Mendukung Pemberantasan Radikalisme
Oleh : Aldia Putra )*
Tak hanya memantau, kini imbauan resmi Presiden Jokowi terkait radikalisme dan intoleransi telah keluar. Dengan adanya himbauan tersebut, ancaman terhadap penggantian ideologi Pancasila dapat berkurang.
Paham radikalisme yang kian merebak seiring berkembangnya zaman ini dinilai cukup meresahkan. Bak bunglon dengan cara mengubah diri sesuai yang dihinggapi, paham ini juga berlaku demikian. Menyusup ke dalam celah-celah yang dinilai mampu untuk melancarkan tujuan terselubungnya. Apalagi dengan aksi-aksi semacam demonstrasi. Mereka akan lebih mudah memprovokasi korban agar bisa digunakan sebagai boneka mainan.
Pernyataan akan penolakan paham radikalisme dan sikap intoleransi ini disampaikan oleh Presiden Jokowi, yang mana pihaknya ingin memberantas hingga ke akar dan dilakukan secara konkret. Berkenaan dengan itu, dia memilih Jenderal (Purnawirawan) Fachrul Razi yang didapuk menjadi Menteri Agama. Jokowi menerangkan bahwasanya pemilihan Menteri Agama ini berdasarkan atas sejarah yang sebelumnya juga terdapat menteri agama dari pihak TNI. Alasan Kedua, ialah dirinya ingin segala hal yang berkaitan dengan radikalisme maupun sikap intoleransi itu betul-betul secara konkret bisa dilaksanakan oleh pihak Kementerian Agama.
Fachrul Razi dinilai mampu memperbaiki kualitas ibadah haji, yang menurut pendapat Jokowi ini dirinya memiliki literatur soal perdamaian dan juga toleransi. Selain itu, Fachrul Razi ini mempunyai pengalaman lapangan yang panjang secara lancar dan pendekatannya adalah pendekatan lunak yang dilakukan secara baik.
Berbicara soal paham menyimpang ini sebetulnya Indonesia tidaklah mungkin masuk ke dalam target kategori kaum radikalis. Mengingat, Nusantara adalah bangsa yang damai. Hal ini tercermin dari aneka sikap solid yang ditunjukkan guna menolak kekerasan agama yang makin merebak. Menurut badan survei berskala nasional yang bekerja sama dengan Wahid Foundation dan Lembaga Survei Indonesia, menyatakan fakta bahwa potensi radikalisme sosial dan keagamaan di kalangan muslim tahun 2016 hingga 72 persen umat Islam Indonesia menokak keras radikalisme termasuk aksi teorisme yang berada di dalamnya.
Artinya angka ini tidaklah sedikit, sebab jika dipresentasekan ke dalam jumlah satuan tentunya telah mencakup hingga sebagian besar penduduk Indonesia. Selain itu hal ini menandakan jika semua umat Islam tengah mewujudkan perdamaian. Namun, sayangnya ada sejumlah oknum tertentu yang menyabotase Islam demi agenda terselubung. Bahkan, kita yang berjumlah banyak ini bisa kalah dengan mereka yang berjumlah secuil dan berbuat kekerasan Agama. Sehingga, kini tak perlu ragu lagi untuk memerangi sekaligus menegakkan aksi penolakan akan radikalisme dan terorisme.
Kelompok radikal ini memanfaatkan situasi konflik guna jalan masuk mereka dan melancarkan aksinya. Mereka menganggap bahwa konflik ini sangat mendukung sebagai lahan berperang. Hal ini ditegaskan oleh Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Ir Hamli, ME beberapa waktu lalu. Untuk itu, masyarakat harus mampu menahan diri dari ancaman provokasi agar konflik tidak meluas dalam lingkungan sosial.
Tak hanya itu, masyarakat juga harus menghindari beragam konflik internal. Yakni, dengan menjaga ego-ego kita, sebab kekisruhan tidak hanya merugikan kita sendiri tetapi di situlah lahan empuk bagi orang radikal masuk guna memperkeruh keadaan. Dari paham menyimpang inilah akan muncul pelaku terorisme. Karena tindakan untoleransi ini akan memicu seseorang jatuh dalam aksi teror. Yang mana mereka tidak akan merespon lagi apa arti perdamaian itu sendiri. Pelaku terorisme ini biasanya didoktrin dengan paham dan pengertian yang salah.
Hamli menambahkan jika saat ini masyarakat Indonesia, memang sepakat jika aksi semacam ini harus diperangi. Namun, tak dipungkiri narasi radikalisme masih kuat bergulir di tengah masyarakat, misalnya saja narasi militansi kebencian, keterancaman, teori konspirasi, juga narasi-narasi yang terkesan “mengancam” lainnya. Terlebih penyebarannya telah masuk ke lini kehidupan warga. Seperti, sekolah, lembaga keagamaan, kampus dan juga masyarakat itu sendiri. Bahkan, di area perguruan tinggi ini penyebarannya sempat meningkat beberapa waktu lalu.
Lebih lanjut, sudah barang tentu hal ini adalah tugas kita guna memberantas segala jenis paham radikalisme yang mulai menginfeksi lini kehidupan. Mempersempit ruang gerak paham ini dinilai cukup efektif dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat. Sehingga sekaranglah saatnya, bekerja sama guna melawan radikalisme juga paham-paham menyimpang yang mengikutinya. Stop Radikalisme, jaga kesatuan dan persatuan NKRI hingga tak akan ada celah lagi untuk kaum berhaluan kiri ini mengintervensi.
)* Penulis adalah pengamat sosial politik