Peran Penting Pemuka Agama Waspadai Bibit Radikalisme
Oleh : Muhammad Yasin )*
Para pemuka agama memang memiliki peran yang sangat penting dalam mewaspadai munculnya bibit radikalisme. Pasalnya mereka seringkali terjun langsung di lingkungan masyarakat untuk memberikan contoh hingga arahan mengenai bagaimana hidup rukun berbangsa dan bernegara dengan penuh rasa toleransi.
Pemberantasan seluruh bibit radikalisme di Tanah Air memang menjadi hal yang sangat penting untuk terus dilakukan. Salah satu upayanya terus digencarkan oleh pihak Datasemen Khusus (Densus 88) 88 Anti Teror. Untuk bisa membangun silaturahmi, persaudaraan dan juga perdamaian bangsa, maka sudah sepatutnya terjadi saling integrasi antar para pemuka agama.
Kanit 1 Subdit Kontra Ideologi, Densus 88 Anti Teror, AKBP Moh Dofir mengatakan, Direktorat Pencegahan Densus 88 Polri bersinergi dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementrian Agama dan instansi terkait serta organisasi masyarakat (Ormas) Islam untuk menumbuhkan Islam yang damai dan cinta Tanah Air.
Sinergitas tersebut menjadi salah satu poin utama karena bagaimana bisa masyarakat hidup rukun dan saling damai tanpa adanya diskriminasi atau tercipta masyarakat plural tanpa bibit radikalisme yang merasa kelompok mereka paling benar sendiri tanpa adanya rasa persaudaraan itu. Sejauh ini memang pemahaman radikalisme semakin diperparah tatkala suatu kelompok merasa diri mereka benar sehingga secara otomatis ketika ada kelompok lain yang berbeda pandangan akan langsung dinilai salah bahkan hingga patut untuk diperangi.
Lebih lanjut, AKBP Moh Dofir juga mengungkapkan bahwa ajang silaturahmi antar para pemuka agama itu rencananya akan terus diselenggarakan hingga di seluruh wilayah dan provinsi lain di Indonesia. Bukan tanpa alasan, pasalnya jika para pemuka agama bisa menunjukkan dan mencontohkan bagaimana hidup berbangsa serta bernegara di Indonesia dengan saling rukun, maka harapannya Tanah Air ini akan bisa damai karena mereka merupakan agen narasi di masyarakat.
Berbagai seminar dan webinar tentang bahaya dan ancaman intoleransi dan radikalisme juga tidak lupa untuk digelar. Karena radikalisme merupakan lahan subur untuk berkembangnya kejahatan terorisme dan salah satu indikator yang menjadi bibit radikalisme yaitu intoleransi. Maka dari itu para pemuka agama justru menjadi pionir dan contoh di masyarakat bagaimana indahnya sikap dan rasa toleransi serta kebersamaan di tengah perbedaan.
Lebih lanjut, Kanit 1 Subdit Kontra Ideologi Densus 88 Anti Teror tersebut juga menjelaskan bahwa jika masih ada beberapa diantara orang yang memiliki sikap intoleransi, maka sama saja sebenarnya dirinya tengah mengingkari kebhinnekaan dan juga sangat jelas bertentangan dengan nilai-nilai ajaran dalam Pancasila, termasuk juga bertentangan dengan norma-norma agama yang beradab dan santun.
Agar bibit radikalisme dan terorisme yang bermula dari sikap intoleransi tersebut tidak terjadi, maka hal yang menjadi sangat mendasar adalah dengan bisa memeranginya melalui pengembangan sikap toleransi dan juga mampu menghilangkan rasa eksklusifisme yang dimiliki oleh kelompok.
Strategi pencegahan intoleransi bisa dilakukan dengan berbagai cara diantaranya adalah kampanye toleransi, pembinaan sikap toleransi yang terintegrasi dan penanaman nilai luhur ideologis Pancasila dan budaya intoleransi. Hal tersebut merupakan upaya bersama yang sudah seyogyanya didorong serta didukung oleh banyak pihak untuk terus dilakukan dalam konteks bermasyarakat.
Sedangkan, mengenai upaya dalam mencegah radikalisme secara mandiri pun sebenarnya juga bisa dilakukan dengan berbagai cara. Diantara yakni menanamkan jiwa nasionalisme kepada diri sendiri. Dalam hal itu, peran pendidikan khususnya kepada generasi muda juga menjadi sangat penting agar mereka memiliki benteng nasionalisme yang kokoh sehingga tidak mudah disusupi gagasan-gagasan kelompok radikal.
Selanjutnya, bisa pula dengan memiliki pikiran terbuka, khususnya bisa menerima jika terjadi perbedaan pendapat atau pandangan. Perlu ditekankan bahwa tidak mungkin seluruh manusia di dunia ini hanya memiliki satu corak pemikiran saja, sehingga perbedaan sejatinya justru merupakan hal yang sifatnya hakiki dan pasti terjadi.
Selain itu, bisa pula dengan terus meningkatkan kewaspadaan diri terhadap adanya provokasi dan hasutan. Hal ini akan banyak sekali ditemui dalam era teknologi digital seperti sekarang, karena memang aliran informasi menjadi sangat banyak dan mudah diakses, sehingga terkadang akan sedikit sulit untuk membedakan informasi mana yang benar dan informasi mana yang hoaks atau bertujuan untuk melakukan provokasi dan penghasutan.
Maka dari itu, dibutuhkan pula adanya lingkungan yang sangat mendukung dan membantu terkait pembentukan segala pola pikir tersebut, yang bisa dilakukan dengan terus aktif mengikuti komunitas perdamaian. Utamanya untuk para pemuka agama, kegiatan-kegiatan semacam itu menjadi sangat strategis karena mereka juga akan terjun langsung ke lingkungan masyarakat sehingga bisa mengajak masyarakat untuk mencegah paham intoleransi dan radikalisme.
Sehingga memang sudah tidak bisa dipungkiri lagi bahwa para pemuka agama memiliki peranan yang sangat penting untuk bisa mengajak dan membimbing seluruh masyarakat, termasuk memberikan contoh-contoh yang baik mengenai bagaimana hidup rukun berdampingan dengan penuh rasa saling toleransi sehingga bibit radikalisme bisa dilawan dengan maksimal.
)* Penulis adalah kontributor Persada Institute