Menolak Kepulangan Eks WNI Anggota ISIS
Oleh : Dodik Prasetyo )*
Pemerintah secara resmi telah menolak memulangkan eks WNI anggota ISIS. Tak hanya meresahkan, kepulangan mereka diindikasikan dapat mengancam stabilitas keamanan nasional.
Berita terkait pemulangan eks WNI anggota ISIS ke Indonesia menuai pro kontra. Ditilik dari segi keamanan, wajar saja jika pemerintah menolak mereka. Tak hanya meresahkan masyarakat, kepulangan mereka belum tentu menjamin keadaan bakal membaik. Bisa saja mereka tengah membangun kekuatan kembali, pasca kekalahan mereka, siapa yang dapat menjamin?
600 eks WNI ini sebelumnya berangkat menuju Suriah untuk bergabung dengan organisasi teroris ISIS. Mereka perang untuk mendirikan negara versi mereka. Setelah ISIS kalah, 600-an eks WNI anggota teroris itu kini terkatung-katung dan berniat pulang. Namun, Pemerintah tegas menolak untuk memulangkan mereka karena 600-an eks WNI tersebut bergabung dengan anggota teroris skala internasional.
Dukungan penolakan datang dari Prof Hikmahanto Juwana yang mana mengapresiasi langkah pemerintah untuk tidak memulangkan 600-an eks WNI kombatan ISIS. Sebab, lebih baik melindungi 267 juta nyawa rakyat Indonesia daripada memulangkan 600-an pengikut teroris, tuturnya.
Sang Guru besar Universitas Indonesia itu menyatakan pemerintah telah berhasil meredam kekhawatiran banyak orang di Indonesia terkait munculnya wacana pemulangan mantan combatan ISIS asal Indonesia. Selain itu, tidak ada urgensi bagi pemerintah guna memulangkan mereka. Toh mereka sudah bukan warga negara Indonesia lagi. Terlebih mereka ditengarai telah melakukan sejumlah kejahatan di luar batas kemanusiaan.
Kenyataannya, dunia internasional-pun tidak ada indikasi desakan dari PBB. Organisasi dunia tersebut dinilai tak meminta negara untung memulangkan warganya yang ikut berperang jadi teroris dengan bergabung menjadi ISIS. Berbeda lagi jika ada desakan sari pihak internasional, Suriah maupun Irak untuk menangani mereka.
Meski banyak diklaim eks WNI anggota ISIS adalah anak-anak namun menurut Direktur Perlindungan Badan Nasional Penanggulan Terorisme ( BNPT) Herwan Chaidir menjelaskan hal ini belum bisa diambil keputusan. Mengingat pergi atau tidaknya mereka (anak-anak) dari Indonesia ke pelukan ISIS sangat tergantung oleh orang dewasa, atau contoh paling konkret ialah orang tuanya masing-masing. Dirinya menyatakan jika hal ini masih menjadi bahan diskusi bersama Presiden.
Sementara itu, Menko Polhukam Mahfud Md menyatakan dengan tegas pemerintah tidak akan memulangkan eks WNI yang terlibat jaringan teroris. Pemerintah tidak ingin mereka menjadi ‘virus’ bagi warga Indonesia lainnya. Mahfud menuturkan bahwa keputusan rapat dari pemerintah dan negara harus memberi rasa aman dari teroris serta virus-virus baru, tepatnya terhadap 267 juta rakyat Indonesia. Pasalnya, kalau FTF (foreign terrorist fighter) pulang kemungkinan besar akan menjadi virus baru yang membuat rakyat lainnya merasa tidak aman.
Kendati masalah ini tengah menjadi polemik, nyatanya tidak semua bersedia memulangkan warganya yang sempat bergabung dengan ISIS, Tunisia contohnya. Pemerintah Tunisia mengaku khawatir jika pemulangan anak-anak akan mempercepat kepulangan orang tua mereka yang merupakan eks petempur ISIS.
Hal ini masuk ke logika, bukan suudzon tapi seolah-olah mereka menempatkan anak-anak ini guna mempermudah proses kepulangan mereka (eks WNI anggota ISIS dewasa), bisa jadi kan? Bayangkan jika anak-anak tetap dipulangkan, masak iya mereka tak mencari orang tuanya? Mustahil mereka akan lupa juga. Padahal anak-anak ini memiliki memori yang kuat ketika menghadapi suatu kejadian. Memori bertempur bersama ISIS-pun tentunya terpatri di dalam hati juga pikiran mereka.
Selain itu, kita juga tak tahu apa-apa yang telah dijejalkan kelompok berhaluan kiri tersebut kepada anak-anak tersebut. Atau apa saja yang sudah mereka ajarkan, misal saja pegang senjata. Bayangkan jika anak-anak tersebut bermain dengan anak Anda misal, Anda rela? Tak khawatir? Saya pribadi mendukung pemerintah untuk menolak kepulangan eks WNI anggota ISIS.
Selain mereka telah menentukan nasib mereka sendiri, sampai rela bakar paspor segala untuk gabung organisasi tersebut, alasan keamananlah yang menjadi faktor utamanya. Ya kalau sudah betul-betul sembuh, jika sampai kambuh, siapa yang akan menjamin hal ini? Meski ada yang mengklaim dapat diberikan sejumlah edukasi atau upaya deradikalisasi, belum tentu 100 persen mumpuni menanggulanginya. Lebih lanjut, status mereka yang notabene beraliran ekstrim ini cukup membuat warga lain bergidik. Oleh sebab itu, sudah sepatutnya Pemerintah dan masyarakat menolak kepulangan WNI eks anggota ISIS tersebut.
)* Penulis adalah pengamat sosial politik