Meski Diserang Isu Anti Ulama, Mayoritas Pemilih Muslim Dukung Jokowi
Oleh : Rian Maulana*
Kabar miring tentang Jokowi yang menyebutnya anti ulama dan anti islam ternyata tidak berhasil menggulingkan elektabilitas Jokowi dari pemilih Muslim di Indonesia. Hampir di setiap daerah, deklarasi kiai dan santri riuh menyuarakan Jokowi. Deklarasi dan dukungan tersebut tentu merupaka sebuah wujud dari sikap para aktifis pergerakan Islam.
Lembaga survei Konsep Indonesia (Konsepsindo) menyatakan mayoritas ormas Islam mantap memberikan dukungan kepada paslon Jokowi – Ma’ruf Amin dalam Pilpres 2019. Dari hasil survei, sebanyak 52,2 persen kalangan Nahdlatul Ulama memilih Jokowi – Ma’ruf. Sementara 38,8 persen sisanya memilih paslon Prabowo – Sandiaga.
Veri Muhlis selaku Direktur Konsepsindo mengatakan, bahwa perolehan suara itu diambil 40,2 persen dari total 1.200 responden yang disurvei. Jumlah 40,2 persen itu merupakan hasil responden yang merasa menjadi bagian anggota atau sekadar simpatisan Nahdlatul Ulama (NU). Sementara itu di kalangan Muhammadiyah, Jokowi – Ma’ruf masih lebih unggul dengan perlolehan 46,2 persen sedangkan Prabowo – Sandiaga mendapatkan 31,3 persen dari total responden yang merasa dirinya menjadi bagian anggota atau sekadar simpatisan Muhammadiyah.
Peneliti LIPI Syamsudi Haris mengakui bahwa ini merupakan fenomena yang cukup menarik. Hal ini dikarenakan selama ini, pihaknya berasumsi bahwa pilihan warga Muhammadiyah cenderung ke Prabowo – Sandiaga. Namun hasil dari survey menunjukkan bahwa ternyata warga Muhammadiyah lebih banyak memilih Jokowi – Ma’ruf Amin.
Selain itu, Survei LSI Denny JA juga mencatat bahwa dukungan pemilh muslim (base 87,8 persen responden) terhadap pasangan capres / cawapres dengan nomor urut 01 Jokowi – Ma’ruf pada Februari 2019 meningkat menjadi 55,7 persen dari bulan sebelumnya yang hanya 49,5 persen. Secara umum, dalam 7 bulan dukungan dari kalangan pemilih muslim kepada pasangan nomor urut 01 juga meningkat.
Peneliti Senior LSI Denny JA Ardian Sopa mengatakan, bahwa pemilih Muslim yang mendukung Jokowi – Ma’ruf Amin, mayoritas terafiliasi dengan NU yang merupakan muslim moderat. Adapun muslim pemilih Prabowo – Sandiaga yang mayoritas terafiliasi dengan persatuan alumni (PA) 212 dan FPI yang cenderung konservatif.
Muslim moderat artinya pemilih muslim yang menginginkan Indonesia tetap berasaskan Pancasila, bukan seperti Timur Tengah. Ardian Sopa juga menambahkan bahwa mayoritas muslim di Indonesia menyatakan bahwa Indonesia harus khas Pancasila. Sedangkan muslim konservatif yaitu kelompok muslim yang menginginkan Indonesia seperti Timur Tengah. Kalangan inilah yang menurut Ardian menginginkan Indonesia seperti dunia Timur Tengah atau Arab.
Kelompok muslim konservatif Indonesia memiliki pandangan yang cukup tegas terhadap kedua kandidat. Bagi kaum konservatif, mengalahkan Jokowi – Ma’ruf dan menetapkan kemenangan untuk Prabowo – Sandiaga adalah kewajiban Islam. Mereka percaya bahwa memilih Prabowo adalah tugas spiritual dan agama.
Hal ini tentu mendapatkan tanggapan positif dari Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi – Ma’ruf Amin, Hasto Kristiyanto. Pihaknya menyambut baik hasil survey yang diluncurkan oleh LSI Denny JA yang menunjukkan kenaikan elektabilitas pasangan yang diusungnya Jokowi – Ma’ruf Amin. Pihaknya pun optimis bisa di atas 70 persen.
“Nanti yang mengubah ialah debat, Swing voters dan undecided voters itu setelah debat mengarah ke Jokowi. Di beberapa hasil survei, keunggulan Jokowi – Ma’ruf Amin terhadap Prabowo – Sandiaga hampir selalu di atas 20 persen,” ujar Hasto.
Konservatisme muslim tampak makin jelas di Indonesia setelah muncul adanya Gerakan 212. Kelompok – kelompok tersebut bukan hanya menjadi kekuatan pendorong sosial – keagamaan, tetapi juga kekuatan politik yang mengubah lanskap politik Indonesia. Gelombang konservatisme Islam di Indonesia tidak akan menjadi fenomena yang terjadi satu kali saja, Hal ini memiliki dampak yang cukup besar pada narasi Muslim Indonesia dan perilaku politik mereka selama pemilihan presiden yang sedang berlangsung.
Suksesnya konservatisme di Indonesia tampak pada kasus pilgub DKI Jakarta, dimana saat itu Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) harus mendekam dibalik jeruji penjara. Hal tersebut sangatlah dipengaruhi oleh gerakan 212 yang erat kaitannya dengan kepentingan para elite politik. Namun gerakan tersebut nyatanya belum berdampak pada hasil lembaga survei terkemuka yang secara konsisten memprediksi paslon nomor urut 01 Jokowi – Ma’ruf lebih unggul dari paslon penantangnya Prabowo – Sandiaga dengan selisih yang cukup banyak.
*Penulis adalah Alumni Universitas Andalas