Presiden Jokowi Menolak Beberapa Substansi Materi Revisi UU KPK
Oleh : Dodik Prasetyo )*
Revisi UU KPK telah memicu pro dan kontra di masyarakat. Presiden Jokowi pun mengutarakan ketidaksetujuannya terhadap beberapa substansi revisi UU tersebut yang berpotensi mengurangi efektivitas tugas KPK.
Rencana Revisi UU KPK yang tengah ramai dan menimbulkan polemik, juga ikut ditolak oleh Jokowi. Sebelumnya revisi UU KPK telah menimbulkan kontroversi di masyarakat. Beragam argumen terkait akan adanya pelemahan Kinerja KPK ketika Revisi UU KPK diberlakukan. Di sisi lain, ada banjir dukungan yang menyatakan jika UU KPK sudah tak sesuai zaman. Ada banyak aturan yang dinilai berbenturan dengan instansi lain. Sehingga pelaksanaanya kurang optimal.
Pemberlakuan Revisi UU KPK ini dimaksudkan agar lembaga antirasuah ini makin kuat. Implikasinya dalam pemberantasan korupsi di negeri tercinta, Indonesia. Yang tengah ramai ialah berkenaan dengan Badan Pengawas. Pembentukan badan ini dinilai tak berfungsi optimal. Namun di sisi lain, badan pengawas akan mampu meningkatkan kinerja KPK. Mengingat penyerahan pengawasan hanya kepada publik, selama ini dinilai tak bisa dipertanggungjawabkan.
Berita terbaru, Jokowi menyampaikan ketidaksetujuannya terhadap beberapa substansi RUU KPK. Yang mana RUU dari inisiatif DPR ini agaknya dinilai akan mengurangi efektivitas kinerja KPK. Ia juga menegaskan jika KPK, haruslah tetap menjadi lembaga yang kokoh, kuat serta didukung dengan instrumen terkait di dalam tugas maupun penindakannya. Berdasarkan fakta ini membuktikan bahwa Presiden turut berupaya memperkuat usaha pemberantasan korupsi oleh lembaga antirasuah tersebut.
Berkenaan dengan Revisi UU KPK ini, Jokowi menyebutkan 4 poin yang ia tolak. Antara lain; ketidaksetujuannya terhadap keputusan KPK harus meminta izin ekternal guna penyadapan, Jokowi tak setuju jika penyidik KPK hanya dari pihak Kepolisian dan Kejaksaan, Jokowi juga tak setuju jika KPK wajib berkoordinasi dengan Kejagung perihal penuntutan, yang terakhir ketidaksetujuannya akan pengelolaan LKHPN yang dialihkan. Mengingat LKHPN tetap harus diurus oleh KPK sendiri.
Pada poin pertama, Jokowi menambahkan bahwa KPK cukup mendapatkan izin internal dari Dewan Pengawas guna menjaga kerahasiaan. Poin kedua, menurutnya penyelidik dan penyidik tak hanya berasal dari KPK saja, namun juga ada dari unsur ASN. Yang diangkat dari pegawai KPK maupun instansi kepemerintahan lainnya. Namun, tetap harus melalui prosedur rekrutmen yang benar.
Untuk poin ketiga, Jokowi menyatakan jika sistem penuntutan yang telah berjalan sampai saat ini sudah dinilai baik, sehingga tak perlu untuk diubah lagi. Poin terakhir yang berkenaan dengan LKHPN, Jokowi menegaskan jika pengelolaan LKHPN ini tidak seharusnya dilimpahkan serta diurus oleh kementerian maupun lembaga lainnya. Ia meminta LKHPN ini tetap diurus KPK sebagaimana telah berjalan selam ini.
Sementara itu , Jokowi menegaskan jika UU nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK telah berusia 17 tahun. Maka dari itu perlu adanya penyempurnaan secara terbatas sehingga pemberantasan kasus korupsi akan semakin efektif. Jokowi juga mengimbau agar KPK dijaga keberadaannya sehingga kewenangannya lebih kuat dibanding lembaga lain perihal rasuah. Jokowi juga mengikuti serta mempelajari seluruh masukan yang diberikan masyarakat, dosen, pegiat antikorupsi, serta tokoh mahasiswa. Yang mana telah menemuinya terkait usulan DPR guna merevisi UU KPK ini.
Ia turut menerangkan, ketika terdapat inisiatif dari pihak DPR untuk mengajukan RUU KPK, maka pemerintah bertugas merespon, kemudian menyiapkan Daftar Isian Masalah serta menugaskan menteri untuk mewakili Presiden, dalam pembahasan dengan pihak DPR. Jokowi mengemukakan jika dirinya telah memberikan arahan kepada Menteri Hukum Dan HAM serta Menteri PANRB, berkaitan dengan penyampaian sikap dan pandangan pemerintah yang berkenaan dengan substansi-substansi yang akan direvisi UU KPK, berdasarkan inisiatif DPR tersebut.
Utamanya ialah, KPK sebagai lembaga antirasuah yang berwenang harus tetap memegang peran sentral dalam proses pemberantasan korupsi ini. Oleh karena itu, KPK haruslah didukung oleh kewenangan serta kekuatan yang memadai. Implikasinya ialah KPK harus lebih kuat dibanding lembaga lain dalam permasalahan korupsi.
Terlepas dari banyaknya polemik dan juga pro kontra terkait revisi UU KPK ini, mari kita serahkan sepenuhnya kewenangan kepada pemerintah dan DPR guna mengoptimalkan peranannya dalam membangun negeri. Bukan berarti mengamini segala yang terjadi, namun tetap menunggu keputusan serta memantau hasil terbaik guna kepentingan bersama. Kaitannya dengan pemberantasan korupsi yang dinilai sebagai akar semua masalah di dalam negeri.
)* Penulis adalah pengamat sosial politik