Pentingnya Persatuan Indonesia Dalam Mendukung Palestina
Oleh : Rahmat Effendy )*
Jakarta, LSISI.ID – Belakangan kita cukup dikagetkan dengan pernyataan kontroversial presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai Ibukota Israel, dikecam negara-negara dunia, khususnya negara Islam. Pengakuan sepihak yang dilakukan Trump terhadap Jerusalem menyebabkan berbagai aksi-aksi pembelaan palestina. Aksi tersebut, mulai dari boykot produk Amerika hingga demo agar dilakukan pengusiran terhadap dubes Amerika. Seluruh dunia terutama negara-negara yang warganya mayoritas Muslim melakukan demonstrasi besar-besaran menentang keputusan Trump, di Indonesia, Malaysia, Australia, di negaraa-negara Eropa, Mesir, Iran, Turki dan sebagainya. Presiden Turki Erdogan bahkan mengeluarkan pernyataan keras dan pedas kepada AS dan Israel. Sayangnya negara-negara mayoritas Islam di Timur Tengah tidak satu suara. Tokoh-tokoh Islam di Indonesia seperti dari Muhammadiyah menyayangkan sikap tidak solidnya negara-negara Arab atas isu ini. Di sisi lain, pernyataan trump tersebut ternyata juga menuai penolakan dari negara-negara lain yang bukan negara dengan mayoritas muslim.
Pernyataan kontroversial Trump tersebut akhirnya membuat Organisasi Kerja Sama Islam akan melakukan pertemuan khusus di Istanbul, Turki membahas pengakuan Amerika Serikat terkait Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel pada tanggal 13 Desember 2017. Presiden Indonesia, Joko Widodo pun akan membawa Indonesia dengan hadir dalam pertemuan ini sesuai dengan apa yang ia utarakan sebelumnya. Dalam pelaksanaan KTT Luar Biasa OKI ini Presiden akan menyampaikan beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk membeli hak Palestina. Salah satu yang diminta Presiden adalah, negara-negara OKI membulatkan suara dan persatuan untuk membela Palestina.
Sejarah hubungan Palestina dan Indonesia
Perjuangan Indonesia mendukung kemerdekaan Palestina dari penjajahan Israel telah dilakukan sejak era Presiden Sukarno. Baginya, tiap bangsa punya hak menentukan nasibnya sendiri tanpa melalui pengaturan dan campur tangan negara lain.Sedari awal, Indonesia tak mau mengakui Israel yang diproklamasikan David Ben-Gurion pada 14 Mei 1948, karena merampas tanah rakyat Palestina.
Pemerintah Indonesia tak membuka hubungan diplomatik dengan Israel. Ucapan selamat dan pengakuan kemerdekaan Indonesia yang dikirimkan Presiden Israel Chaim Weizmann dan Perdana Menteri Ben Gurion tak pernah ditanggapi serius pemerintah Indonesia. Mohammad Hatta hanya mengucapkan terimakasih, namun tak menawarkan timbal-balik dalam hal pengakuan diplomatik. Sukarno juga tak menanggapi telegram ucapan selamat dari Israel.
Semangat itu diteruskan oleh Presiden Soeharto. Ada kisah menarik saat Pak Harto menjamu Raja Hussein dan Ratu Noor Hussein dari Kerajaan Yordania di Istana Negara tahun 1986. Di depan Raja Hussein, Presiden Soeharto menegaskan bahwa kemerdekaan Palestina adalah hal mutlak. Tak perlu lagi masyarakat Internasional bertanya bagaimana sikap Indonesia.
Semangat dan dukungan tersebut ternyata sampai hingga masa kini saat Indonesia dipimpin oleh presiden Joko Widodo. Setelah pernyataan kontroversial presiden Amerika Serikat, presiden Indonesia Joko Widodo langsung menyatakan kecaman atas pernyataan tersebut dan menyatakan dengan tegas bahwa Indonesia bersama Palestina. Tindakan tegas yang dilakukan presiden Indonesia, selaras dengan amanah UUD 1945 yang berbunyi, “kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”. Posisi Indonesia sebagai negara merdeka dan negara muslim terbesar di dunia harus mampu mengambil sikap yang jelas dan tegas lewat politik luar negeri yang bebas aktif.
Masyarakat Indonesia harus menjadi contoh
Indonesia sejak lama mendukung kemerdekaan Palestina, semua presiden Indonesia sampai Presiden Jokowi secara terbuka juga tetap menyuarakan dukungannya terhadap Palestina. Bahkan ketikalu dulu Gaza di gempur Israel dengan bom-bom canggih, kondisi Gaza menjadi porak poranda, banyak korban mati dan luka-luka serta di penjara Israel, dan ketika dunia Arab masih sibuk urusannya sendiri, masyarakat Indonesia mendirikan Rumah Sakit di Gaza. Rumah Sakit Indonesia (RSI) berhasil dibangun di Jalur Gaza. Bangunan itu berdiri di tanah wakaf pemerintah Palestina seluas 16.261 meter persegi. Kapasitas rumah sakit terdiri dari 100 tempat tidur. RS ini baru-baru ini merawat warga Palestina korban penembakan tentara Israel ketika berunjuk rasa menentang keputusan Trump.
Indonesia tanpa harus memberi contoh negara-negara Timur Tengah dimana waktu menghadapi penjajah Belanda, Jepang – masyarakat Indonesia tidak tersekat-sekat dengan sektarian dan suku, masyrakat Islam di mana-mana, masyarakat Hindu di Bali, masyarakat Kristen di NTT dan Sulawesi Utara dan seterusnya, sama- sama memiliki tujuan sama yaitu Merdeka dari segala bentuk penindasan. Bung Tomo dalam pidatonya sebelum pecah pertempuran melawan Inggris di Surabaya – dengan lantang menyebut Arek-Arek Suroboyo, Yong Ambon, Yong Sumatra dan suku-suku lainnya bersatu melawan Inggris.
Masyarakat Indonesia harus menunjukkan semangat kerukunan, persatuan dan kesatuan agar nantinya ke negara-negara Timur Tengah untuk mengenyampingkan kepentingan politik wilayahnya masing-masing dengan menghilangkan sekat-sekat sektarian. Karena, hanya dengan cara mengesampingkan perbedaan ini lah perdamaian di bumi Palestina dapat dicapai. Dimana hal tersebut telah dibuktikan Indonesia yang notabenenya terdiri dari berbagai suku agama dan ras namun dengan bersatunya semua rakyat Indonesia, akhirnya Indonesia berhasil merdeka.
Sudah waktunya bagi kita masyarakat Indonesia untuk mulai merekatkan kembali tali persatuan dan kesatuan agar nantinya persatuan kita menjadi contoh bagi negara-negara lain dalam menyelesaikan suatu konflik. Dengan adanya persatuan tersebut, maka dukungan terhadap pemerintah tidak terpecah-pecah sehingga suara lantang Indonesia sebagai bangsa akan semakin lantang didengar. Selain itu, konflik Palestina-Israel yang cenderung memanas beberapa hari terakhir diharapkan dapat meluruhkan sekat-sekat yang selama ini menjadi pembatas dan mulai kembali menyadari betapa masyarakat Indonesia sudah bersaudara sejak lama.
)* Penulis adalah kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia (LSISI)