Peralihan Status Pegawai KPK Sebagai ASN Sudah Tepat
Oleh : Deka Prawira )*
Pegawai KPK diubah statusnya menjadi aparatur sipil negara (ASN). Perubahan ini dirasa sangat tepat karena Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan lembaga ad hoc negara, sehingga peralihan status pegawai KPK menjadi ASN merupakan bentuk penghargaan negara kepada pegawai yang menjalankan tujuan negara dalam mewujudkan clean govement.
Aparatur sipil negara adalah pegawai yang bekerja pada negara. Oleh karena itu, seluruh pekerja di KPK dialihkan statusnya menjadi pegawai negeri alias aparatur sipil negara. Perubahan ini berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 41 tahun 2020 tentang pengalihan pegawai KPK menjadi pegawai ASN.
Masyarakat menilai peralihan status ini sudah tepat. Pertama, KPK adalah lembaga resmi di bawah negara bukan lembaga swasta. Jadi wajar jika pekerjanya menjadi ASN. Karena mereka memang bekerja dan mengabdi kepada negara.
Proses alih status ini tidak otomatis, karena mereka harus melewati ujian. Materinya berupa tes asesmen yang menguji wawasan kebangsaan. Ujian ini dirasa pantas, karena tiap pegawai negeri harus memiliki wawasan kebangsaan dan setia kepada negara, serta menunjukkan rasa nasionalisme yang tinggi.
Kepala KPK Firli Bahuri menyatakan bahwa 1.362 pegawai KPK sudah melewati ujian menjadi ASN dan akan dilantik pada pertengahan tahun 2021. Seluruh pegawai KPK baik yang berstatus tetap maupun tidak tetap, wajib mengikuti ujian ini. Menurutnya, asesmen kebangsaan dirasa perlu karena menjadi syarat mutlak menjadi ASN.
Dalam artian, asesmen kebangsaan memang menjadi ujian penentu apakah seseorang layak menjadi pegawai negeri. Ujian ini tidak hanya khusus untuk pegawai KPK, tetapi juga untuk seluruh peserta tes CPNS. Jadi tidak ada yang bisa menuduh bahwa negara asal tebang pilih dalam menyeleksi ASN di lembaga sekelas KPK.
Mengapa harus ada asesmen wawasan kebangsaan? Ini adalah ujian paling penting untuk menunjukkan integritas tiap pegawai untuk setia kepada pancasila, UUD 1945, dan pemerintah. Jangan sampai ada pekerja di KPK yang tidak Pancasilais dan diam-diam bersimpati pada komunisme, marxisme, khilafah hingga terafiliasi dengan Ormas terlarang
Asesmen kebangsaan sangat diperlukan karena setiap pekerja KPK harus setia pada negara. Jangan sampai ada pegawai KPK yang ternyata diam-diam menyalahkan pemerintah di media sosial, menjadi buzzer politik sayap kiri, bahkan menjadi anggota teroris. Sungguh mengerikan. Karena jika ini terjadi, sama saja dengan memelihara musuh dalam selimut.
Dari seluruh pegawai KPK yang mengikuti ujian, ada 75 orang yang sayangnya tidak lolos. Namun belum ada keterangan resmi mengapa mereka tidak lolos, apakah dari faktor kurangnya wawasan kebangsaan atau yang lain. Nasib mereka juga belum ditentukan, tetapi negara tentu akan bertindak bijak dengan memberi keputusan yang terbaik.
Salah satu pegawai KPK yang tidak lolos ujian wawasan kebangsaan adalah Novel Baswedan. Mungkin publik langsung shock karena ia adalah penyidik senior. Tetapi bagaimana lagi jika memang ia tidak lulus dalam tes paling penting? Karena KPK adalah pusat kejujuran dan ia tak bisa menuduh bahwa ada kecurangan, serta harus menerima keputusan itu dengan ikhlas.
Ujian wawasan kebangsaan bukanlah trik untuk menjegal kiprah Novel Baswedan, karena asesmen ini ditujukan agar semua pegawai lembaga di bawah pemerintah mencintai NKRI dan tegak lurus dengan Pancasila. Tidak ada maksud untuk mengeluarkannya secara halus. Karena pemerintah yang sekarang sangat fair, anti KKN, dan berprinsip teguh.
Saat ada asesmen wawasan kebangsaan di KPK, maka seluruh pegawai baik yang tetap maupun kontrak wajib mengikutinya. Mereka yang lolos akan diangkat sebagai aparatur sipil negara dan ada penyesuaian jabatan, posisi, dan juga gaji. Ujian wawasan kebangsaan ini sangat diperlukan agar seluruh pegawai KPK setia kepada negara, Pancasila, dan UUD 1945.
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiwa Cikini