Mewaspadai Penyebaran Radikalisme Melalui Dunia Maya
Oleh : Dwi Kusnandar )*
Penyebaran radikalisme melalui dunia maya menjadi fenomena global yang harus dihadapi bersama. Semua pihak diharapkan mampu meningkatkan kewaspadaan mengingat radikalisme mengancam ideologi negara dan dapat memicu disintegrasi bangsa.
Tanpa disadari keasyikan berselancar di dunia maya banyak membuat penggunanya lengah. Jejaring sosial yang menawarkan beragam kemudahan, kesenangan hingga dunia hiburan bisa dinikmati secara leluasa. Namun, sayangnya kebebasan mengakses kemudahan inilah yang dimanfaatkan oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab.
Kaum radikalis yang pandai bermain IT tentunya tak bakalan kesulitan meretas aneka informasi yang bersifat pribadi. Mereka bebas berkeliaran mencari mangsa untuk direkrut sebagai anggotanya. Melalui konten-konten yang persuasif, oknum radikalis mampu menggaet calon anggotanya dengan lebih mudah. Bahkan, propaganda-propaganda yang digulirkan terasa lebih ngeri.
Isinya-pun lebih kepada memprovokasi para pengguna. Apalagi warganet yang terkadang minim pemahaman, bakalan lebih mudah terpengaruh oleh apa yang mereka katakan. Terlebih jika di embel-embeli agama. Dijamin, banyak yang akan masuk kedalam jebakannya. Beda lagi Jika pengguna terbiasa mengakses berita-berita rasional seperti dakwah moderat yang bisa dipertanggungjawabkan. Sehingga tak akan mudah tergoda dan dapat mengelak dengan bujuk rayu kaum radikalis.
Bahkan, Mantan Kapolri Tito Karnavian menyatakan jika para pelaku teror yang telah melaksanakan aksinya di Sumatera Utara, mendapatkan edukasi terkait paham radikal melalui jejaring sosial.
Demi mengantisipasi akan hal ini, kementerian Komunikasi dan Informatika tengah memantau hingga 200 situs di Internet yang dinilai memiliki muatan negatif. Di tahun 2015 lalu, ada sekitar 22 situs yang ditengarai telah menyebarkan radikalisme. Namun, telah diblokir oleh pihak pemerintah. Karena telah memiliki kewenangan pemblokiran tidak membutuhkan prosedur yang betele-tele.
Sebagaimana yang kita tahu, Gerakan radikal seringkali melakukan sejumlah rekrutmen melalui berbagai akun media sosial. Sasaran utama mereka ialah anak muda dan kaum milenial. Yang mana Masih memiliki kelabilan emosi sehingga lebih mudah untuk dipengaruhi. Hal ini makin diperparah dengan kondisi keagamaan mereka yang hanya sepertiga saja. Karena mereka juga ngaji secara online. Belum lagi jika ngajinya ini “melenceng”. Bukankah hal ini bisa berakibat fatal?
Mantan teroris Bom Bali yang terkenal, Umar Patek mengharap, agar generasi muda tidak mengikuti jejaknya. Pihaknya juga menekankan agar tidak mudah terhasut dan terjerat oleh berbagai janji surga yang lebih gampang. Dirinya juga menuturkan jika kini radikalisme lebih banyak bermain di dunia internet. Tak seperti dulu yang harus bertatap muka terlebih dahulu. Namun, ia mengungkapkan bahwa pemerintah beserta kementerian komunikasi dan informasi melakukan pengawasan yang sangat ketat untuk meringkus pelaku penyebaran radikalisme.
Yang paling dikawatirkan ialah, adanya doktrin-doktrin tentang istisyhad atau yang populer dengan bom bunuh diri. Dengan melakukan bom bunuh diri maka mereka akan dianggap mati syahid. Dan bakalan masuk surga nantinya. Ternyata, aksi Bom bunuh diri ini merupakan anutan dari paham syiah bathiniyah yang memiliki arti menebus surga dengan mengorbankan diri pada sebuah operasi pembunuhan.
Doktrin semacam ini jika sampai tersebar luas melalui dunia Maya akan sangat berbahaya. Taruhannya ialah persatuan dan kesatuan yang nantinya bakal memporak-porandakan toleransi yang telah tercipta. Kecenderungan lain akan mudahnya terpapar radikalisme ini umumnya berlatar belakang dari kondisi ekonomi serta lingkunhan keluarga yang minim komunikasi.
Tak pelak timbul keinginan untuk mencari sejumlah pencerahan ditempat lain, seperti internet. Yang justru mendorong mereka ke dalam dunia radikalis yang mengerikan. Lebih-lebih, jika mereka ini anti Pancasila. Tentu bak gayung bersambut, pelaku radikalisme tentu sangat menyukai hal ini. Parahnya lagi, jika kemudian mereka melakoni tindakan ekstrimisme. Yang mengganggap orang lain perlu dibinasakan jika tak sejalan dengan mereka.
Maka dari itu, pentingnya pemahaman terkait bahaya radikalisme ini perlu digencarkan. termasuk menyebarkan konten-,konten yang mendidik dan positif. Jika penyebarluasan paham radikal bisa ditekan bukan tak mungkin angka kejahatan dapat diturunkan secara drastis. Yang mana nantinya bakal berimbas pada kondisi keamanan yang stabil. Jadi, masihkah mau jadi budak radikalisme yang terselubung oleh embel-embel agama? Merugikan dan menyengsarakan keluarga hingga negara Atau menjadi manusia yang bertoleransi tinggi dan menjaga persatuan dengan lebih bijak menyaring segala informasi yang ada.
)* Penulis adalah kontributor Milenial Muslim Bersatu