Mewaspadai Kebangkitan Ideologi Khilafah
Oleh : Ahmad Pahlevi )*
Pemerintah telah resmi membubarkan Hizbut Tahrir (HT) pada 2017. Kendati demikian, wacana pendirian khilafah ini agaknya telah melekat di hati para pengikutnya. Masyarakat perlu mewaspadai kebangkitan ideologi khilafah. Jika tidak, Pancasila menjadi taruhannya.
Wilayah ekspansi paham khilafah memang tak begitu signifikan. Namun tetap menunjukkan pergerakkan yang cukup meresahkan. Pasalnya, meski ormas pengusung yang getol menyuarakan paham ini telah dibubarkan, kenyataannya penyebaran paham khilafah masih terus tetap berjalan. Bahkan, ditengarai menumbuhkan tunas baru dengan modus baru guna menggaet sejumlah pengikut, khususnya, kalangan muda.
Kalangan muda yang masih memiliki tingkat kelabilan emosi banyak diincar oleh para penyeru paham khilafah. Kehausan akan heroisme Islam serta tuntutan eksistensi di lingkungan menjadi dasar kalangan muda lebih mudah terpapar paham yang dinilai menyimpang ini. Selain itu, peranan dunia digital juga sedikit banyak ikut mempengaruhi pergerakkan paham khilafah.
Menurut pengamat intelijen dari Universitas Indonesia, Ridlwan Habib menyatakan Jika ideologinya merajalela yang timbul adalah ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Menurutnya, ideologi ini bertujuan untuk menciptakan pemahaman bahwa pemerintah tidak berwibawa. Pemahaman tersebut yang kemudian memunculkan anggapan pemerintah anti-Islam, antiulama, dan berniat untuk mengucilkan umat Islam. Dan apabila sistem ini berlanjut maka negara bisa kacau. Sebab, bukan tak mungkin rakyat akan membangkang atas kebijakan pemerintah.
Selain ideologi khilafah, pemerintah perlu mewaspadai paham neokomunisme dan anarko sindikalism. Semua paham itu memiliki tujuan untuk menciptakan ketidakpercayaan kepada pihak pemerintah. Tentunya roda pemerintahan akan berjalan oleng bila paham-paham tersebut dibiarkan berkembang. Parahnya, jika kemungkinan pemerintahan kemudian dikendalikan melalui media sosial.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu meminta masyarakat agar tak mudah terpengaruh paham khilafah. Terlebih, paham tersebut telah menyusup ke ranah pendidikan. Dia menyatakan, ancaman khilafah ini sudah terang-terangan ingin mengganti ideologi Pancasila. Ini datang untuk merusak, sudah berjalan di sekolah dan juga universitas,” imbuhnya.
Ideologi tersebut digunakan beberapa kelompok yang ditengarai ingin memecah belah kesatuan dan persatuan Indonesia. Mereka ingin mendirikan negara sendiri dan berpisah dari NKRI. Ia kembali menegaskan paham khilafah sangat bersilangan dengan norma yang terkandung di dalam ideologi Pancasila. Pihaknya juga tak ingin paham khilafah berkembang di tengah masyarakat. Pancasila ini harus dilestarikan. Kita tidak bisa membiarkan mindset pelajar nantinya berubah. pada 20 sampai 30 tahun lagi kalau berjalan seperti itu, maka bisa-bisa hancur Indonesia, perang, ujar Ryamizard.
Anggota Densus 88 Antiteror Mabes Polri Ahmad Nurwahid urun pendapat, melalui pendekatan tasawuf merupakan salah satu solusi dalam program pencegahan radikalisasi di Indonesia. Tasawuf akan membentengi umat dari propaganda kaum radikal. Termasuk paham khilafah yang terkesan abu-abu dan tak bersesuaian dengan ajaran sebenarnya.
Ahmad Nurwahid menambahkan, salah satu senjata untuk melawan radikalisme bagi masyarakat pemeluk agama Islam ialah dengan cara menggiatkan kegiatan keagamaan seperti mauludan, tahlilan, salawatan, manawiban, serta kegiatan lain yang kuat kultur dan juga agamanya.
Sedangkan menurut pengamat Intelijen dan Terorisme Stanislaus Riyanta menuturkan, radikalisasi terjadi sangat masif di Nusantara, bahkan sudah terjadi pada orang yang memiliki tingkat ekonomi dan pendidikan tinggi.
Radikalisasi, tutur Stanislaus, dilakukan mulai pendidikan pra-sekolah sampai ranah perguruan tinggi. Paling banyak menjadi sasaran ialah kalangan generasi muda. Tujuan dari kelompok-kelompok dengan paham radikal tersebut adalah untuk mewujudkan negara khilafah.
Penyebarannya ditengarai terjadi dengan sangat cepat karena dipengaruhi pula oleh kemajuan teknologi internet. Beberapa pelaku teror lone wolf yang terpapar paham radikal karena membaca konten-konten melalui dunia internet yang cukup bebas diakses siapapun.
Meski banyak dinilai baik, namun kenyataannya paham khilafah ini sangat tak bersesuaian dengan empat pilar negara Indonesia. Selain itu, jika khilafah dianut sebagai sistem pemerintahan, bagaimana dengan masyarakat yang memiliki agama yang berbeda, mau dibawa kemana mereka coba? Padahal seperti yang kita tahu, Indonesia adalah negara yang kaya akan kultur. Beragam perbedaan antara sisi agama, kebudayaan, adat istiadat dan lainnya mampu membaur dengan baik melalui Pancasila yang telah berlangsung sedemikian lama. Sehingga jika ada yang ingin menggantikannya berarti ingin melawan pemerintahan dan memecah belah persatuan dan kesatuan. Hal ini tentunya bisa dikategorikan sebagai musuh bangsa bukan?
)* Penulis adalah pengamat sosial politik