Pakar Hukum UGM Nilai Perppu Ciptaker Mampu Atasi Krisis Global Indonesia
Oleh : Alula Khairunisa )*
Pembentukan Perppu Cipta Kerja dinilai sangat mampu untuk mengantisipasi sekaligus mengatasi dan menjawab tantangan akan adanya banya kegentingan dan ketidakpastian dunia, termasuk adanya krisis global yang tidak bisa dipungkiri akan berdampak bagi Indonesia.
Terus dihadapkan pada bayang-bayang adanya berbagai macam risiko seperti ketidakpastian global hingga kondisi perekonomian nasional, membuat Pemerintah Republik Indonesia (RI) terus melakukan upaya untuk menyiapkan serangkaian strategi melalui bauran kebijakan fiskal dan juga moneter yang jauh lebih responsif.
Salah satu dari rangkaian strategi responsif tersebut adalah dengan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker). Tujuan dari penerbitan kebijakan tersebut adalah untuk lebih mendorong konsumsi rumah tangga, investasi domestik hingga memperluas penciptaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat.
Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa dengan adanya kondisi kegentingan yang memang mengharuskan pemerintah untuk segera mengambil tindakan yang cepat dan tepat tersebut, maka membuat para akademisi dan ahli terus mendorong kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) untuk bisa dapat segera menyetujui Perppu Cipta Kerja dan menetapkannya dengan UU Penetapan Perppu Cipta Kerja menjadi UU sebagaimana telah tertuang dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Tentunya dengan adanya pengesahan yang dilakukan oleh DPR RI, maka secara otomatis juga akan semakin menguatkan aspek adanya kepastian hukum atas Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja tersebut, yang mana di dalamnya telah mengatur berbagai macam hal seperti kebijakan aformatif untuk UMKM, adanya kemudahan perizinan berusaha, pelaksanaan investasi melalui Lembaga Pengelola Investasi (LI), keberlanjutan Proyek Strategis Nasional (PSN) dan juga mengenai aspek ketenagakerjaan.
Bukan hanya itu, namun Pemerintah RI sendiri juga terus melaksanakan konsultasi publik atas RUU Penetapan Perppu Cipta Kerja agar bisa menjadi UU bagkan ke berbagai pihak dengan penerapan partisipasi yang bermakna (meaningful participation), sehingga jelas sekali bahwa proses penetapan Perppu Cipta Kerja untuk didorong menjadi UU telah melibatkan publik di dalamnya.
Tatkala menyelenggarakan meaningful participation melalui banyak konsultasi publik, pemerintah pun menyampaikan terima kasih atas masukan dan dukungan dari para akademisi dan ahli, serta mencatat seluruh masukan dan menjadi perhatian dalam pelaksanaan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja termasuk dalam proses pembahasan RUU Penetapan Perppu Cipta Kerja menjadi UU di DPR RI.
Sementara itu, Guru Besar Bisnis Hukum UGM, Prof. Nindyo Pramono dalam sebuah wawancara di Stasiun Televisi menjelaskan bahwa memang pembentukan Perppu Cipta Kerja yang dilakukan oleh Presiden Jokowi tidak bisa dilepaskan dari keadaan kegentingan yang memaksa dan terjadi di Indonesia. Beberapa diantaranya adalah adanya krisis dan kekosongan hukum.
Sehingga memang dengan adanya Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Ciptaker ini mampu mengisi kekosongan hukum yang sebelumnya terjadi lantaran UU Cipta Kerja dianggap inkonstitusional bersyarat dalam Putusan MK. Lebih lanjut, menurutnya stagflasi dan krisis global sendiri memang sudah dirasakan di Tanah Air.
Maka dari itu, pemerintah langsung berupaya untuk melakukan antisipasi agar tidak terlalu terjadi kondisi yang semakin memburuk, dan krisis beberapa tahun silam tidak terulang kembali di Indonesia, tatkala pada masa itu terjadi krisis terlebih dahulu baru hendak dibuat aturan yang memuatnya.
Selain itu, Prof. Nindyo juga berpendapat bahwa pembentukan Perppu Cipta Kerja ini sama sekali bukanlah hal yang terburu-buru dilakukan oleh pemerintah karena tujuannya adalah melakukan upaya antisipasi akan ketidakpastian global. Jika misalnya segala aturan tersebut dibuat dengan metode perundang-undangan yang konvensional, maka justru akan memakan waktu yang sangat lama, sedangkan kondisi krisis global sudah di depan mata.
Maka dari itu, pemerintah langsung menggunakan metode Omnibus Law untuk bisa mengantisipasi seluruh kegentingan yang sangat mengancam tersebut dan seluruhnya merupakan murni diskresi dari Presiden Joko Widodo.
Lebih lanjut, Guru Besar Bisnis Hukum UGM itu menegaskan bahwa dengan adanya UU Ciptaker saja sebenarnya sudah sangat menghasilkan iklim investasi yang mengarah kepada pertumbuhan positif bagi Indonesia. Namun sayangkan hal tersebut harus dibatalkan oleh MK lantaran masalah formal prosedural meski sebenarnya mengenai substansi sama sekali tidak ada masalah di dalamnya.
Tentunya pemerintah melalui banyak perhitungan kemudian menggunakan langkah yang snagat strategis, dengan kebijakan yang cepat serta tepat untuk bisa sesegera mungkin mampu mengantisipasi seluruh tantangan global yang memang sangat mengancam Tanah Air, yakni dengan dibentuknya Perppu Cipta Kerja yang mampu mengatasi seluruh kegentingan tersebut.
)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute