Masyarakat Papua dan Papua Barat Menolak Separatis OPM
Oleh : Yeremia Kogoya )*
Tak adanya kelanjutan terkait pelaksanaan HUT OPM pada 1 Desember merupakan bukti jika organisasi Separatis ini memang ditolak keberadaanya. Mengingat, mereka hanya mendatangkan keresahan, kesengsaraan dan juga intimidasi.
Gagalnya pelaksanaan HUT OPM ini memberikan bukti bahwa organisasi separatis yang bernaung atas nama Papua Merdeka ini di tolak! Bukan tanpa alasan, karena OPM dinilai telah banyak meresahkan dan mengancam ketenangan juga keamanan warga Papua. Mereka seringkali berbuat onar, dan tak segan menganiaya warga jika keinginan memisahkan diri dari NKRI tak didukung.
Sehingga warga khususnya didaerah Papua gencar memberikan penolakan dan juga perlawanan terhadap organisasi separatis ini. Mereka tak ingin kehidupan yang mereka jalani diganggu dan diintimidasi kelompok yang tak memberikan konstribusi apapun bagi kesejahteraan rakyat Papua.
Kiprah OPM sebagai front ekstrimis Papua seringkali membuat warga mati kutu. Perlakuan OPM ini memang tergolong keji dan sadis. Kendati demikian, pemerintahan juga tak tinggal diam. Pengerahan ratusan hingga ribuan personil di titik-titik rawan merupakan bukti jika pemerintah ikut andil dalam upaya melawan kelompok separatis ini. TNI yang berkolaborasi dengan Polri menggalang kekuatan guna meredam agresi dari OPM. Termasuk melakukan sejumlah penyelidikan untuk kepentingan investigasi beserta keamanan.
Salah satu prestasi TNI/Polri paling anyar ialah, keberhasilan meringkus petinggi OPM bernama Iris Murib. Iris yang populer dengan sebutan sang eksekutor dikenal sadis dan tak berperikemanusiaan. Iris berhasil dibekuk ketika akan mencari pasokan senjata. Yang sekiranya amunisi ini akan dijadikan alat guna melakukan kekerasan saat aksi HUT OPM. Namun, Agaknya rencana sang eksekutor telah terendus aparat keamanan. Hingga malang baginya dan kemudian tertangkap.
Sebelumnya, sehari menjelang HUT OPM dilaporkan bahwa pihak kepolisian berhasil menangkap sedikitnya 34 orang yang diduga akan melangsungkan peringatan hari lahir OPM di kota Jayapura. Hal ini turut diaminkan oleh Kapolres Jayapura AKBP Victor Dean Mackbon. Namun, pihaknya belum dapat memberikan keterangan lebih mendetil, mengingat baru akan dilakukan investigasi.
Sementara itu, Kapolda Papua Irjen Pol Paulus Waterpauw baru-baru ini mengatakan polisi tidak akan memberikan ruang bagi yang ingin melakukan kegiatan peringatan hari lahir kelompok separatis tersebut. Dirinya menjelaskan bahwa terdapat ancaman keamanan terkait peringatan ini.
Pernyataan itu makin dipertegas oleh Kabag Penum Divisi Humas Polri, Kombes Asep Adi Saputra, yang menyatakan jika pada tanggal 1 Desember tidak ada kegiatan yang bersifat perayaan. Sedangkan, Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Argo Yuwono mengatakan pada 22 November lalu, jelang 1 Desember intelijen ditugaskan guna memetakan kerawanan dari masing-masing daerah atas isu HUT OPM ini.
Banyak pihak yang menyatakan dengan sangat tegas tanggal 1 Desember bukanlah hari ulang tahun OPM. Meskipun masih berkaitan erat dengan upaya pembebasan diri Papua dari Nusantara. Pernyataan ini disampaikan Juru Bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM), yakni Sebby Sambom. Dirinya menilai 1 Desember itu hari dimana para tokoh Papua dan pemerintahan Belanda mengumumkan embrio negara. Sementara, kelompok separatis OPM berjuang untuk pengakuan itu tersebut.
Apapun alasannya, tidaklah dibenarkan melakukan perayaan. Disamping menimbulkan kegaduhan atau kekisruhan. Perayaan ini nantinya akan memicu aksi-aksi yang tidak diinginkan. Mereka yang “diperbolehkan” melakukan perayaan akan menganggap pemerintah Indonesia mengamini apa yang mereka inginkan selama ini, yaitu lepas dari NKRI. Bukankah hal ini jelas bersilangan dengan kemerdekaan RI. Yang mana menyebut Papua merupakan bagian dari bumi pertiwi hingga kapanpun juga.
Kejelasan posisi Papua sudah diakui secara de Facto dan De Jure. Bukan hanya oleh rakyat Indonesia, bahkan dunia Internasional turut mengakui keabsahan ini. Apalagi warga Papua telah memilih untuk tetap terus berada dibawah naungan Merah Putih. Mereka merasa ketenangan, kenyamanan, keamanan ada di Indonesia. Termasuk kesejahteraan pembangunan yang selama ini mereka inginkan. Bukan tak mungkin jika peringatan HUT OPM dilaksanakan justru makin menimbulkan Civil Disorder, mengingat ngototnya OPM untuk terus membebaskan diri dari NKRI. Lalu, apa yang sebenarnya mereka cari? Jika warganya saja tak menginginkan upaya disintegrasi yang dinilai merugikan ini? Apapun itu, HUT OPM memang tak harus diperingati!
)* Penulis adalah mahasiswa tinggal di Jakarta