Prabowo Tolak Tes Baca Al-Qur’an, Apa Kata Ulama?
Penulis : Aam Abdurahman
Nampaknya melihat isu agama yang selalu dilayangkan oleh kedua pasangan, Dewan Pimpinan Ikatan Dai Aceh yang diketuai oleh Tgk Marsyuddin Ishak ingin turut berperan dalam pesta demokrasi pemilihan presiden dan wakil presiden periode 2019-2024 dengan mengusulkan adanya tes baca Alquran bagi kedua pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang akan dilaksanakan di Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, pada 15 Januari 2019. Sebagai organisasi yang berfokus pada pengembangan dakwah dan syiar Islam, pihaknya ingin turut berperan dalam pesta demokrasi pemilihan presiden dan wakil presiden periode 2019-2024 dan usulan tersebut dilakukan untuk mengakhiri polemik soal keislaman calon serta untuk meminimalkan politik identitas yang telanjur dilakukan oleh pendukung kedua pasangan calon tersebut. Tes baca Alquran sebenarnya tak ada dalam undang-undang tentang Pemilu maupun Peraturan KPU (PKPU), namun jika capres-cawapres mau hadir di uji baca Alquran itu untuk meyakinkan rakyat Aceh, maka hal itu tak masalah.
Bagi mereka yang sejak 2014 lalu mendukung Jokowi tentu paham betul tentang keislaman Pak Jokowi, tidak ada yang perlu diragukan bahwa dirinya seorang muslim. Memang bukan seorang ulama, tapi pasti bisa kalau sekedar baca Qur’an saja beliau pernah menulis Bismillah dengan tulisan Arab. Sebaliknya, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengaku menghormati undangan tes baca Alquran untuk para capres-cawapres dari Dewan Ikatan Dai Aceh. Tapi, Prabowo disebut lebih senang mendengar tausiah dari ulama untuk memperkuat keimanan dan keilmuan karena merasa sungkan dengan orang yang ilmu agamanya lebih tinggi.
Uniknya kubu Capres yang didukung ijtima ulama dan reuni 212 tersebut menjawab dengan pernyataan yang berbeda jauh. Padahal sebetulnya bukan adu ilmu agama yang tentu saja orang paham bahwa baik Jokowi dan Prabowo keduanya bukan ulama. Namun umumnya sebagai seorang muslim bisa membaca Qur’an meskipun mungkin tidak begitu lancar, tidak sehebat para santri atau ustad tapi tentu saja bisa kita maklumi dan dapat menjadi kesempatan untuk membuktikan apakah tuduhan anti Islam dan Kristen yang pernah dialamat ke kedua pasangan calon tersebut benar atau tidak. Alasan lain yang dilayangkan kubu Prabowo-Sandi adalah agar setiap pasangan Capres dan Cawapres lebih memfokuskan diri pada debat calon tanggal 17 Januari 2019 mendatang dengan menyuguhkan persoalan terkait program-program yang subtansi, soal ekonomi, soal kebutuhan masyarakat yang saat ini sulit bagi masyarakat dan menyatakan Juru Bicara BPN Prabowo-Sandi, Sodik Mudjahid menilai bahwa tes membaca Alquran tak relevan karena yang terpenting yakni mengetahui dan memahami serta mengamalkan isi kitab suci tersebut. Sama seperti saat La Nyalla menantang Prabowo menjadi imam sholat atau membaca ayat-ayat pendek atau Al Fatihah, tantangan tersebut dijawab oleh Prabowo dengan mengakui bahwa dirinya memang tidak bisa jadi imam sholat, ilmu agamanya masih kurang. Setelah itu pada minggu-minggu Natal beredar foto dan video di media sosial Prabowo yang seperti sedang merayakan Natal. Meski kemudian bantahan demi bantahan dilakukan oleh kubu Prabowo.
Mengapa calon Presiden yang dipilih berdasarkan ijtima ulama menolak di tes baca Al-Qur’an? Karena kita semua tau jika undangan Da’i Aceh kepada capres dan cawapres untuk membaca Al-Qur’an adalah sesuatu yang wajar, hal ini dikarenakan semua calon sama-sama muslim dan sekaligus untuk menjawab polemik terkait tuduhan tentang keislaman dari kedua calon. Jika timses dan Jokowi menyanggupi undangan dari ikatan da’i Aceh untuk tes baca Al-Qur’an, lantas mengapa timses Prabowo Subianto justru menolak dengan berbagai alasan? Mungkinkah timses Prabowo ketakutan jika capres yang diusung dan diklaim pilihan umat Islam tidak bisa baca Al-Qur’an? jika iya, lantas bagaimana tanggungjawab para ulama yang merekomendasikan Prabowo untuk dipilih umat Islam?
satu pribahasa yang selalu kita tau, “siapa yang menabur dia yang akan menuai.” Nah, kita tahu selama ini kelompok mana yang sering membawa agama untuk kepentingan politik. Siapa yang menyerang Jokowi difinah PKI, Ibunya non-Islam dan keislaman Jokowi diragukan. Sungguh selama ini saya pribadi sudah muak dengan politisasi agama yang dipertontonkan oleh kubu oposisi. Kita masih ingat betapa busuk dan kejinya saat pilkada DKI Jakarta. Ketika ada calon Gubernur bukan dari Islam, mereka para penjual agama begitu gencar menyerngnya. Mereka tega jualan Surga dan Nerka, bahkan mereka mengncam jika ada muslim yang memilih cagub non-muslim maka jenzahnya tidak akan disholatkan. Lebih hebatnya lagi mereka yang memilih non-muslim diancam akan masuk Neraka hanya karena beda pilihan politik. Bisa jadi inilah KARMA dari Tuhan. Capres dan cawapres kalian yang dipilih berdasarkan hasil ijtima ulama berjilid-jilid itu ternyata tidak menyanggupi untuk dites baca Al-Qur’an. Dan lagi para pendukungnya yang selama ini teriak-teriak bela agama dan bela Al-Qur’an hanya bisa terdiam membisu dan pura-pura tidak tau apa-apa. Bahkan kita bisa lihat para ulama politik, ustadz politik dan manusia-manusia bertopeng agama pun hanya diam seribu bahasa ketika capres dan cawapresnya tidak bersedia diundang untuk tes baca Al-Quran. Ingatlah karma itu ada dan Tuhan tidak tidur atas itu semua. Apa yang kalian perbuat bisa saja langsung dibalas dalam kehidupan dunia, tidak perlu harus nunggu dikehidupan alam baka. Semoga rakyat semakin cerdas menyikapi ini semua karena kita tahu siapa yang selama ini hanya memanfaatkan agama sebagai tujuan politik busuknya.
)* Mahasiswa FISIP Universitas Lambung Mangkurat