OPM Menyengsarakan Rakyat Papua dan Papua Barat
Oleh : Sabby Kossay )*
Organisasi Papua Merdeka (OPM) terindikasi terus menyebarkan ideologi separatis guna memisahkan diri dari Indonesia. Padahal OPM selalu menyengsarakan masyarakat Papua dan Papua Barat karena menghambat Pembangunan. Pemerintah dan masyarakat harus tegas dalam memberantas OPM agar kesejahteraan rakyat dapat terwujud.
Berbicara mengenai wilayah Paling ujung timur Indonesia selalu memberikan kesan tersendiri. Kermahtamahan warga serta perilaku yang masih menjunjung tinggi adat kebudayaan perlu diacungi jempol. Apalagi, Bumi Cendrawasih ini terkenal akan kekayaan alamnya yang sangat melimpah. Hal ini pulalah yang kemungkinan membuat pihak luar menginginkan hak atas kepemilikan wilayah Papua.
Bukan tak mungkin kiprah OPM yang gencar menyuarakan kemerdekaan atas nama Papua memiliki tujuan lain. OPM yang populer atas sikap frontal dan tergolong keji terhadap rakyat Papua membuat masyarakatnya enggan merespon segala yang dilakukan. Terlebih, OPM ini akrab dengan kekerasan serta perilaku menyimpang terhadap pihak-pihak yang tak menyetujui kemerdekaan Papua. Sehingga rakyat Papua bertanya-tanya demi siapakah OPM ini berjuang?
Mengulik fakta sejarah memang selalu menarik untuk dilakukan. Kurang apalagi? Indonesia telah mengantongi sejumlah pengakuan baik yang bersifat nasional hingga Internasional berhak atas wilayah Papua bersamanya. Hal ini juga tertuang dalam berbagai perjanjian yang menguatkan posisi Papua di Nusantara, secara de facto dan de Jure. Ditambah lagi pernyataan rakyat Papua sendiri yang mengaku mereka telah merdeka bersama RI. Bukankah hal ini sudah merupakan kekalahan telak bagi OPM?
Keinginan Masyarakat Papua untuk hidup damai sebagai bagian NKRI terlihat saat Minggu 1 Desember 2019 lalu tepat ulang tahun Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang ke 54, Namun, warga Papua lebih memilih beribadah di gereja. Mereka melakukan penolakan untuk berkumpul mengikuti ajakan kelompok kriminal bersenjata (KKB) yang menimbulkan kerusuhan seperti tahun-tahun sebelumnya. Sehingga suasana Papua pun tampak aman dan damai.
Menyikapi situasi tersebut, analis konflik dan terorisme Alto Luger menyatakan bahwa euforia 1 Desember tahun ini, sangat berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Alasannya ialah masyarakat di sana telah menganggap OPM dan kelompok-kelompok pro kemerdekaan Papua Barat lainnya yang bertanggung jawab atas kerusuhan dan pertumpahan darah di Wamena beberapa waktu lalu. Yang mana sebelumnya OPM ini dianggap sebagai organisasi untuk memperjuangkan kepentingan orang Papua, malah menimbulkan kerugian bagi orang Papua sendiri.
Selain itu, ulang tahun OPM yang terabaikan tersebut merupakan hasil dari sejumlah pendekatan yang diterapkan pemerintah untuk Papua. Pemerintahan Jokowi dinilai lebih mengedepankan operasi intelijen. Jokowi juga meninggalkan sistem operasi militer yang condong ke arah represif serta berpotensi menimbulkan ‘collateral damage’ dari rakyat sipil di wilayah Papua, yang secara tidak langsung memberikan kerugian bagi pemerintah Indonesia.
Alto pun turut mengapresiasi pendekatan yang dilakukan oleh pemerintahan Jokowi saat ini terhadap Papua. Menurutnya, upaya pemerintah yang lebih melakukan pendekatan humanis, dengan sendirinya mampu meningkatkan rasa cinta tanah air orang Papua terhadap Indonesia sendiri.
Dua kondisi inilah yang akhirnya memberi kontribusi terhadap berkurangnya simpati orang di Papua terhadap OPM, yang turut menyebabkan perayaan tanggal 1 desember menjadi tidak relevan lagi.
Alto menyatakan jika sebenarnya kecintaan orang Papua akan Indonesia itu cukuplah tinggi. Bahkan hal tersebut tercermin dalam UU Otsus Papua. Di mana definisi orang asli Papua, salah satunya ialah orang pendatang yang telah diangkat sebagai orang Papua oleh tokoh-tokoh atau kepala suku di wilayah Papua.
Lebih lanjut Alto mengatakan, strategi yang dilancarkan pemerintah untuk melawan kelompok separatis di Papua itu telah tepat. Bahkan katanya, pemerintah akan melaksanakan klasifikasi ancaman. Ancaman terhadap kelompok kriminal bersenjata yang melakukan teror dan kekerasan di Papua akan dihadapi juga dengan cara-cara yang tegas serta proporsional.
Ditambah lagi, apa yang dilakukan oleh pemerintah di Papua juga akan mempengaruhi upaya penguatan diplomasi di tingkat Internasional. Negara-negara yang sebelumnya memberikan ruang gerak bagi kelompok separatis Papua untuk tetap eksis, pastinya perlahan akan melihat bahwa apa yang kelompok separatis ini suarakan menjadi tidak relevan lagi.
Kemerdekaan yang sesungguhnya berakar dari rasa aman, nyaman dan damai yang mampu didapatkan oleh seluruh warga negara, termasuk Papua. Bagi mereka tak ada yang lebih diinginkan selain menjalani kehidupan dengan tenang tanpa gangguan pihak manapun, termasuk kelompok separatis, OPM. Jika rakyat Papua saja sudah menyatakan kemerdekaannya dengan tetap bersama NKRI, OPM bisa apa?
)* Penulis adalah mahasiwa Papua tingga di Jakarta