Pemerintah Berkomitmen Menuntaskan Dugaan Pelanggaran HAM
Oleh : Aulia Hawa )*
Pemerintah berkomitmen untuk terus menuntaskan dugaan pelanggaran HAM. Salah satu upaya tersebut diimplementasikan dalam Rencana Aksi Nasional HAM 2021-2025.
HAM adalah hak dan kebebasan yang dilindungi secara internasional. HAM juga hak dasar yang menjadi prioritas mutlak, sehingga wajib dimiliki oleh tiap manusia di muka bumi. Oleh karena itu, jika ada pelanggaran HAM bisa menjadi kasus besar, karena ada pelanggaran fatal terhadap hak orang lain.
Pemerintah Indonesia berupaya keras untuk selalu meningkatkan penyelesaian pelanggaran HAM di negeri ini. Penyelesaiannya tidak akan berhenti sama sekali, dan kasus tetap dipecahkan secara bermartabat. Hak sipil, hak politik, hak ekonomi, dan hak sosial-budaya harus terlindungi secara penuh.
Dalam artian, tiap warga negara akan dilindungi hak-haknya oleh negara. Mereka tidak akan khawatir karena pemerintah menjamin kebebasan HAM rakyatnya. Kalau ada kasus HAM yang terjadi, maka akan segera diselesaikan, tak peduli ia kaya atau miskin. Penyebabnya karena tidak ada perbedaan status, dan tiap warga negara bisa menyelesaikan kasus pelanggaran HAM, walau ia hanya rakyat jelata.
Pemerintah menyampaikan Rencana Aksi Nasional HAM (Ranham 2021-2025) dalam Perpres nomor 53 tahun 2021. Dalam rencana aksi tersebut, pemajuan HAM terhadap perempuan, anak, penyandang disabilitas, dan masyarakat adat menjadi konsentrasi.
Pemajuan HAM kepada perempuan patut menjadi konsentrasi pemerintah, karena ada saja kasus dan pelanggaran yang terjadi di negeri ini, dari yang ringan sampai super berat. Misalnya ketika seorang anak perempuan dilarang untuk melanjutkan sekolah oleh bapaknya, ini adalah sebuah pelanggaran HAM. Sebagai orang tua seharusnya ia paham bahwa pendidikan adalah hak semua orang, termasuk perempuan.
Jika ada pelanggaran HAM seperti ini maka bisa melapor ke LSM dan Komnas HAM, lalu bisa diproses lebih lanjut. Pemecahan masalahnya bisa dengan mencarikan beasiswa, jika memang sang orang tua tidak mampu untuk membayar uang sekolah. Pemerintah daerah juga seharusnya melindungi sang anak perempuan, jika orang tuanya masih ngotot untuk melarang.
Pelanggaran HAM terhadap penyandang disabilitas juga masih marak terjadi. Umumnya jika ada anak yang difabel, maka ia malah dijadikan ‘umpan’ oleh orang tua atau pengasuhnya. Dalam artian, disabilitasnya dimanfaatkan untuk mengambil keuntungan, dan ia disuruh meminta-minta di jalanan. Dengan harapan, orang akan kasihan karena melihat kecacatannya lalu memberi banyak uang.
Padahal anak penyandang disabilitas masih memiliki hak untuk hidup dan berkarya, tidak malah dijerumuskan dan memiliki mental pengemis seperti itu. Pemerintah pusat dan daerah berusaha lebih concern, agar anak difabel mendapat fasilitas dan pendidikan yang layak. Meski tinggal di panti asuhan, tetapi tetap diajarkan pelajaran, plus keterampilan sebagai bekal di masa depan.
HAM masyarakat adat juga dilindungi oleh pemerintah, buktinya di daerah yang jauh seperti Papua, orang asli Papua (OAP) diprioritaskan. Hukum adat juga boleh diberlakukan, dengan catatan tidak bertentangan dengan hukum negara. Tanah adat juga dilindungi oleh pemerintah dan tidak boleh ada yang mencaploknya begitu saja.
Perlindungan HAM wajib dilakukan oleh pemerintah karena merupakan hak dasar bagi setiap rakyatnya. Tak hanya bagi laki-laki, tetapi perempuan juga harus dilindungi oleh hak asasi manusia. Selain itu, kaum difabel juga wajib dilindungi haknya dan mendapatkan pendidikan serta pelatihan keterampilan, agar bisa berkarya tanpa mengemis.
Ketika ada pelanggaran HAM maka pemerintah menyelesaikannya dengan baik. Tidak benar jika penyelesaian hukum dan HAM tajam ke bawah dan tumpul ke atas, karena tiap lapisan masyarakat wajib mendapatkan hak asasinya.
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini