Penyerangan Polisi di Karanganyar Bukti Ganasnya Paham Radikal
Oleh : Deka Prawira )*
Penyerangan rombongan Polisi di Karanganyar oleh orang tak dikenal menyita perhatian publik. Kejadian tersebut menambah panjang bukti ganasnya paham radikal yang mendoktrinasi masyarakat untuk melakukan aksi teror.
Rombongan polisi di Karangannyar Jawa Tengah mendapatkan penyerangan dari seseorang yang tak dikenal pada Minggu (21/6). Pelaku berhasil dilumpuhkan dengan timah panas oleh anggota kepolisian. Kejadian tersebut terjadi saat petugas menggelar kegiatan susur gunung bersama sejumlah relawan.
Saat itu seorang pria mendatangi rombongan yang berada di posko pendakian dengan membawa sabit, orang tersebut kemudian mengarahkan senjatanya kepada Wakil Kepala Polres Karanganyar Komisaris Busroni. Namun ketika senjata tajam tersebut mengarah kepada Busroni, ternyata benda tajam tersebut mengenai tangan sopir sehingga mengalami luka.
Setelah petugas berhasil melumpuhkan pelaku dengan timah panas, petugas membawa pelaku ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan. Namun sesampainya pelaku di RSUD Karanganyar, pelaku telah menghembuskan nafas terakhirnya. Pelaku meninggal diduga karena kehabisan darah.
Kapolres Karanganyar AKBP Leganek Mawardi mengatakan, dari hasil penyelidikan kasus penyerangan tersebut, polisi telah menemukan titik terang identitas pelaku penyerangan terhadap anggotanya, namun saat ini masih dalam tahap pencocokan data yang dikumpulkan di lapangan.
Selain itu, jenazah pelaku aksi penyerangan terhadap anggota kepolisian tersebut, kini sudah dilarikan ke Rumah Sakit Bhayangkara untuk dilaksanakan verifikasi data. Apabila data sudah menunjukkan kecocokan, maka data tersebut akan segera disampaikan kepada media.
Di lokasi kejadian, Polisi juga berhasil menemukan sejumlah barang bukti, seperti senjata tajam, baju, celana, alat mandi, alat makan dan sebuah buku kecil.
Kapolres Leganek Mawardi menyatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan tim Densus 88 Antiteror Mabes Polri untuk penanganan kasus tersebut.
Atas peristiwa ini, ada 2 korban luka-luka yakni sopir Brigadir Dua Hanif dan seorang relawan. Keduanya tengan menjalani perawatan di Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar.
Peristiwa tersebut mendapat kutukan keras dari Anggota Komisi III DPR RI Eva Yuliana. Dirinya berharap aksi penyerangan terhadap aparat Kepolisian tersebut tidak boleh terjadi lagi. Dirinya mengutuk aksi kekerasan seperti ini. Apapun motivasinya, penyerangan terhadap aparat negara merupakan pelanggaran hukum yang relatif berat.
Terlepas dari peristiwa ini, Eva mengapresiasi kesigapan anggota Polres Karanganyar dalam menangani penyerangan terhadap aparat Polres Karanganyar. Ia juga meminta agar masyarakat tetap tenang dalam menanggapi kasus penyerangan terhadap kepolisian tersebut.
Sebelumnya, Pakar terorisme Sidney Jones mengatakan bahwa polisi masih dianggap sebagai musuh utama kelompok teroris di Indonesia. Motif balas dendam merupakan motif yang sangat kuat dalam melatari sejumlah aksi penyerangan terhadap polisi.
Sidney juga menuturkan, dengan menghabisi polisi maka kemudian mereka bisa merebut senjatanya. Itu bisa menjadi nilai tambah dan modal bagi kelompok teroris untuk digunakan dalam penyerangan di kemudian hari.
Mantan Kapolri Jenderal Tito Karnavian pernah mengatakan, polisi yang menjadi sasaran teror karena dianggap mendukung sistem di luar hukum Islam. Oleh karena itu kaum radikal dan pelaku terorisme kerap menganggap aparat kepolisian sebagai orang kafir yang harus dibasmi.
Serangan kepada aparat kepolisian seakan bukan berita baru, tahun 2016 lalu, terjadi penyerangan terhadap 3 polisi di Jalan perintis kemerdekaan, Cikokol, Tangerang Selatan. Pelaku berinisial SA diduga tergabung dalam kelompok Daulah Islamiah di Ciamis Jawa Barat.
Lalu bagaimana bisa seseorang memiliki keberanian untuk menyerang aparat kepolisian? Mari kita flashback pada Agustus 2019 lalu ketika anggota Polsek Wonokromo Surabaya mendapatkan serangan.
Densus 88 kala itu memberikan informasi kepada Kapolri bahwa pelaku terpapar radikalisme dari media internet, hal ini tergolong sebagai self radikalism atau radikalisasi diri sendiri.
Tito Karnavian mengatakan, bahwa pelaku memiliki pemahaman jihad versi dirinya sendiri kemudian mendatangi Polsek Wonokromo dan menyerang petugas piket yang berjaga saat itu.
Dari wawancara yang didapatkan, pelaku penyerangan teror tersebut mengatakan bahwa Polisi dianggap sebagai thagut, selain itu mereka juga menganggap aparat kepolisian sebagai kafir harbi atau kelompok kafir yang wajib diperangi karena kerap melakukan penegakan hukum kepada mereka. Sehingga bagi pelaku yang melakukan penyerangan terhadap aparat kepolisian, maka pelaku akan mendapatkan pahala.
Kaum radikal ini telah mengalami cacat logika atas pemahamannya yang tidak sesuai dengan ideologi negara. Pemerintah tentu perlu melibatkan banyak unsur untuk merumuskan upaya deradikalisasi di Indonesia.
)* Penulis adalah mahasiswa Universitas Pakuan Bogor