Penyederhanaan Birokrasi Tingkatkan Kualitas Pelayanan
Oleh : Dwi Kurniawan )*
Pemerintahan Jokowi – Ma’ruf berupaya menyederhanakan birokrasi. Kebijakan tersebut ditempuh guna mempercepat pengambilan keputusan demi tingkatkan kualitas pelayanan publik.
Penataan negara besar seperti Indonesia perlu proses panjang yang dimulai dengan reformasi birokrasi. Salah satunya dengan melakukan penyederhanaan jabatan eselon dan penyesuaian kesejahteraan pegawai.
Kebijakan yang diambil oleh KemenPAN-RB dijalankan sesuai visi dan misi Presiden dan Wakil Presiden 2019-2024, sehingga diharapkan tidak terjadi penyimpangan dalam pelaksanaannya.
Salah satunya adalah melalui penyederhanaan eselon III dan IV di Kementerian PANRB sebagai pilot project.
Penyederhanaan birokrasi pada instansi pemerintah telah ditegaskan melalui peraturan Menteri PAN-RB No 28/2019 tentang Penyetaraan Jabatan Administrasi ke dalam jabatan fungsional dan Surat Edaran (SE) Menteri PAN-RB nomor 384, 390 dan 391 tahun 2019 tentang langkah strategis dan konkret penyederhanaan birokrasi.
Tjahjo juga menginginkan agar nantinya para Aparatur Sipil Negara (ASN) dapat membangun inovasi kompetisi untuk mengarah pekerjaan yang efisien dan cepat.
Ia juga mendorong agar komisi yudisial bisa mengikuti apa yang telah diinstruksikan Presiden Joko Widodo dalam meletakkan penyederhanaan birokrasi lewat pemetaan evaluasi jabatan struktural yang bisa dialihkan ke fungsional.
Presiden Jokowi juga menegaskan, di pemerintahan yang ia jalankan di periode keduanya tidak boleh ada segala macam kelambatan. Mantan Walikota Surakarta tersebut menginginkan adanya percepatan dalam segala hal.
Birokrasi yang gemuk dan berlemak tentu cenderung boros anggaran dan koruptif. Lebih dari itu, justru kegemukan suatu birokrasi dapat mempersulit masuknya investasi yang digadang-gadang dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Rencana besar ekspansi kinerja ekspor juga terhambat.
Dampaknya jelas, selama 20 tahun Indonesia belum bisa menyelesaikan persoalan mendasar, yakni defisit transaksi berjalan dan defisit neraca perdagangan.
Tjahjo menilai, penyederhanaan birokrasi ini penting untuk menjawab kelemahan birokrasi yang selama ini ada, yaitu pengambilan keputusan yang lambat. Hal tersebut dikarenakan struktur birokrasi yang gemuk.
Dalam kondisi gemuknya sebuah struktur, tentu saja akan memperbesar kemungkinan mis-komunikasi dan mis-koordinasi. Kerja birokrasi pun semakin tidak fleksibel dan mahal biaya. Dengan struktur birokrasi yang disederhanakan, pejabat bisa dipacu untuk berinovasi dan berproduksi.
Kinerja para ASN yang fleksibel tentu akan berdampak pada kualitas pelayanan kepada masyarakat yang meningkat. Sehingga masyarakat tidak dihantui oleh regulasi yang berbelit-belit.
Kebijakan penyederhanaan birokrasi tentu menunjukkan bahwa pemerintah hadir ditengah masyarakat untuk memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya dan secepat-cepatnya.
Penyederhanaan birokrasi merupakan bentuk komitmen pemerintah termasuk ASN, untuk beralih pada pola pikir dan pola kerja yang lebih professional bukan dengan berdiam diri pada skema lama yang tidak mengindahkan keahlian dan kompetensi.
Penyederhanaan birokrasi diharapkan akan menjadi pionir penataan SDM yang lebih berbasis kompetensi dan keahlian. ASN yang ragu dengan keahlian dan kompetensi dirinya akan sulit dalam pengembangan karir yang akan berdampak pada pola kerja yang monoton serta kontra produktif.
Pemerintah sepertinya mulai merasa jengah dengan panjangnya level birokrasi, jika dibiarkan maka panjangnya birokrasi akan mempengaruhi tata kelola pelayanan yang dilakukan oleh birokrasi pemerintah.
Caranya adalah dengan mengurangi eselon yang bisa mencapai 5 eselon cukup menjadi 2 eselon, yakni eselon I dan II. Pengurangan eselon berarti redefinisi dan revitalisasi jabatan fungsional. Sehingga membutuhkan job design yang baru dan kreatif pada jabatan fungsional.
Pada tingkatan tertentu, peran manajerial koordinatif dan leadership juga harus disematkan pada tugas jabatan. Para pejabat fungsional tentu akan dituntut untuk lebih inovatif dan kontributif secara nyata bagi kerja organisasi pada bidangnya masing-masing.
Apalagi era sudah berubah begitu cepat dan saat ini semuanya ingin sesuatu yang cepat dan tidak bertele-tele. Jika sebelumnya proses perizinan untuk membangun infrastruktur baik di Kota/Kabupaten haruslah melalui tahapan yang sulit, melalui penyederhanaan birokrasi yang ada tentu hal tersebut akan perlahan hilang dan semakin cepat.
Pengamat kebijakan publik dari Banera Institute Ferdy Hasiman menuturkan, bukan hanya perkembangan dunia digital saja yang cepat, tetapi pelaku usaha juga ingin bergerak cepat agar bisa merespons pasar yang begitu cepat.
Jika penyederhanaan birokrasi dapat menghasilkan budaya kerja yang semakin efisien, tentu hal ini harus diupayakan demi peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat.
)* Penulis adalah pengamat sosial politik