Mewaspadai Penyebaran Radikalisme di Dunia Maya
Oleh : Raavi Ramadhan )*
Kaum radikal menyebarkan pengaruhnya tak hanya di dunia nyata tapi juga di dunia maya. Jika dulu mereka meneror dengan ancaman bom dan granat, namun sekarang senjatanya berupa berita hoax. Semua itu memiliki tujuan sama, untuk mencerai-beraikan persatuan Indonesia dan mengganti azas pancasila.
Dunia berada dalam genggaman. Istilah itu muncul karena kita bisa melakukan apa saja dengan gawai, untuk belanja, memesan makanan, bahkan membaca berita dari belahan dunia lain. Sayangnya tidak semua artikel di internet bisa dipercaya, karena semua orang bisa membuat blog dan website, bukan? Apalagi tidak ada badan sensornya, jadi bisa-bisa sebuah berita yang menghebohkan dunia ternyata hanya hoax.
Kemudahan untuk membuat media online dan tingginya minat masyarakat akan internet, dimanfaatkan dengan baik oleh kaum radikal. Mereka meninggalkan cara lama dengan mengancam pengeboman di tempat umum, karena lebih beresiko tinggi. Namun sekarang kaum radikal mengepakkan sayap di dunia maya dengan membuat berbagai situs yang memuat berita hoax dan ujaran kebencian. Bahkan jumlahnya bisa sampai ratusan.
Berbagai berita palsu yang memojokkan pemerintah diproduksi oleh mereka, dan bisa tersebar sampai ke grup WA. Jadi, orang awam yang baru punya smartphone bisa juga membacanya. Hoax ini ada berbagai macam namun tujuannya sama, untuk memaki-maki pemerintah yang dianggap kurang becus dalam mengurus negara. Jadi makin banyak orang yang terpengaruh dan juga akan setuju dengan pemikiran mereka untuk membuat sebuah negara tanpa azas pancasila dan bhinneka tunggal ika.
Salah satu berita hoax yang muncul adalah ketika ada kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di semua kota, yang bertujuan agar mengurangi penyebaran virus covid-19. Ketika ada seorang penceramah senior yang tertangkap sedang mengendarai mobil dan melanggar PSBB, maka dibuatlah narasi berita di media online tentang kriminalisasi terhadap penceramah. Artikel itu sudah jelas dibuat oleh kaum radikal. Padahal bukan itu maksud penangkapannya. Siapapun yang melanggar aturan PSBB harus ditindak tegas, tidak peduli dia seorang rakyat biasa maupun seorang yang terkenal.
Begitu juga ketika ada narapidana yang dibebaskan dan kebetulan dia juga seorang penceramah. Dulu ia ditangkap karena kasus kekerasan terhadap anak di bawah umur, dan sekarang bisa keluar dari bui sejak ada program asimilasi. Namun sayangnya banyak orang yang bingung karena beberapa saat kemudian ia ditangkap lagi. Mereka mengecam dan menganggap pemerintah bermain-main dengan seorang penceramah.
Ada sebab tentu ada akibat. Alasan penceramah itu ditangkap lagi bukan sebuah prank, melainkan karena ia berorasi lagi tentang hal yang memecah belah kerukunan di Indonesia. Lagipula acaranya dipenuhi oleh banyak orang, sehingga melanggar aturan PSBB. Kondisi ini yang di-blow up oleh media daring milik kaum radikal dan akhirnya dibuatlah berita seolah-olah pemerintah selalu bertentangan dengan para penceramah.
Berita hoax lain yang dibuat oleh kaum radikal adalah ketika masjid ditutup dan bahkan tidak boleh menyelenggarakan jumatan. Mereka menggugat mengapa kemerdekaan untuk beribadah dirampas oleh pemerintah. Lantas hal ini dihubung-hubungkan dengan pemerintah yang dianggap tidak pro dengan penceramah, tidak mendukung rakyatnya untuk berdoa, dan lain-lain
Ketika tempat ibadah ditutup tentu dilakukan untuk mencegah penularan penyakit corona. Keramaian yang ada di sana tentu berpotensi untuk membuat banyak orang terjangkiti oleh virus covid-19. Jadi memang ada alasan yang kuat untuk menutupnya, bukan sekadar melarang tanpa sebab. Lagipula para ulama juga membperbolehkan untuk salat dhuhur saja ketika hari jumat dan boleh tidak jumatan di masjid, karena masih dalam masa pandemi yang berbahaya.
Kaum radikal terus mengadu antara rakyat dengan pemerintah dan mereka beroperasi di dunia maya untuk mencapai tujuannya. Orang-orang yang ingin membentuk negara tanpa azas pancasila ini membuat berita hoax dan disebarkan, agar banyak yang percaya bahwa pemerintah itu zalim. Padahal kenyataannya sebaliknya. Jangan terlalu mudah percaya jika ada berita di media online apalagi jika tersebar ke grup WA, karena bisa jadi itu hoax.
)* Penulis adalah mahasiswa Universitas Pakuan Bogor