Pemerintah Sukses Amankan Perairan Natuna dari Kapal Asing
Oleh : Ahmad Pahlevi )*
Presiden Jokowi mendatangi Natuna pada Rabu (8/1/2020) di tengah terpaan isu dugaan pelanggaran kedaulatan oleh Kapal China. Kunjungan Presiden Jokowi di Natuna membuahkan hasil positif karena kapal China segera meninggalkan perairan Natuna.
Ketegangan akibat keberadaan Kapal China di Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia di Natuna kini mulai mereda. Sebagai salah satu langkah tegas pemerintah untuk menjaga Kedaulatan NKRI, Presiden Joko Widodo telah melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau untuk memantau secara langsung situasi yang terjadi di Perairan Natuna.
Rabu, 8 Januari 2020 sekitar pukul 07.35 WIB, Presiden Jokowi beserta rombongan lepas landas dari Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, dengan menggunakan Pesawat Kepresidenan Indonesia-1. Setibanya di Pangkalan TNI AU Raden Sadjad, Kabupaten Natuna, Jokowi dan rombongan akan langsung menuju Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) Selat Lampa, Kabupaten Natuna.
Dalam melakukan kunjungan kerja kali ini, Presiden Jokowi didampingi oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, dan Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala BPN Surya Tjandra.
Selain itu, turut hadir juga Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono, Sekretaris Militer Presiden Mayjen TNI Suharyanto, Komandan Paspampres Mayjen TNI Maruli Simanjuntak, Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin, dan Juru Bicara Presiden M. Fadjroel Rachman.
Sebelum keberangkatannya ke Natuna, Presiden Jokowi telah angkat bicara soal klaim Tiongkok terhadap perairan Natuna. Dia menegaskan bahwa tidak ada tawar menawar, apalagi menyangkut masalah kedaulatan Indonesia. Hal itu disampaikan di depan para menteri Kabinet Indonesia Maju serta pimpinan lembaga tinggi negara.
Pemerintah Indonesia telah mengambil sikap tegas sejak awal dengan melayangkan protes keras terhadap Tiongkok terkait keberadaan kapal asing di Laut Natuna. Nota protes telah dilayangkan oleh Kementerian Luar Negeri RI kepada pemerintah Tiongkok pada 30 Desember 2019 lalu. Pemerintah Indonesia menyatakan klaim Tiongkok tersebut bersifat sepihak (unilateral), tidak memiliki dasar hukum, dan tidak diakui oleh UNCLOS 1982.
Namun, pemerintah Tiongkok melalui juru bicara Kementerian Luar Negerinya menyatakan pihaknya memiliki hak atas perairan tersebut berdasarkan konsep Sembilan Garis Putus (Nine Dash Line). Berdasarkan konsep tersebut, Tiongkok mengklaim sebagian besar wilayah Laut Tiongkok Selatan, yang mengambil sekitar 30% laut Indonesia di Natuna.
Tahun 2020 sebetulnya merupakan peringatan ke-70 hubungan diplomatik antara Tiongkok dan Indonesia. Harusnya, tahun ini menjadi tahun penting untuk pembangunan nasional di kedua negara. Namun, masalah klaim perairan Natuna ini tampaknya membuat hubungan justru memanas.
Meskipun begitu, menaggapi Coast Guard Tiongkok di Perairan Natuna yang masih enggan pergi, Pemerintah akan terus menggencarkan patroli dan melakukan mobilisasi nelayan ke perairan tersebut untuk tetap menjaga kedaulatan NKRI. TNI serta Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI juga akan terus disiagakan di Perairan Natuna.
Selain kapal milik Bakamla, sudah ada tiga KRI yang dikirim TNI-AL ke Natuna Utara yaitu kapal korvet KRI Tjiptadi 381, KRI Teuku Umar 385 dan KRI Usman-Harun 359. Lima KRI lain juga sedang berada dalam perjalanan menuju Natuna. Lima kapal tersebut yaitu KRI Karel Satsuit Tubun 356, KRI John Lie 358, KRI Tarakan 905, KRI Sutendi Senoputra 378, dan KRI Teluk Sibolga 536. Selain TNI-AL, TNI-AU juga mengirimkan empat unit jet tempur F-16.
Organisasi Pemuda Perbatasan yang diprakarsai oleh Komine Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kabupaten Natuna yang terdiri dari unsur masyarakat nelayan pun mengecam hadirnya nelayan asing di Natuna tersebut. Para Pemuda Perbatasan pun mendeklarasikan diri untuk bersatu mendukung pengusiran kapal-kapal asing yang mencuri kekayaan laut Natuna.
Komitmen tegas pemerintah dalam menjaga kedaulatan di Natuna juga didukung dengan pernyataan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang mengaku siap membantu pendanaan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) untuk membeli kapal jenis ocean going. Pembelian tersebut akan dilakukan demi menambah kekuatan patroli di perairan Natuna, Kepulauan Riau demi menjaga kedaulatan NKRI.
)* Penulis adalah pengamat sosial politik