Penyesuaian Tarif BPJS Demi Perbaikan Layanan Kesehatan
Oleh : Aditya Akbar )*
Tarif BPJS akan disesuaikan terhitung awal juni 2020. Penyesuaian tarif ini dilakukan, agar pelayanannya semakin baik.
Berita tentang kenaikan tarif BPJS menghentak masyarakat di bulan puasa ini. Terhitung sejak Juni 2020, pemegang kartu BPJS harus membayar lebih banyak. Sontak masyarakat protes keras, mengapa tarifnya harus dinaikkan padahal kita masih dalam masa pendemi Covid-19 yang membuat semua orang prihatin?
Jangan terbakar amarah dulu ketika membaca berita tentang kenaikan tarif BPJS, apalagi banyak yang digoreng dan diekspose oleh media yang kurang bertanggung jawab. Sebenarnya tarif yang naik hanya untuk pemegang kartu kelas 1 dan 2, sedangkan kelas 3 tetap. Pasien BPJS kelas 3 tarifnya tidak naik karena masih menerima subsidi dari pemerintah.
Rincian dari kenaikan tarifnya adalah seperti ini, untuk orang yang memegang kartu BPJS kelas 1, harus membayar iuran 150.000 per bulan, dari yang sebelumnya 80.000 rupiah. Untuk kelas 2, tarifnya jadi 100.000 rupiah, dari nominal 51.00 rupiah. Sedangkan untuk kelas 3, sebenarnya naik jadi 42.000 rupiah tapi tetap dibayar hanya 25.500 rupiah karena ada subsidi sebesar 16.500 rupiah. Tahun depan, pemegang kartu kelas 3 baru mengalami kenaikan tarif menjadi 35.000 rupiah.
Sebenarnya kenaikan ini tidak boleh dianggap sebagai hal yang memilukan, karena jika dipikir iuran terbesar hanya 150.000 rupiah. Bandingkan saja jika punya asuransi swasta, maka iurannya malah minimal 600.000 rupiah per bulan. Jika Anda benar-benar butuh BPJS dan keberatan akan kenaikannya, maka bisa meminta penurunan kelas agar biayanya lebih terjangkau.
Pemegang kartu BPJS saat ini sudah lebih dari 200 juta orang. Mereka mendapatkan kartu yang bisa membantu saat sakit ini, karena pendaftaranya makin mudah dan makin banyak Rumah Sakit dan klinik yang menerima pasien BPJS. Sayangnya hal ini berimbas pada defisit. Bagaimana bisa? Karena banyak yang membayar lalu mendapatkan fasilitas kesehatan serta obat secara gratis , lalu setelah sehat malah lalai dan tidak membayar iuran.
Banyak pemegang kartu BPJS yang dengan sengaja tidak membayar sehingga iurannya mecet dan membuat BUMN ini defisit. Kerugiannya juga tidak main-main, sebesar 32 trilyun rupiah! BPJS juga tidak mungkin mengejar para pasien yang menunggak satu persatu. Maka satu-satunya jalan untuk menangani defisit ini adalah dengan menaikkan tarifnya.
Kita ambil contoh di Rumah Sakit Umum Daerah Cibabat, Cimahi, Jawa Barat. Di sana pihak manajemen RS menagih uang sebesar 36 milyar rupiah kepada BJPS, tapi belum terbayar juga. Padahal uang itu sekiranya bisa untuk membayar pegawai RS yang masih berstatus tenaga haran lepas. Juga untuk membayar obat-obatan untuk para pasien di Rumah Sakit.
Rumah Sakit sebesar itu terpaksa menunda pembayaran obat kepada pabrik dan mencari pinjaman uang ke bank swasta. Hal itu dilakukan agar distribusi obat lancar dan pengoperasian RS juga lancar. Betapa kasihannya para tenaga medis di sana karena kerjanya bisa terhambat karena klaim BPJS yang lambat.
Situasi ini tidak akan terjadi jika saja klaimnya lancar. Namun bagaimana bisa lancar kalau BPJS terus menerus mengalami defisit? Oleh karena itu, satu-satunya cara untuk menyelamatkannya adalah dengan menaikkan tarif. Jadi jangan emosi ketika harus membayar lebih, karena ini demi kebaikan bersama.
Jika tarif BPJS naik maka pemerintah sudah memperkirakan bahwa semua pemegang kartunya bisa membayar, walau harus mengeluarkan uang lebih. Terbukti tingkat daya beli masyarakat akhir-akhir ini naik. Mereka juga masih mampu untuk membeli sebungkus rokok tiap hari, padahal harga cukainya selalu naik tiap tahun.
BPJS paham bahwa masyarakat butuh layanan kesehatan yang baik. Namun hal ini bisa terwujud jika saja tidak ada defisit yang terjadi karena penunggakan pembayaran iuran. Oleh karena itu, bayarlah tepat waktu dan jangan sampai terlambat, karena kasihan pasien yang lain. Kenaikan tarif BPJS sebenarnya demi kebaikan kita sendiri.
)* Penulis aktif dalam lingkar pers dan mahasiswa Cikini