Negara Tidak Boleh Kalah Hadapi Terorisme
Oleh : Ahmad Harimurti )*
Dalam waktu yang berdekatan, Indonesia diguncang 2 kejadian yang berkaitan dengan terorisme. Pengeboman dan penyerangan yang dilakukan oleh kelompok teroris membuat masyarakat tersentak. Namun negara tidak pernah mau kalah dalam menghadapinya. Sekecil apapun serangan teroris, wajib dilumpuhkan dan dibinasakan.
Terorisme adalah paham yang berbahaya, karena berakar dari radikalisme. Kelompok teroris merasa dirinya yang paling benar, sehingga melakukan berbagai cara, termasuk cara ekstrim. Tujuannya agar mereka mendapatkan apa yang dimau dan menyerang ‘musuh’ dengan pengeboman, penembakan, penusukan, dll. Di Indonesia, terorisme ditangani oleh BNPT dan Densus 88.
Masalahnya, yang dianggap musuh oleh kelompok teroris adalah aparat yang sejatinya bertugas untuk menjaga kedaulatan negara. Sehingga pelaku terorisme wajib diberantas, karena pemikiran mereka yang keliru. Para pelaku terorisme sudah dicuci otaknya sehingga berkeyakinan bahwa pemerintah yang salah dan mereka yang benar. Karena ngotot mendirikan negara khilafiyah.
Seperti pada peristiwa pengeboman di sebuah rumah ibadah di Makassar. Teroris berkeyakinan bahwa itu benar karena menyerang musuh. Padahal di Indonesia, kita harus saling menghormati antar umat dan tidak boleh menyerang begitu saja. Pengantin bom tewas dengan tragis dan mereka tidak bisa dikatakan mati syahid, karena melakukan bom bunuh diri.
Belum hilang rasa cemas masyarakat pasca peristiwa di Makassar, ada kericuhan lagi di Mabes Polri. Ada wanita berbaju hitam nekat menyelinap lewat pintu belakang lalu menyerang Mabes dengan membabi-buta. Ia akhirnya dilumpuhkan dan tewas di TKP. Masih belum jelas dari mana wanita itu mendapatkan pistol, karena harganya mahal dan izinnya susah.
Dari kedua kejadian ini, masyarakat diminta untuk tidak panik. Negara kita tidak bisa kalah oleh terorisme. Ancaman-ancaman mereka mulai dari pengeboman hingga penembakan merupakan sebuah manuver. Akan tetapi kepolisian dan Densus 88 antiteror tentu memasang strategi agar anggota teroris lain segera ditangkap.
Pelaku penembakan dan pengeboman sudah fix teroris, dari penyelidikan TKP dan lain-lain. dugaan sementara, penembakan dilakukan karena kelompok teroris marah setelah ada penangkapan anggotanya di beberapa tempat. Penangkapan ini menunjukkan bahwa pemerintah serius dalam memberantas terorisme di Indonesia, karena mereka sudah melakukan kejahatan yang tak terampuni.
Negara tak boleh kalah dari terorisme dan ingin memberantas kelompok mereka. Namun apakah masih terus-terusan menggunakan cara penangkapan? Jika ditilik, pasca penangkapan malah ada serangan balasan. Sehingga sebaiknya cara ini diperbaiki, agar mereka tertangkap tetapi tak ada peristiwa berdarah di kemudian hari.
Cara pertama adalah dengan memblokir dana bagi rekening teroris. Tentunya dengan bekerja sama dengan pihak Bank dan lembaga lain yang berkaitan. Sehingga rekening yang terlibat aksi terorisme bisa langsung diblokir. Saat tidak ada uang, maka mereka tak bisa membeli zat kimia untuk membuat bom atau mendapatkan senjata api dari pasar gelap.
Cara lain adalah dengan memblokir media yang digunakan oleh kelompok teroris. Saat ini, mereka sudah mengikuti zaman dengan memiliki akun media sosial seperti Twitter, Telegram, dan Instagram. Jika ada akun yang diurigai terorisme, maka polisi siber akan menyelidikinya lalu meminta pihak perusahaan media sosial untuk membekukan akunnya. Mereka jadi kehilangan ‘panggung’ untuk menyebarkan paham radikalisme.
Kelompok teroris yang sudah mendekam di penjara juga melakukan program deradikalisasi untuk mengembalikan rasa nasionalisme mereka. Juga berjanji untuk setia pada negara dan mengakui pancasila, dan menandatanganinya dalam sebuah surat pernyataan. Baru mereka bisa dibebaskan ketika masa penahanannya habis,
Memberantas terorisme menjadi PR pemerintah tahun ini. Akan tetapi, negara tidak boleh kalah menghadapi terorisme. Paham ini wajib diberantas, dan kelompok teroris jangan senang dulu karena melakukan penyerangan dalam waktu yang berdekatan. Mereka akan dikejar dan dibinasakan, tujuannya agar tercipta perdamaian di Indonesia.
)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute