Meluruskan Kembali Makna Jihad
Ketika jihad disalah-artikan, diletakkan tidak pada tempatnya, sehingga atas nama jihad banyak darah tak berdosa di halalkan
Oleh : M. Nur A.*)
Tema “Jihad, Islam, dan Terorisme” adalah satu diantara beberapa tema yang memiliki tingkat sensitifitas tinggi dan berdampak luas. Sebab hal ini menyangkut keyakinan, perlindungan dan pembelaan atas eksistensi umat Islam. Jihad sebagai ajaran Islam yang mulia seolah di identikan dengan berbagai tindak kejahatan terorisme yang terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk yang terjadi di Indonesia. Itulah kesan yang kita dapat lihat dan rasakan dalam beberapa dua dasawarsa terakhir. Padahal jika dilihat dan dipe lajari secara seksama, tidak ada hubunganya sama sekali antara ajaran Islam tentang jihad dan tindak kejahatan terorisme yang juga di tentang oleh Islam itu sendiri.
Sebagai sebuah ajaran, umat Islam meyakini bahwa jihad merupakan ajaran yang sangat mulia dan amat penting bagi umat Islam. Tidak hanya sebagai mekanisme untuk mempertahankan diri Jihad juga diperlukan untuk menegakkan harkat dan martabat kemanusiaan, serta membebaskannya dari segala bentuk eksploitasi, kedzaliman, kebatilan dan ketidakadilan, oleh karenanya tidak boleh dikesampingkan apalagi dihilangkan.
Ketika jihad ditinggalkan maka Allah SWT akan mencabut rasa takut dari benak musuh-musuh Islam. Dalam kondisi seperti ini, umat akan menjadi santapan lezat yang diserbu dari segala penjuru. Tanpa jihad, umat ini akan menjadi pecundang yang mudah di injak dan dihinakan oleh musuh-musuh Islam. Meski secara kuantitas umat Islam berjumlah cukup banyak, namun secara kualitas dalam berbagai bidang kehidupan kita cukup jauh tertinggal tertinggal dari umat lain, sehingga keberadaanya disepelekan, direndahkan bahkan dihinakan.
Kondisi ini sebetulnya pernah diprediksikan oleh Baginda Nabi SAW., sebagaimana yang termaktub dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Abu Dawud berikut: “Bangsa – bangsa lain hampir berebut menyantap kalian, seperti para pemakan berebut makanan di nampan besar mereka.” Lalu saat ditanya apakah umat Islam saat itu jumlahnya sedikit? Nabi menjawab, “Bahkan kalian saat itu jumlahnya banyak. Namun, seperti buih di lautan. Dan sungguh Allah akan mencabut rasa takut dari dada musuh – musuh kalian dan menimpakan “al-wahn”dihati kalian.” Lalu Nabi menjelaskan, “ Wahn adalah mencintai dunia dan membenci kematian.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).
Namun lebih bahaya dari semua fakta diatas, adalah ketika jihad disalah-artikan, diletakkan tidak pada tempatnya, sehingga atas nama jihad banyak darah tak berdosa di halalkan, harta dan tempat tinggal milik orang tak bersalah dirampas. Bahkan rumah ibadah merekapun tidak luput dari sasaran pelaksanaan jihad yang disalahpahami tersebut. Akibatnya, Islam dan umat Islam dituduh sebagai teroris, umat yang radikal dan pemilik ideologi kekerasan. Islam menjadi tertuduh sebagai penyebab teror dan kekerasan di dunia.
Selain itu, disebabkan karena kurangnya pengetahuan atau pemahaman Islam di antara kaum muslimin maupun non-muslim, serta adanya propaganda terselubung dari musuh-musuh Islam untuk menyerang Islam menyebabkan konsep Jihad difahami secara keliru. Jihad yang ditampilkan saat ini diidentikkan dengan orang yang haus darah untuk menyebarkan Islam dengan pedang.
Kedudukan jihad dalam Islam merupakan ajaran yang sangat mulia dan amat penting bagi umat Islam. Jihad merupakan ajaran untuk menegakkan harkat dan martabat kemanusiaan, serta membebaskannya dari segala bentuk eksploitasi, kedzaliman, kebatilan dan ketidakadilan yang dihadapi oleh umat Islam khusunya dan seluruh mahluk Allah Swt. Dalam sebuah Hadis Riwayat Baihaqi bahwasanya rasul membagi bentuk jihad menjadi dua yaitu jihad akbar (perang melawan diri sendiri/hawa nafsu) dan jihad asghar (perang fisik). Jadi, jihad bukanlah sekedar perang disertai pekik Allahu Akbar, Lebih dari itu, jihad merupakan suatu bentuk konsekwensi religius.
Menurut Wahbah Zuhaily dalam Fiqh Al Islamy Wa Adillatuh, jihad berasal dari bahasa Arab yang berarti pengerahan seluruh potensi dalam menangkis serangan musuh, baik musuh yang berwujud manusia yang memerangi Islam, setan (segala bentuk kebatilan) atau diri sendiri (hawa nafsu). Selain itu jihad juga mencakup segala bentuk usaha yang maksimal dan optimal untuk penerapan dan penegakan Islam, pemberantasan kedzaliman, ketidakadilan terhadap diri pribadi maupun masyarakat secara umum. Dalam bahasa Qur’an populer dengan istilah amar maruf nahi munkar.
Dari definisi dan konteks jihad di atas, jelas sekali bahwa tindakan terorisme, seperti membunuh orang yang tidak jelas kesalahanya, merusak tempat ibadah, properti umat agama lain, melakukan tindak kejahatan (merampok, mencuri, menipu) untuk kepentingan jihad fi sabililah dengan istilah fai, hingga memanfaatkan anak-anak muda yang awam untuk melakukan aksi bom bunuh diri bukanlah termasuk dalam kategori jihad fi sabilillah sebagaimana yang diajarkan oleh baginda Nabi Saw maupun ajaran Islam rahmatanlil’alamin. Sebab, tindakan tersebut telah memanipulasi ajaran mulia tentang jihad dengan cara-cara yang tidak dibenarkan oleh ajaran Islam itu sendiri yang sangat menghormati dan menempatkan nilai-nilai kemanusiaan di posisi yang sangat mulia.
Barangkali, ini pula yang harus dilakukan oleh pemerintah dalam menangani kasus-kasus teror di Indonesia. Pemikiran ekstrem tak selalu harus dilawan dengan kekuatan dan kekerasan, yang justru bisa memunculkan lagi paham-paham ekstrem yang baru. Hikmah, pengajaran yang baik, dan dialog harus terus dilakukan dan diupayakan efektifitasnya dalam rangka menyelesaikan aksi-aksi teror disamping penegakan hukum yang adil dan tidak mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan.
*) Penulis adalah Pengamat Masalah Sosial Budaya