Pakar Terorisme: Kolaborasi BNPT, Kemendag, dan Kemendikbud Mampu Cegah Radikalisme
Jakarta – Pengamat intelijen dan terorisme Stanislaus Riyanta mengatakan, kolaborasi antara pemerintah, yaitu Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian Pendidikan, dan organisasi keagamaan diperlukan untuk menangkal radikalisme.
“Kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat ini penting,” kata Stanislaus dalam live dialog di Radio Republik Indonesia (RRI) Pro 3, Senin (20 Juni 2022).
Menurut dia, BNPT sebagai stakeholder utama harus membuat panduan terlebih dahulu. Panduan ini berisi model kolaborasi untuk pencegahan terorisme. Setelah panduan tersebut dibuat, nantinya bisa diterapkan oleh masing-masing stakeholder.
“Kemenag melakukan apa, masyarakat melakukan apa, gimana kolaborasinya, ini yang harus dibuat modelnya. Sehingga jika sudah ada modelnya, lalu ada kesepkatan bersama. Misalnya gerakan bersama pemberantasan terorsime, baru bisa digerakkan bersama. Tapi kalau belum disepakati terorisme itu apa, masih debat, akan sulit kolaborasi itu muncul,” ujarnya.
Stanislaus mengingatkan bahwa radikalisasi harus dilawan dengan masyarakat. “Karena radikalisasi terjadi di masyarakat, maka kekuatan terbesar adalah masyarakat untuk melawannya,” paparnya.
Ia menambahkan, saat ini yang perlu dilakukan untuk mencegah radikalisme adalah menyiapkan masyarakat untuk membentengi diri agar dapat mengenali ideologi Pancasila. Jika masyarakat sudah memahami ideologi bangsa adalah Pancasila, maka tidak terpengaruh ideologi di luar Pancasila.
Selain itu, penapisan konten berbau radikal harus dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika. “Fungsi dari Kominfo itu
harus melakukan penapisan supaya ada algoritma agar ketika ada konten yang mengarah kepada paham radikal bisa ditangkis dan tidak sampai ke masyarakat,” kata dia.
Stanislaus melanjutkan, pemerintah harus merangkul ormas besar seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Keduanya diajak bekerjsama dan dikuatkan lagi untuk turun ke masyarakat.
“Sehingga masyarakat lebih dapat dirangkul. Contoh seperti khilafatul muslimin. Pimpinannya ditangkap, ini benar. Lalu masyarakatnya yang terpapar seperti apa? karena mereka korban propaganda. Ketika pimpinan itu ditangkap, maka pemerintah mengajak NU dan Muhamamadiyah untuk merangkul masyarakat yang menjadi korban. Ditunjukkan, iniloh yang benar sehingga masyarakat tidak bimbang,” kata Stanislaus.