May Day, Awas Provokasi
Oleh: Ardian Wiwaha )*
Mayday merupakan peringatan hari buruh yang lahir dari berbagai rentetan perjuangan kelas pekerja untuk meraih kendali ekonomi politik dan hak-hak industrial. Perkembangan kapitalisme industri di awal abad 19 menandakan perubahan drastis ekonomi-politik, terutama di negara-negara kapitalis di Eropa Barat dan Amerika Serikat.
Pengetatan disiplin dan pengintensifan jam kerja, seperti buruknya kondisi kerja di pabrik-pabrik dan minimnya upah yang diberikan, melahirkan sebuah insiatif perlawanan dari kelompok dan kalangan buruh serta kelas pekerja.
Namun demikian, beda dulu beda juga sekarang. Peringatan hari buruh yang pada mulanya dikenal sebagai hari dimana hampir semua buruh yang terorganisir ke dalam serikat pekerja melakukan aksi turun kejalan, unjuk rasa, hingga demonstrasi yang terstigma rusuh dan menggangu pengendara lalu lintas, kini telah berubah sejalan dengan ide dan kreatifitas para elit politik Indonesia.
Tahun ini, di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo, melalui Menteri Ketenagakerjaan RI Hanif Dhakiri, pemerintah Indonesia berupaya mengubah bentuk dan budaya peringatan May Day menjadi sebuah hari peringatan yang cenderung menciptakan kegiatan dan aktifitas produktif dan menyenangkan bagi semuanya. Melalui surat kepada seluruh Kepala Daerah se Indonesia nomor B.122/M.NAKER/PHIJSK-KKHI/IV/2017 berisikan tentang himbauan agar pelaksanaan peringatan May Day tahun 2017 tetap kondusif dan berlangsung dengan suasana kekeluargaan, aman, dan harmonis, dalam beberapa kesempatan Menteri yang merupakan mantan aktivis tersebut, menginginkan sebuah transformasi dalam perayaan May Day, seperti halnya rencana peringatan May Day dibeberapa ibu kota provinsi di Indonesia yakni, Samarinda, Semarang, Surabaya, Palembang, dan beberapa kota besar lainnya, yang cenderung difasilitasi oleh Disnakertrans, Apindo, dan stakeholder lain untuk berkonsentrasi dalam mengisi hari libur para buruh dengan kegiatan positif seperti donor darah, cek kesehatan gratis, pesta rakyat, jalan santai, serta yang pasti dilengkapi dengan berbagai hiburan dan doorprize.
Namun demikian, tak dapat dipungkiri bahwa beberapa kelompok/serikat buruh lainnya tetap akan membalut peringatan May Day dengan aksi unjuk rasa dan mimbar bebas dalam menyuarakan tuntutan buruh secara umum, seperti aksi longmarch di Bundaran Hotel Indonesia hingga patung kuda dibilangan kawasan Monas. Karena apabila ditelaah lebih jauh, diera keterbukaan saat ini, sayang rasanya apabila hari libur buruh yang seharusnya digunakan untuk berbahagia malah justru digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang kurang produktif. Hal ini disampaikan oleh Hanis Dhakiri, yang berpendapat bahwa sebuah aksi demo maupun unjuk rasa oleh buruh dalam memperjuangkan hak dan kepentingannya, seharusnya juga bisa dilakukan pada saat hari-hari biasa yang malah justru telah diatur dalam UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat.
Disisi lain, meskipun beberapa pengurus Serikat Buruh Pusat layaknya Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indosnesia (KSPI) Said Iqbal dan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea telah berkomitmen dan menegaskan akan menggelar perayaan May Day dengan aksi yang aman dan kondusif, tidak ada salahnya apabila para pemangku keamanan layaknya Polisi dan TNI agar senantiasa mencermati perkembangan rencana aksi buruh pada peringatan May Day tahun 2017. Hal ini berkaca dari pengalaman pesta demokrasi dan kebebasan menyuarakan pendapat yang digelar dibeberapa aksi-aksi sebelumnya, karena momentum kebersamaan hingga aksi unjuk rasa yang digelar beberapa waktu silam, tak ayal rawan dimanfaatkan dan digeser oleh kelompok kepentingan guna mendeskreditkan peran pemerintah hingga memicu aksi kerusuhan.
Mari jadikan May Day sebagai hari kebahagiaan bersama.
)* Mahasiswa FISIP Universitas Indonesia