Pemerhati Papua: Dulu Lukas Enembe Kampanye Dukung Pemekaran, Sekarang Menolak
Sikap Gubernur Papua Lukas Enembe yang menolak rencana pemekaran Provinsi Papua menuai kritik dan kecaman dari tokoh masyarakat Papua. Sikapnya dinilai merendahkan hasil kepemimpinannya sendiri sebagai gubernur serta menganggap sumber daya manusia (SDM) Papua tidak mampu mengelola wilayah pemekaran.
Salah satu kritikan datang dari pemerhati masalah Papua Agus Kosek. Ia mengatakan, masyarakat Papua menganggap Lukas tak konsisten. Pasalnya, Lukas merupakan salah satu pendukung gagasan pemekaran yang mengajukan skema pemekaran tujuh provinsi di Papua.
“Pernyataan sekaligus alasan Lukas Enembe menolak daerah otonomi baru (DOB) hanya karena merasa bahwa orang asli Papua (OAP) tidak memiliki kapabilitas dan kapasitas dalam mengelola provinsi baru, seperti menampar wajahnya sendiri,” ujar Agus dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Sabtu (4/6/2022).
Agus menambahkan, pada masa kepemimpinannya selama hampir 10 tahun menjadi Gubernur Papua, Lukas dinilai tak mampu mengangkat serta membanggakan masyarakat Papua.
Menurut Agus, sebagai Gubernur Papua, Lukas tak patut mengatakan bahwa rencana pemekaran DOB tidak memberi keuntungan kepada OAP.
“Kemajuan SDM dan kualitas pembangunan di suatu wilayah juga dipengaruhi oleh peran seorang gubernur,” kata Agus.
Agus menilai, Lukas Enembe selama ini membanggakan program besutannya dalam mengembangkan aparatur sipil negara (ASN) di Papua, agar mampu mengelola pembangunan dengan berbagai pelatihan dan pengembangan kompetensi.
“Seharusnya ini bisa menjadi salah satu modal dalam menyambut kebijakan pemekaran DOB Papua nantinya,” terangnya.
Khalayak pun, kata dia, dibuat terkejut oleh sikap Lukas yang dinilai telah berbalik 180 derajat. Pasalnya, pada masa kampanye Pemilihan Gubernur (Pilgub) 2013, Lukas mengangkat isu pemekaran untuk memikat pemilih yang merindukan perubahan di Papua.
Agus menambahkan, sejumlah tokoh senior Papua menilai bahwa kemenangan Lukas dan mendiang Klemen Tinal merupakan hasil kampanye yang mengemukakan isu tentang pemekaran provinsi. Keduanya meraup suara lebih dari 50 persen dari kampanye tersebut.
“Di hadapan ribuan orang yang memadati lapangan Sinapuk, Wamena, dengan suara lantang menyatakan bahwa ia adalah Gubernur Papua terakhir. Pernyataan tersebut secara tak langsung menegaskan bahwa dirinya menyetujui pemekaran Provinsi Papua, di mana salah satunya, yakni Pegunungan Tengah dengan Wamena sebagai ibu kota,” lanjut Agus.
Publikasi media digital merekam pula jejak dukungan Lukas Enembe terhadap pemekaran sebagai cara mengakselerasi pembangunan Papua. Salah satunya dimuat dalam siaran pers yang diberitakan oleh sejumlah media massa pada 15 September 2019 yang mengusulkan gagasan pemekaran wilayah Papua.
Sebagaimana diberitakan Bumipapua.com yang selanjutnya dipublikasikan kumparan.com, Lukas Enembe saat itu memberikan saran kepada pemerintah untuk memekarkan Papua menjadi tujuh provinsi.
Pemekaran tujuh provinsi tersebut, menurut Lukas, disesuaikan dengan tujuh wilayah adat yang tersebar di Papua dan Papua Barat.
Ketujuh wilayah adat yang dimaksud adalah lima wilayah adat di Provinsi Papua, yakni Tabi atau Mamta, Saireri, Meepago, Anim HA, dan Lapago. Sementara itu, dua wilayah adat lainnya berada di Papua Barat, yakni Domberai dan Tambrauw.
Dalam catatan Agus, Lukas bahkan sudah gencar menyuarakan pemekaran Papua sejak 2010.
Sebagai bupati yang dipilih menjadi ketua Asosiasi Bupati se-Kawasan Pegunungan Tengah Papua, Lukas saat itu mengajukan pembentukan provinsi baru.
Usulan tersebut untuk menindaklanjuti sikap pemerintah pusat, yang tidak mendengar aspirasi masyarakat untuk menjadikan kawasan Pegunungan Tengah sebagai kawasan infrastruktur untuk membuka isolasi.
Agus mengatakan, kawasan Pegunungan Tengah saat itu menghadapi persoalan serius, salah satunya adalah aksesibilitas transportasi dan kemiskinan.
Mengutip pernyataan Lukas, Agus menyebutkan bahwa sebesar 70 persen dari 1,2 juta penduduk asli Papua di kawasan tersebut masuk dalam kategori penduduk miskin.
Meski saat itu pemerintah pusat memberlakukan moratorium pemekaran wilayah, Lukas yakin pemerintah pusat akan merestui pendirian provinsi baru.
Agus Kosek juga mencatat pernyataan Ketua Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Yorrys Raweyai pada 2018, bahwa pemekaran DOB di Papua merupakan permintaan Gubernur Papua Lukas Enembe bersama seluruh unsur kepada pemerintah Pusat.
Melalui konsep Otsus Plus, Lukas datang dengan semua unsur, meminta pemekaran dan khusus untuk Lapago diminta segera dimekarkan menjadi provinsi percontohan infrastruktur.
“Jika saat ini Lukas Enembe menyatakan menolak pemekaran, maka menjadi sebuah kebingungan jamak karena sebenarnya masih berhadapan dengan gubernur yang sama, tapi muncul dengan sikap dan pemikiran yang berubah,” kata Agus.
Sebelumnya, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Sufmi Dasco Ahmad menyatakan, pihaknya telah menerima Surat Presiden (Surpres) mengenai Rancangan Undang-undang (RUU) tentang pembentukan DOB di Papua. Surpres DOB Papua itu diterima DPR pada Minggu (15/5/2022) dan akan dibawa ke Sidang Paripurna DPR untuk ditindaklanjuti.
Selain itu, DPR juga telah menyepakati tiga RUU terkait pemekaran wilayah di Papua menjadi RUU inisiatif DPR dalam rapat paripurna DPR pada Selasa (12/4/2022),
RUU tersebut adalah RUU tentang Pembentukan Provinsi Papua Selatan, RUU tentang Pembentukan Provinsi Papua Tengah, dan RUU tentang Pembentukan Provinsi Papua Pegunungan Tengah.