Mengapresiasi Pelaksanaan KTT ASEAN di Indonesia
Oleh : Reza Kurniawan )*
KTT ASEAN yang tahun ini diselenggarakan di Jakarta, sudah sepatutnya kita apresiasi. Pasalnya, Jakarta dipercaya menjadi tuan rumah acara yang prestisius. Selain itu, KTT adalah ajang yang bagus untuk networking antar negara ASEAN dan bisa jadi awal kerja sama ekonomi dan bisnis antar mereka.
Sabtu, 24 april 2021, adalah pembukaan KTT ASEAN di Jakarta. Acara ini akan mengundang perwakilan dari tiap negara ASEAN, mulai dari Brunai Darussalam, Malaysia, sampai Vietnam. Acara yang diselenggarakan tiap tahun ini menjadi ajang penting untuk berdiplomasi dan membicarakan isu-isu terkini, serta mempererat hubungan persahabatan antar negara ASEAN.
Pelaksanaan KTT ASEAN di Jakarta patut kita apresiasi. Pertama, KTT tahun ini diselenggarakan secara langsung, bukan online seperti tahun lalu karena alasan pandemi. Meskipun dunia masih dilanda corona, tetapi acara ini dijamin diselenggarakan dengan protokol kesehatan yang ketat. Berarti Jakarta diperbolehkan untuk mengadakan KTT karena bukan zona merah.
Pemerintah Indonesia dipercaya untuk menyelenggarakan KTT ASEAN dalam masa pandemi, karena dipercaya bisa meng-handle dengan baik, sesuai dengan standar kesehatan. Semua orang yang menghadiir acara ini wajib pakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. Gedung yang dipilih juga berukuran besar, karena untuk menjaga physical distancing.
Kedua, menjadi tuan rumah KTT ASEAN adalah prestige. Berarti pemerintah Indonesia dianggap profesional dan mampu mengadakan acara ini, dan akan berlangsung dengan lancar. Bahkan untuk mendukung KTT, rute bus transjakarta di-off kan untuk sementara, agar lalu lintas tamu berjalan dengan lancar.
Sementara yang ketiga, KTT ASEAN adalah ajang yang bagus untuk membina persahabatan antar negara. Dari hubungan erat ini, maka pemerintah bisa mengeluakan jurus rayuam, agar mereka mau berinvestasi di negeri ini. apalagi sejak ada UU Cipta Kerja, penanaman modal asing sangat dipermudah birokrasinya, sehingga akan menarik minat mereka.
Jika gol, maka rakyat yang diuntungkan, karena proyek investasi pada umumnya adalah padat karya, sehingga bisa mengurangi angka pengangguran di Indonesia. Masyarakat yang kehilangan pekerjaan bisa melamar ke sana dan keluar dari jeratan kemiskinan dan tekanan saat pandemi.
Selain itu, KTT ASEAN adalah ajang untuk ‘menjual’ pariwisata Indonesia. ketika vaksin corona sudah ditemukan dan pandemi diprediksi lekas berakhir, maka turis asing boleh masuk dan mereka tertarik dengan eksotisme Jakarta dan Indonesia. Sehingga akan menambah devisa negara.
Perdana Menteri Vietnam Pham Minh Chinh memuji Indonesia sebagai penyelenggara KTT ASEAN. Pemimpin tertinggi Land of Blue Dragon ini mengapresiasi, karena di acara ini akan dibicarakan tentang krisis di Myanmar. Seperti yang kita ketahui, ada kudeta yang menyebabkan Aung San Suu Kyi ditangkap oleh militer Myanmar. Sehingga negara lain ikut prihatin.
PM Vietnam dan Presiden Jokowi berdiskusi mengenai keadaan di Myanmar. Mereka berharap krisis segera usai dan semoga keselamatan rakyat di sana diutamakan. Karena keadaan masih chaos setelah demo berkali-kali, dan para pengunjuk rasa sampai kehilangan nyawa.
Pada KTT ASEAN 2021, Myanmar mengirim Pemimpin tertinggi Junta Militer Myanmar Ming Aun Hlaing sebagai perwakilan. Iapun sudah tiba di Jakarta dan disambut baik. Penyambutan ini bukan karena Indonesia pro junta militer, melainkan sebagai bentuk keramahan pada sesama pemimpin negara.
Diharapkan, setelah KTT ASEAN usai, pemimpin junta militer akan mempertimbangkan untuk mengakhiri krisis dan lebih pro kepada rakyat. Karena negara lain dari ASEAN, termasuk Indonesia, sedikit menekannya untuk lebih berbuat baik dan tidak memperpanjang chaos.
KTT ASEAN yang diselenggarakan di Jakarta mulai 24 april 2021 patut dipuji karena Indonesia menjadi tuan rumah yang baik,walau sedang didera pandemi. Penanganan KTT sangat mematuhi protokol kesehatan. Kepercayaan dari negara lain juga patut diapresiasi, karena Indonesia dianggap mampu untuk menggalang persahabatan antar negara ASEAN.
)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute