Mewaspadai Pengaruh Khilafah dan Radikalisme
Oleh : Muhammad Zaki )*
Konsep khilafah dan radikalisme merupakan dua hal yang mengkhawatirkan. Sejumlah pihak menilai pendirian khilafah dan radikalisme mengancam Pancasila dan keutuhan Indonesia. Maka dari itu kita perlu memelihara kewaspadaan terhadap ide pendirian khilafah dan radikalisme.
Penyebaran paham khilafah maupun radikalisme masih terus dilakukan, meskipun dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Saat ini, tunas-tunas baru pendukung khilafah dan radikalisme telah tumbuh subur di era keterbukaan informasi. Kendati sejarah Islam pernah mengalami fase kekhalifahan, namun faktanya saat ini tidak ada negara Islam pun yang menggunakan konsep khilafah.
Padahal seperti yang kita tahu, Indonesia adalah negara multikultur, yang mempunyai ideologi Pancasila yang ke-lima silanya telah mampu mencakup dan mengayomi seluruh keberagaman di Nusantara sendiri. Sudah banyak pihak menyatakan Pancasila adalah ideologi paling ideal dan tak bisa digantikan. Jika para ormas pengusung paham khilafah nekad, ini artinya mereka melawan pemerintahan. Termasuk mendiskriminasikan agama lain yang memiliki ajaran yang berbeda pula.
Menurut literatur, banyak pula disebutkan adanya pemerintahan yang menganut sistem khilafah, dulu pada zaman kenabian. Namun hal ini tidak pernah terjadi, bahkan di Arab Saudi sekalipun. Dalam dunia modern, konsep khilafah hanya didirikan oleh kelompok teroris ISIS yang sangat diskriminatif terhadap kalangan non-muslim. Padahal umat Islam di Indonesia selalu bersatu dengan umat agama lain demi mempertahankan Kota dari serangan para musuh. Jika seperti ini, paham khilafah yang manakah yang digadang-gadang dan dielu-elukan jika harus menyingkirkan umat lainnya?
Sebelumnya, HTI dikenal sebagai ormas pengusung paham khilafah yang getol menyuarakan agar sistem ini diberlakukan di Indonesia. Kiprahnya cukup moncer kala itu, namun makin kesini paham yang mereka bawa terkesan abu-abu dan tak bersesuaian dengan ajaran sebenarnya. Sehingga langkah tepat pemerintah ialah membubarkan ormas ini.
Meski telah dibubarkan, faktanya paham ini begitu melekat erat pada mantan-mantan anggota ormas tersebut. Hingga kini penyebarannya masih dinilai mengkhawatirkan. Bahkan, sasarannyapun berpindah menjadi kalangan muda. Jiwa muda yang cenderung mengedepankan emosi rentan dengan penyusupan paham khilafah ini. Apalagi jika eksistensi dan kehausan akan jiwa heroisme yang besar, bukan tak mungkin membuat para generasi muda ini gampang terpapar paham menyimpang.
Sebelumnya, Anggota Komisi VI DPR RI yang juga Ketua Umum GP (Generasi Pemuda) Ansor, H Yaqut Cholis Qoumas meminta agar para generasi muda Indonesia, khususnya anggota GP Ansor untuk membersihkan propaganda khilafah yang dilakukan pihak-pihak yang ingin mendirikan negara sendiri. Upaya tersebut merupakan aksi nyata dalam melawan propaganda radikalisme dan terorisme guna menyelamatkan NKRI dari ancaman perpecahan.
Lebih luasnya, Yaqut Cholis Qoumas siap untuk mengerahkan anggotanya guna melindungi NKRI. Ia juga meminta seluruh ‘pasukan’-nya untuk bisa terlibat aktif dalam upaya menjaga NKRI dari ancaman radikalisme dan juga terorisme.
Ia juga mengingatkan barisannya terkait bahaya kelompok radikal yang tidak segan mengkafir-kafirkan orang lain. Pihaknya menambahkan, kita yang salat tiap hari, ngaji dan menjalankan perintah Islam lainnya, dianggap kafir oleh mereka hanya karena kita berbeda. Ia juga mengaku heran dengan hal ini, “Nabi Nuh saja anak istrinya kafir, tapi beliau tidak pernah mengkafir-kafirkan mereka. Jadi, Takfiri (adalah sebutan bagi seorang Muslim yang menuduh Muslim lainya sebagai kafir dan murtad) ini mencontoh nabi siapa?” imbuhnya.
Sementara itu Mayjen TNI Abdul Rahman Kadir selaku Deputi I bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi BNPT, menyambut baik langkah proaktif GP Ansor untuk membantu pemerintah melindungi keutuhan NKRI. Sikap proaktif ini tentunya harus ditingkatkan karena deteksi dini oleh masyarakat sangat penting dalam menjalankan pencegahan terhadap terorisme.
Menurutnya, saat ini ancaman terorisme semakin nyata terlihat dan mengkhawatirkan. Yakni dengan keberadaan kelompok militan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Ia menilai propaganda dan cara-cara ISIS dalam merekrut anggota dirasa sangat meresahkan. Terlebih sasaran mereka adalah kalangan generasi muda yang terkenal tingkat kelabilannya.
ISIS kini telah menjadi kekuatan terorisme global yang lebih berbahaya dari Al Qaeda. Selain aksi brutal, ISIS dikenal sangat ekstrim karena kemampuan dalam menjaring pejuang asing. Yang patut diwaspadai juga ialah pengaruh mereka yang dapat menginspirasi siapapun untuk melakukan aksi-aksi teror.
Yang paling menonjol, mereka menggunakan kecanggihan dunia digital. Sehingga banyak pihak termasuk pemerintah mewanti-wanti untuk terus waspada dan berhati-hati. Karena penyebaran akan paham yang menyimpang ini terus mengintai. Siapapun dapat terpapar dan berujung menjadi pelaku terorisme. Baik tua muda, wanita hingga anak-anak. Cek sekitar, laporkan jika ada yang mencurigakan. Mari perkuat persatuan dan kesatuan agar tak ada satu celah kecilpun untuk para musuh datang menyerang.
)* Penulis adalah pengamat sosial politik