Mendukung Penyederhanaan Birokrasi Pemerintah
Oleh : Bagus Prasetyo )*
Panjangnya struktur birokrasi tentu akan berdampak negatif bagi masyarakat, tahun lalu Presiden Jokowi pernah mengatakan akan perlunya restrukturisasi agar jenjang kepangkatan eselon tidak terlalu panjang dan berbelit-belit.
Salah satu agenda prioritas Pemerintahan Jokowi-Ma’ruf adalah penyederhanaan birokrasi. Secara umum, penumpukan birokrasi akan berakibat pada lamanya proses perizinan, rumitnya prosedur administratif dan besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh rakyat.
Apa yang pernah disampaikan oleh Jokowi dalam pidato nya tentu merupakan hal yang menarik, dimana pidato tersebut mencerminkan visi Presiden Jokowi untuk meneruskan pembangunan dalam meningkatkan kesejahteraan, kemakmuran dan keadilan rakyat Indonesia.
Mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut menginginkan agar semua pembantunya di Kabinet Indonesia maju beserta jajaran di bawahnya bisa bekerja dengan cepat. Karena itu ia ingin memangkas jabatan eselon di Kementerian.
Presiden Jokowi juga menegaskan, di pemerintahan yang ia jalankan di periode keduanya tidak boleh ada segala macam kelambatan. Ia menginginkan adanya percepatan dalam segala hal.
Oleh karena itulah, Jokowi menginginkan adanya pemangkasan eselon untuk mempercepat birokrasi di setiap kementerian dan lembaga. Proses birokrasi yang cepat, sangatlah ia tekankan kepada jajaran kabinetnya Dirinya juga menegaskan bahwa kebutuhan Indonesia saat ini adalah pemerintah yang fleksibel.
Jokowi juga menerangkan birokrasi yang cepat dengan administrasi yang tidak berbelit-belit harus bisa segera diciptakan. Sehingga di pemerintahannya bisa tancap gas.
Meski demikian, bukan berarti Jokowi akan memangkas pendapatan Aparatur Sipil Negara (ASN), Pasalnya, kebijakan penghapusan eselon III-IV dilakukan untuk mempercepat proses birokrasi di daerah.
Instruksi terkait dengan pemangkasan birokrasi oleh Jokowi ternyata diamini oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, dimana dirinya telah melakukan rotasi pada sejumlah pegawai kementerian keuangan khusus di jajaran Badan Kebijakan Fiskal (BKF) atau pejabat setingkat eselon III dan IV menjadi pejabat fungsional.
Sebagai pengelola keuangan negara, Sri Mulyani menyebutkan bahwa pihaknya tidak memerlukan banyak pejabat struktural, melainkan fungsional.
Di BKF sendiri, Sri Mulyani telah memangkas Jabatan eselon III sebanyak 19 dari 36 jabatan. Lalu di eselon IV dipangkas 74 dari 124 jabatan.
Selain Itu Presiden Jokowi juga meminta kepada pemerintah daerah untuk memangkas peraturan dan reformasi birokrasi yang menghambat perizinan investor.
Selain memangkas peraturan yang panjang dan rumit hingga proses perijinan cepat, ia pun menghimbau apabila ada calon investor yang ingin membangun pabrik yang orientasinya ekspor segera keluarkan ijinnya.
Pemangkasan Birokrasi tentu merupakan sesuatu yang penting, agar urusan yang berkaitan dengan surat-menyurat termasuk pengajuan perijinan itu bisa lebih cepat dan tidak berbelit-belit hingga bisa mencapai empat bulan.
Birokrasi yang gemuk dan berlemak tentu cenderung boros anggaran dan koruptif. Lebih dari itu, justru kegemukan suatu birokrasi dapat mempersulit masuknya investasi yang digadang-gadang dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Rencana besar ekspansi kinerja ekspor juga terhambat.
Dampaknya jelas, selama 20 tahun Indonesia belum bisa menyelesaikan persoalan mendasar, yakni defisit transaksi berjalan dan defisit neraca perdagangan.
Hal itu juga menjadi penyebab, bahwa Presiden Jokowi mengancam akan menutup lembaga yang kinerjanya tidak efisien dan hanya menghabiskan anggaran negara. Konkritnya lembaga pemerintah yang memperumit dan memperlambat proses perizinan dan investasi, baik di pusat maupun daerah, akan segera dilikuidasi.
Pada kesempatan berbeda Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir mengatakan, koordinasi antarlembaga selama ini menjadi permasalahan serius dalam pengembangan inovasi. Hal ini salah satunya karena adanya ego sektoral antarlembaga.
Karena itu, jalan satu-satunya yang harus dilakukan yaitu memangkas peraturan-peraturan yang dinilai dapat menghambat birokrasi pemerintahan. Selama 5 tahun terakhir, Nasir mengaku telah mencabut sekitar 40 peraturan menteri (permen) yang dinilai sudah tidak relevan.
Dulu sebelum dilakukan penyederhanaan birokrasi, Nasir mengatakan, untuk mengajukan Program Studi, syarat kelengkapan administrasinya sangatlah banyak dan dilakukan secara manual, tetapi dengan adanya pemangkasan birokrasi, saat ini hanya memerlukan waktu 2 minggu.
Pemangkasan birokrasi tentu wujud dari kemajuan sebuah negara, jika bisa dipercepat mengapa harus bergerak lambat. Mungkin itulah yang ada dalam benak pikiran Presiden Jokowi dan jajaran Menterinya di kabinet Indonesia Maju.
)* Penulis adalah pengamat sosial politik