Masyarakat Menolak Demonstrasi Buruh Terkait UU Omnibus Law
Oleh : Ahmad Pahlevi )*
Masyarakat menolak rencana demonstrasi buruh yang akan dilaksanakan pada 20 Januari 2020 di berbagai kota terkait penolakannya terhadap Omnibus Law. Selain berpotensi mengganggu aktivitas masyarakat, demonstrasi buruh juga rentan disusupi kepentingan asing yang dapat memicu gangguan Kamtibmas.
Penerapan Skema Omnibus Law masih mendapat resistensi dari segelintir kelompok buruh. Pasalnya sejumlah laporan menyebutkan akan adanya aktivitas demonstrasi buruh yang akan dilakukan secara serentak seluruh Indonesia per tanggal 20 Januari 2020 mendatang. Padahal, pematangan Omnibus Law terkait perburuhan masih belum final. Lalu apa yang diproteskan?
Sebelumnya, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dikabarkan bakal menggelar unjuk rasa atau demo menolak UU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Pihaknya mengatakan aksi akan dipusatkan di gedung DPR, bertepatan dengan pembukaan sidang paripurna DPR RI pada awal tahun ini. Untuk provinsi lain, demo akan dipusatkan di kantor DPRD atau Kantor Gubernur provinsi masing-masing.
Dalam unjuk rasa ini, Ketua KSPI Said Iqbal mengharap pihak DPR RI bisa mendengarkan aspirasi kaum buruh guna menolak pembahasan Omnibus Law. Sebab, menurut kajian KSPI, secara substansi, Omnibus Law dinilai akan merugikan pihak buruh. Dia mengemukakan Omnibus Law tidak akan meningkatkan investasi. Namun, justru akan menurunkan tingkat kesejahteraan kaum buruh, sehingga mereka akan jatuh miskin.
Dia menambahkan Omnibus Law hanya akan menghilangkan upah minimum, menghilangkan pesangon, outsourcing dan juga kontrak kerja yang bebas (fleksibilitas pasar kerja), termasuk masuknya TKA yang tidak mempunyai keahlian. Ditambah lagi persoalan hilangnya jaminan sosial, dan akan dihapuskannya sanksi pidana bagi pihak pengusaha yang tidak memberikan hak-hak buruh.
Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dibahas secara komprehensif dengan tetap memperhatikan kepentingan seluruh pihak. Meskipun tujuan RUU ini untuk menciptakan lapangan kerja melalui pengembangan di sektor investasi, perlindungan bagi pekerja atau buruh tetap diperkuat dan diprioritaskan. Ida mengutarakan jika fokus ada pada penciptaan lapangan pekerjaan dan peningkatan pelindungan serta kesejahteraan pekerja dalam omnibus law.
Ida juga menyebutkan tengah membuka ruang dialog melalui diskusi dengan perwakilan serikat buruh mengenai UU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Dalam kesempatan ini presidium serikat pekerja (SP/SB) ditengarai terdiri dari perwakilan beberapa konfederasi SP maupun SB.
Dirinya menjelaskan salah satu isi pembahasan omnibus law adalah pekerja dengan hubungan kerja berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau yang disebut pekerja kontrak. PKWT dipastikan mendapatkan hak dan pelindungan yang sama dengan pekerja yang berstatus tetap atau Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).
Hak tersebut antara lain meliputi, hak atas upah, perihal jaminan sosial, perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, dan termasuk hak atas pengakhiran atau putusnya hubungan kerja. Sehingga tidak benar, habis kontrak tak ada kompensasi bagi pekerja, imbuh Ida.
Ida bahkan memastikan, pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tetap akan mendapatkan kompensasi PHK sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Terkait sistem Upah Minimum (UM) dia berpendapat akan tetap ada dalam skema omnibus law. Di mana UM hanya akan berlaku bagi pekerja dengan masa kerja kurang dari satu tahun.
Pihak Perusahaan juga diwajibkan untuk menerapkan Struktur dan Skala Upah bagi para pekerja dengan masa kerja di atas 1 tahun. Adapun, besaran upah di atas UM tentunya harus disepakati antara pekerja dan pihak pengusaha. Ia mengemukakan bahwa UM tetap ada sebagai jaring pengaman dan tidak dapat ditangguhkan keberadaannya.
Lebih lanjut, Omnibus Law dinilai akan membuat waktu kerja menjadi lebih fleksibel, di mana pekerja dan pengusaha akan diberikan keleluasaan dalam hal kesepakatan waktu atau durasi kerja. Hal ini ditengarai untuk memfasilitasi sejumlah pekerjaan jenis tertentu dimana sistem waktu kerjanya berada di bawah 8 jam per hari atau 40 jam per minggunya.
Perihal penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) bertujuan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja terampil dan profesional pada suatu bidang tertentu yang mana belum dapat diisi oleh Tenaga Kerja Indonesia (TKI) sendiri. Atau lebih tepatnya mempercepat proses pembangunan nasional dengan jalan alih teknologi dan keahlian dari TKA ke TKI, serta memperluas kesempatan kerja bagi TKI.
Pemerintah menjamin akan turut mengendalikan penggunaan TKA dengan memperhatikan jenis pekerjaan, jabatan, maupun syarat kompetensi jabatan dalam hubungan kerja beserta waktu tertentu dengan tetap mempertimbangkan kondisi pasar kerja di dalam negeri.
Terkait isu yang tersebar soal SP maupun SB yang tidak dilibatkan dalam dialog perumusan omnibus law ini dan hanya dari pengusaha saja yang dilibatkan, Ida menegaskan hal itu mutlak tidak benar adanya. Dia mengklaim tentunya akan mendengarkan masukan dari unsur Tripartit Nasional yang terdiri dari unsur pekerja, pengusaha dan juga pemerintah.
Ida menegaskan soal penguatan perlindungan sosial, nantinya dalam omnibus law ini akan merombak perihal SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) dan UU BPJS, yang kedepan akan diperbaharui untuk menguatkan perlindungan sosial bagi tenaga kerja.
Nah, jelas sudah keterangan menteri Ida Fauziyah terkait Omnibus law ini. Sehingga upaya-upaya demo itu harusnya tidak dilakukan. Selain melambungkan sejumlah isu yang belum benar adanya, hanya akan memicu kegaduhan publik karena asumsi yang tidak tepat.
)* Penulis adalah pengamat sosial politik