Mendukung Penguatan BPIP Lewat Undang-Undang
Oleh : Zakaria )*
Penguatan Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP) menjadi sesuatu yang sangat diperlukan. Penguatan tersebut bisa dengan menggunakan regulasi berupa undang-undang agar implementasi Pancasila lebih efektif.
Obsatar Sinaga selaku rektor Universitas Widyatama Bandung mengemukakan, jika sebuah lembaga didirikan dengan peraturan Presiden, bisa dibayangkan kekuatan dari lembaga tersebut. Jika dibentuk dengan undang-undang, lembaganya tentu akan semakin kuat dan semakin baik.
Dirinya juga menilai, usulan pemerintah mengganti RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) dengan RUU BPIP. Merupakan usulan yang bagus dan tepat karena hal tersebut dapat menghapus pasal kontroversial dalam RUU HIP.
Obsatar melihat, penguatan BPIP dengan menyusun Payung Hukum berupa UU dilakukan untuk menata operasional penanaman ideologi pancasila dapat berjalan dengan lebih baik. Apalagi dengan kondisi bangsa pasca-reformasi yang tak begitu hirau dengan urusan ideologi negara.
Ia mengatakan, kondisi negara Indonesia pasca reformasi cukup memprihatinkan. Banyak generasi muda yang tidak mengetahui makna Pancasila. Tentu saja menjadikan pancasila sebagai ideologi dasar negara merupakan hal yang utama.
Pada kesempatan berbeda, Direktur Pusat Kajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) Universitas Jember, Bayu Dwi Anggono menilai sangat penting untuk memberikan payung hukum yang lebih kuat bagi BPIP sebagai lembaga yang bertugas melaksanakan pembinaan serta penguatan Pancasila sebagai ideologi negara. Sebab, selama ini, pengaturan mengenai pembinaan ideologi Pancasila hana diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 Tahun 2018 tentang BPIP.
Dwi hanya berharap jika kelak BPIP memiliki payung hukum berupa UU agar tidak ada upaya untuk memberikan tafsir tunggal terhadap nilai-nilai Pancasila yang telah disepakati rumusannya oleh para pendiri bangsa. Pasalnya, Pancasila sudah final dan merupakan hasil kesepakatan para founding father (pendiri) bangsa.
Tentu saja jangan sampai apa yang terjadi pada Orde Baru dapat terulang dan menjadikan pembinaan ideologi Pancasila sebagai alat politik kekuasaan.
Perlu kita ketahui bahwa Pancasila merupakan salah satu puncak perumusan pemikiran para pendiri bangsa. Sayangnya. Kita sering kedodoran dalam pelaksanaannya.
Nilai-nilai Pancasila harus menjadi laku hidup, oleh karena itu BPIP memiliki peran vital dalam menyusun dan merumuskan penjabaran nilai-nilai Pancasila yang dapat diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pada pertengahan Juli lalu, Naskah RUU BPIP telah diserahterimakan oleh Mahfud MD kepada Ketua DPR Puan Maharani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Sebelum serah terima itu dilakukan, Para pimpinan DPR telah terlebih dahulu bertemu secara tertutup dengan para menteri yang mewakili Presiden Joko Widodo.
Dalam kesempatan tersebut, Puan menuturkan bahwa konsep RUU BPIP yang disampaikan pemerintah berisikan substansi yang berbeda dengan RUU HIP.
Konsep RUU BPIP yang diajukan oleh pemerintah kepada DPR terdiri atas 7 bab dan 17 pasal, sedangkan RUU HIP terdapat 10 bab dan 60 pasal. Substansi BPIP hanya memuat ketentuan tentang tugas, fungsi, wewenang dan struktur kelembagaan BPIP. Sementara, pasal-pasal kontroversial seperti penafsiran filsafat dan sejarah Pancasila sudah dihilangkan.
Pada kesempatan berbeda, Ketua Dewan Pembina Puspolkam Indonesia Firman Jaya Daeli menyatakan, penguatan kelembagaan dengan payung hukum Undang-undang terhadap BPIP merupakan suatu terobosan yang baik. Dirinya juga mengatakan, bahwa eksistensi dan penerapan Pancasila sebagai falsafah dan ideologi negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara mulai mengalami degradasi.
Selain itu, Rektor UNS Jamal Wiwoho menilai, BPIP adalah jawaban atas mendangkalnya nilai pancasila di dalam masyarakat setelah reformasi. Apalagi di era globalisasi dengan teknologi yang semakin maju, tidak semua masyarakat khususnya anak muda dapat memaknai pancasila dalam kehidupan sehari-hari secara utuh.
BPIP tentu berperan dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang perlunya implementasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Jamal juga berpendapat, bahwa BPIP yang lahir melalui peraturan presiden (perpres) Nomor 7 Tahun 2018 sebaiknya diatur dalam undang-undang. Hal ini sebagai respons atas laju perubahan dunia, khususnya perubahan sosial di Indonesia yang demikian cepat.
Lembaga seperti BPIP tentu harus diperkuat dengan undang-undang mengingat perannya yang sangat penting bagi eksistensi Pancasila. Sehingga Pancasila tidak hanya terpajang dalam poster berbingkai, tetapi juga terpatri menjadi tingkah laku yang mencerminkan masyarakat Indonesia.
)* Penulis adalah warganet tinggal di Bogor