan, harus menggantinya dengan pakaian lain, tanpa embel-embel FPI.
Kompol Saiful Anwar melanjutkan, saat ditegur, kesepuluh anggota FPI paham dan langsung mengganti bajunya. Dalam artian, masalah ini sudah diselesaikan dengan baik dan jangan malah dipelintir. Sehingga terkesan bahwa tak semua orang boleh jadi relawan. Karena yang jadi problem adalah logo FPI pada baju yang mereka kenakan, bukan orang-orangnya.
Masyarakat juga paham bahwa polisi melaksanakan tugasnya untuk menjaga keamanan warga saat bencana banjir. Aparat tidak bertindak arogan dengan menegur anggota FPI, melainkan hanya menjalankan peraturan. Jika ada ormas yang sudah dilarang pemerintah, maka otomatis tiap kegiatannya bisa dibubarkan, walau saat itu melakukan evakuasi korban banjir.
Sugito Atmo, anggota Tim Perlindungan hukum FPI menyatakan bahwa yang diterjunkan untuk jadi relawan banjir jakarta adalah neo FPI. Namun mereka lupa dan masih memakai baju berlogo FPI lama. Sehingga setelah peristiwa kemarin, ia langsung evaluasi dan melarang anggota Neo FPI untuk memakai seragam lama. Dalam artian, ia juga menyadari kesalahannya.
Keberadaan Neo FPI sebenarnya membuat masyarakat jadi agak jengah, karena merasa ormas ini hanya reinkarnasi dari FPI lama. Walau namanya berbeda, namun jika disingkat jadi sama-sama FPI. Apalagi ormas ini tidak terdaftar, karena sengaja tidak didaftarkan ke Kementrian oleh pengurusnya. Jika ada ormas liar, maka wajar saat ditegur oleh aparat, karena tidak menuruti peraturan.
Selain itu, jangan sampai Neo FPI bertindak seperti FPI lama yang suka melakukan sweeping seenaknya sendiri. Padahal mereka bukanlah aparat, sehingga tidak boleh melakukannya tanpa izin resmi. Premanisme yang dilakukan oleh FPI sudah melebihi batas, sehingga membuat masyarakat marah. Sehingga mereka malah gembira saat FPI dibubarkan oleh pemerintah.
Pelarangan atribut FPI juga jangan dilihat sebagai hal yang ekstrem. Jika ormasnya dibubarkan, maka wajar jika tiap atributnya dilarang, walau hanya logo kecil pada sebuah kaos. Masyarakat jangan malah termakan hoax dan berkata bahwa aparat tidak adil karena ada orang yang mau menolong malah ditolak, karena yang jadi masalah adalah atributnya.
Saat ada relawan FPI yang menolong korban banjir, maka mereka harus tahu diri dan ingat bahwa ormasnya dilarang berkegiatan di Indonesia, walau aktivitasnya di bidang sosial. Jangan memakai baju, perahu karet, dan segala benda yang memuat logo FPI. Karena tiap atribut FPI tidak boleh dikenakan atau dipasang di tempat publik.
)* Penulis adalah warganet tinggal di Bogor