Presiden Jokowi Penuhi Aspirasi Tokoh Papua
Oleh : Rebecca Marian )*
61 Tokoh Papua dan Papua Barat bertandang ke Istana Negara untuk bertemu dengan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo pada 10 September 2019. Adapun ke – 61 tokoh tersebut terdiri dari tokoh adat, agama, kepala suku, aktifis hingga akademisi. Pertemuan ini adalah upaya konkret Pemerintah dalam menyerap apirasi masyarakat dan mewujudkan perdamaian pasca kerusuhan di Papua.
Tiba pada pukul 11.00 di Istana Negara, Jokowi langsung menyalami para tokoh dari Papua dan Papua Barat satu per satu.
Puluhan tokoh yang datang tersebut kompak mengenakan topi rumbai. Begitu juga para menteri yang mendampingi Jokowi. Sementara itu Mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut mengenakan kemeja putih.
Dalam pertemuan tersebut, Presiden Jokowi juga didampingi oleh Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan HAM Wiranto, Kepala Badan Intelijen Negara Budi Gunawan, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, dan Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi. Selain itu turut hadir pula staf khusus Presiden untuk Papua Lenis Kogoya.
Kehadiran para menteri dalam pertemuan tersebut tentu menjadi bukti bahwa pemerintah siap bersinergi dalam menangani permasalahan yang ada di Papua.
Acara tersebut dibuka oleh Kepala Badan Intelijen Nasional Budi Gunawan. Dalam sambutannya Ia berharap agar melalui pertemuan ini para tokoh Papua dan Papua Barat dapat menyampaikan aspirasinya langsung kepada Jokowi untuk memajukan dan mewujudkan kesejahteraan di Tanah Papua.
Kemudian, Budi Gunawan mempersilakan salah satu tokoh Papua bernama Abisai Rolio untuk menyampaikan aspirasinya. Presiden Jokowi terlihat serius mendengarkan aspirasi dari tokoh Papua tersebut.
Abisai Rolio pun meminta beberapa hal kepada Jokowi. Mulai dari meminta untuk pemekaran di 5 Provinsi di Papua dan Papua barat hingga membangun istana kepresidenan di Bumi Cenderawasih. Kemudian mereka juga meminta adanya penempatan pejabat eselon 1 dan eselon 2 di kementrian dan TPMK.
Mereka juga mengatakan agar pemerintah membentuk asrama nusantara di seluruh kota, dan menjamin Mahasiswa di Papua.
Tidak hanya itu, mereka juga mengusulkan agar pemerintah dapat merevisi Undang – Undang Konsus dalam prolegnas di 2020. Lalu mereka meminta agar pemerintah menerbitkan inpres untuk pengangkatan ASN di tanah Papua.
Terakhir mereka juga meminta agar Jokowi dapat membangun istana di Papua. Tidak hanya di Kalimantan, masyarakat Papua meminta Jokowi berkantor di sana.
Dari permintaan tersebut Jokowi mengatakan akan berniat mengabulkan permintaan yang diajukan oleh tokoh Papua tersebut, salah satunya adalah membangun istana Presiden di Pulau tersebut. Mantan walikota Surakarta tersebut mengatakan, mulai tahun depan Istana kepresidenan di Papua akan dibangun.
Abisai pun mengatakan bahwa ia menyumbangkan tanahnya seluas 10 Hektare agar Jokowi bisa membangun istana Presiden dan dapat dibangun dalam 5 tahun ini.
Pemberian tersebut tentu merupakan bentuk rasa cinta tanah air yang patut diapresiasi. Menurut Jokowi, adanya pemberian tanah tersebut bisa membantu dia untuk segera memulai pembangunan Istana Presiden, sebab masalah tanah adalah masalah yang berat.
Meski demikian, Jokowi mengatakan bahwa pihaknya setuju dengan usulan pemekaran tersebut, hanya saja ia tak langsung menuruti pemekaran 5 provinsi. Kemungkinan pemerintah akan mengabulkan pemekaran 2 atau 3 provinsi terlebih dahulu.
Selain itu, Jokowi juga menyetujui pembangunan Asrama Nusantara di seluruh kota studi dan bersedia menjamin keamanan Mahasiswa Papua. Ia pun berjanji akan menyelesaikan permohonan terkait Palapa Ring di akhir tahun ini, sehingga warga Papua bisa menikmati komunikasi seperti di Pulau Jawa.
Terkait pembentukan lembaga adat untuk perempuan dan anak perempuan Papua. Jokowi menuturkan bahwa hal tersebut bisa memberikan akselerasi perlindungan anak perempuan.
Dalam awal perjumpaan tersebut, Jokowi sempat mengawali sambutannya dengan menunjukkan bahwa dirinya telah 12 kali ke Papua dalam 5 tahun terakhir. Tentu saja kedatangan Presiden Jokowi ke Papua merupakan salah satu prinsip “blusukan” yang sering ia lakukan sejak dirinya masih menjadi Walikota Surakarta.
Pertemuan tersebut setidaknya menunjukkan kepada para elit politik bahwa pemerintah Jokowi perlu mendapatkan dukungan untuk menyelesaikan permasalahan dan tetap melakukan pembangunan di Papua.
Pendekatan dialog ini tentu dirasa perlu agar Pemerintah semakin memahami akan apa saja yang sebenarnya diharapkan oleh masyarakat Papua secara umum. Dengan adanya dialog tersebut maka kemungkinan terjadinya kericuhan dapat diredam.
)* Penulis adalah mahasiswi Papua, tinggal di Jakarta