Menolak Ide Rekonsiliasi Dengan Jaminan Kepulangan Habib Rizieq
Oleh : Ismail )*
Imam Besar Ormas Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab tak kunjung pulang seiring drama Pilpres yang berakhir hingga persidangan di MK. Hingga kini nasib Habib Rizieq belum ada seorangpun yang bisa menerka. Ia masih memilih bertahan di Arab Saudi meski sudah dianggap overstay oleh kerajaan Arab.
sebelumnya sempat diberitakan bahwa Dahnil Azhar Simanjuntak menuturkan, lebih baik rekonsiliasi juga dilakukan dengan memulangkan Rizieq dari Mekkah ke Indonesia.
Padahal Pemerintah Indonesia tidak pernah sama sekali memerintahkan Habib Rizieq dan keluarganya untuk pergi dari Indonesia.
Meski Rizieq Shihab tengah berada di Arab Saudi, namun selama beberapa tahun terakhir ini, juga terbukti bahwa dirinya tak kunjung jera dalam mengembuskan kalimat provokasinya. Bahkan aksi provokatifnya juga masih terdengar pada masa kampanye pemilu 2019 lalu.
Dirinya juga merupakan salah satu tokoh oposisi yang kerap mengkritik kebijakan pemerintah. Tentu akan menjadi sesuatu yang lucu apabila seorang oposisi meminta bantuan untuk dapat pulang ke Indonesia. Apalagi oposisi tersebut kerap memprovokasi dan memiliki rekam jejak sebagai biang keladi kerusuhan di Indonesia.
Namun jika nanti habib Rizieq dijemput untuk pulang ke Indonesia, semestinya bukan untuk jaminan rekonsiliasi, namun sebagai bentuk pertanggungjawaban Habib Rizieq atas dugaan pelanggaran hukum yang pernah disangkakan.
Artinya, silakan saja Habib Rizieq pulang atas inisiatifnya, asalkan ia harus menunjukkan sikap gentlenya ketika pintu rumahnya didatangi oleh aparat kepolisian.
Jika melihat dari sebab kepergian Habib Rizieq ke Arab Saudi, tentu merupakan hal yang tidak relevan jika Pemerintah harus berupaya memulangkan pentolan Ormas FPI tersebut, karena sudah jelas tidak ada kaitannya antara pilpres 2019 dengan ketidakpulangan Habib Rizieq ke Indonesia.
Politisi Partai Golkar Andi Sinulingga juga berpendapat bahwa, sungguh sesuatu yang tidak relevan jika upaya rekonsiliasi antara Prabowo dan Presiden Jokowi dikaitkan dengan pemberian jaminan kepulangan bagi Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab.
Ia justru curiga bahwa permintaan untuk menjamin kepulangan Habib Rizieq Shihab adalah kepentingan pribadi dari Dahnil Anzar. Andi menuturkan jaminan pemulangan Imam Besar FPI tersebut tidak ada hubungannya dengan kondisi politik di Indonesia.
Justru keberadaan Habib Rizieqlah yang kerap membuat suasana politik di Indonesia menjadi keruh, bagaimana tidak keruh, ceramahnya saja sempat menyinggung etnis sunda, pancasila dan kaum minoritas di Indonesia.
Oleh karena itu, upaya rekonsiliasi sudah sepatutnya menjadi momen persatuan antara Jokowi dan Prabowo yang sempat bertarung pada pilpres 2019. Jokowi saja pernah mengatakan bahwa dirinya akan tetap berteman dengan Prabowo, selama debat Pilpres 2019 Jokowi dan Prabowo kerap bersalaman seperti layaknya sahabat karib.
Sehingga rekonsiliasi semestinya bisa dilaksanakan tanpa syarat yang tidak ada korelasinya dengan perhelatan politik seperti Pemilu 2019.
Jika FPI dan simpatisannya merindukan sosok Habib Rizieq, tentu mereka bisa menggalang dana untuk membayar denda overstay Habib Rizieq beserta tiket pesawatnya untuk pulang ke tanah air.
Karena bagaimanapun juga, Habib Rizieq yang tidak pulang – pulang bukan menjadi urusan pemerintah yang memang tidak pernah memerintahkan Imam Besar tersebut untuk pergi ke Arab Saudi.
Kubu Prabowo beserta BPN dan simpatisannya, semestinya dapat meneladanni sikap junjungannya Prabowo – Sandiaga yang bersikap legowo atas putusan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK).
Daripada menduga – duga pemerintah yang mempersulit kepulangan Habib Rizieq, lebih baik kubu Prabowo dan simpatisannya tetap fokus menjadi oposisi yang sehat. Karena energi oposisi nantinya diharapkan dapat mengkritisi pemerintahan Jokowi – Ma’ruf Amin ke depannya.
Karena jika kita berkaca pada pemerintahan SBY selama 10 tahun, posisi PDI-P menjadi partai oposisi dan selalu berada di luar pemerintahan. Hal tersebut menunjukkan bahwa menjadi oposisi bukanlah hal buruk dalam demokrasi.
Namun jika upaya rekonsiliasi saja diharuskan memulangkan sosok yang memiliki rekam jejak membuat keruh demokrasi, apakah hal itu harus digubris oleh pihak Jokowi sebagai pemenang Pilpres 2019?
Jika memang Habib Rizieq akan tetap berada pada jalur oposisi, sudah semestinya ia dan simpatisannya tidak menjadi Oposisi yang manja, yang kabur ke Arab namun minta bantuan untuk pulang ke Indonesia, singkatnya syarat tersebut akan menjadikan Habib Rizieq sebagai sosok oposisi “Tuman”.)* Penulis adalah pengamat sosial politk