Perubahan adalah Keniscayaan
Oleh : Ricky Rinaldi )*
Perubahan adalah suatu keniscayaan, termasuk pula Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Perubahan tersebut merupakan usaha nyata untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman.
Perkembangan zaman yang terasa begitu cepat tak pernah kita sadari. Karena kita telah sibuk akan kehidupan pribadi. Terlebih saat ini kita berada di era disrupsi, dimana daya saing serta tantangan lebih tinggi dari sebelumnya. Jika ditilik dari KBBI, Disrupsi ini ialah suatu hal yang terangkat dari akarnya. Dalam bahasa sehari-hari dapat diartikan sebagai perubahan fundamental atau paling mendasar.
Fenomena ini terjadi saat masyarakat menggeser aktivitas-aktivitas dari dunia nyata menuju era digitalisasi (maya). Bahkan pola ini-pun berpengaruh pada siklus dunia bisnis. Dampak paling populer ialah munculnya transportasi gadget atau daring (dalam jaringan). Sebetulnya banyak hal positif terkait perkembangan era ini, namun agaknya SDM yang menyikapinya secara “berlebihan” membuat banyak penggunanya terjerumus ke dalam hal yang menyimpang. Kita ambil kasus rasialisme akibat hoax yang disebar melalui Whastapp beberapa waktu lalu. Atau bisa juga ajakan untuk demonstrasi yang disebarkan berantai yang mengatasnamakan “solidaritas”.
Memang tak dipungkiri geliat perkembangan teknologi juga tak serta merta bisa disalahkan. Meski ia datang dengan membawa perubahan yang besar, namun kembali lagi pada kita , apakah kita bisa atau mampu memanfaatkan perkembangan teknologi tersebut secara baik. Karena seperti yang kita tahu, arus perubahan sosial budaya serta teknologi tidak mungkin terhindarkan. Ia datang laksana ombak yang terkadang siap menghantam.
Yang paling fenomenal ialah permasalahan berkenaan dengan RKUHP yang kini tengah ramai diperbincangkan. Bahkan tak hanya didunia nyata, jua merambah ranah dunia maya. RKUHP yang dimaknai sebagian orang sebagai awal dari perubahan ternyata menuai protes dari berbagai pihak. Termasuk mahasiswa juga pegiat masyarakat sipil.
Rancangan Kitab Undang Undang Hukum Pidana, ini misalnya, ditujukan guna mengubah sistem hukum pidana peninggalan zaman kolonial Belanda, menjadi suatu sistem hukum pidana nasional yang mencerminkan keindonesiaan kita. RKUHP ini telah dibahas oleh para ahli hukum bahkan sejak lebih dari setengah abad lalu, hanya berjarak beberapa warsa saja semenjak Indonesia mendaulat kemerdekaaannya.
Pemerintahan era sekarang (Presiden Joko Widodo) tentunya tidak menutup telinga terhadap kritik yang diluncurkan oleh masyarakat luas. Beragam Aspirasi-pun publik telah didengar. Hal ini terbukti saat Presiden Jokowi telah memutuskan untuk menunda pengesahan beberapa RUU, terutama RKUHP, RUU berkenaan dengan Pertanahan, RUU Tentang Pemasyarakatan, serta RUU Tentang Mineral dan Batubara (Minerba). Keputusan penundaan pengesahan keempat RUU tersebut ditengarai oleh beragam pertimbangan. Yakni, perlunya pendalaman kajian yang berkaitan tentang sejumlah materi yang dinilai krusial di dalam ke-empat RUU tersebut.
Menurut urgensinya RKUHP ini ditengarai mampu menghapuskan beberapa UU lain yang terkait. Hal ini bermaksud jika RKUHP adalah jawaban sebagai buku induk UU Hukum Pidana. Meski memang DPR tak menampik masih adanya kelemahan akan hal ini. DPR juga mengakui masih banyak mendapat kritik dari masyarakat terkait pembahasan RKUHP. Namun, hal ini hanya masalah perbedaan kepentingan serta perihal pemahaman. Jika ada penolakan, masih ada suatu mekanisme hukum lain, yakni dengan melayangkan gugatan uji materi ke ranah Mahkamah Konstitusi (MK).
Bukan maksud membuat segalanya menjadi kontroversi, tentunya Pemerintah serta dewan DPR masih membutuhkan aneka masukan positif dari masyarakat sehingga regulasi yang disusun sesuai dengan keinginan serta kepentingan masyarakat luas. Hal ini sesuai dengan kredo yang berbunyi “vox populi vox dei” yang mana memiliki arti “suara rakyat adalah suara Tuhan”. Maka dari itu haruslah dihormati. Kredo semacam ini sering digaungkan guna mendorong munculnya partisipasi aktif dari pihak masyarakat, agar masyarakat mempergunakan hak suaranya.
Seperti yang kita tahu, jika tak ada manusia yang sempurna, kembali akan kesadaran jika kesempurnaan hanya milik Tuhan Yang Maha Esa. Kelemahan yang dinilai berada penyusunan RKUHP ini tampaknya harus bisa menjadi pembelajaran yang baik untuk kita semua. Konsisten bersatupadu membangun perubahan negeri ke arah yang lebih baik dinilai lebih krusial dibandingkan dengan tindakan yang menganut kontroversial. Perubahan adalah keniscayaan, mari hadapi dengan hal-hal yang lebih relevan, sehingga perubahan ini tentunya tak akan membuat kita terbawa arus kehidupan yang seringkali menyimpang.
)* Penulis adalah pengamat sosial politik