Presiden Jokowi Perlu Waspadai Jebakan Penerbitan Perppu KPK
Oleh : Dede Sulaiman )*
Revisi UU KPK masuk dalam babak baru seiring adanya tuntutan masyarakat agar Presiden Jokowi menerbitkan Perppu KPK. Wacana penerbitan Perppu KPK dinilai mengada-ada karena saat ini tidak ada situasi yang mendesak. Selain itu, penerbitan Perppu KPK juga tidak akan menyelesaikan masalah.
Anggota Dewan Syuro PKB Maman Imanulhaq menyatakan, bahwa pihaknya menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – Undang (Perpu) dikeluarkan Presiden Jokowi terhadap Undang Undang KPK yang baru disahkan. Hal tersebut dikarenakan, PKB menilai KPK memang perlu ada perubahan yaitu terkait pengawasan.
Menurut Maman ada jalur konstitusi yang lebih rasional dan menghormati sistem bagi yang tidak setuju UU KPK. Maman menilai, justru keluarnya Perpu dapat menjadi preseden yang buruk.
Dia menyarankan, UU KPK diuji di Mahkamah Konstitusi. Pihaknya juga berharap agar masukan dari rekan – rekan aktifis maupun sesepuh bisa menjagi bagian penting untuk menjadi pertimbangan.
Maman menuturkan, Perppu bisa menjadi preseden buruk karena bisa membatalkan begitu saja UU KPK yang sudah dbahas berbulan – bulan lamanya oleh DPR. Pun tak ada jaminan juga DPR akan menyetujui Perppu dari Presiden Jokowi.
Sementara itu Pakar Hukum Tata Negara Margarito mengatakan, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pernah mengalami hal serupa seperti yang dirasakan Jokowi saat ini tentang polemik UU KPK. SBY saat itu mengeluarkan Perppu No 1 Tahun 2014 untuk membatalkan UU Pilkada karena mendapat desakan. Perppu ini terkait dengan mekanisme pelaksanaan pilkada yang sebelumnya telah disahkan DPR melalui UU Pilkada pada 26 September 2014.
Hal tersebut membuktikan bahwa dalam tata negara kita terdapat situasi yang dianggap genting yang dapat dijadikan dasar keluarnya Perppu, dalam beberapa kasus tidak cukup valid. Kita tentu tahu UU Pilkada lalu ada aksi massa dimana – mana dan dengan itulah menjadi dasar oleh SBY dalam menerbitkan Perppu. Lantas apakah setelah penerbitan tersebut Pilkada bertambah buruk?
Margarito mengatakan agar Jokowi berhati – hati dalam mengenali syarat konstitusi guna menerbitkan Perppu. Jokowi bisa saja mengambil keputusan karena desakan, dan alasan mengeluarkan Perppu harus masuk akal secara konsep dan filosofi.
Tentu kita perlu bertanya kepada orang – orang yang menghendaki demokrasi, apakah demokrasi itu menghalalkan absolutisme, menghalalkan ketertutupan, menghalalkan kerahasiaan. Tidakkah seluruh gagasan UU KPK yang diubah itu adalah untuk memastikan adanya akuntabilitas, transparansi, dan itu adalah esensi demokrasi bernegara.
Margarito sadar akan adanya aspiras maupun gagasan dari berbagai kalanangan agar Presiden Jokowi mengeluarkan Perppu. Namun, Margarito juga mengingatkan bahwa UU KPK sudah disahkan oleh DPR dan pemerintah. Selain itu, ada juga pihak – pihak yang menginginkan UU KPK diterapkan demi transparansi dan akuntabilitas.
Tahukah anda kenapa sosok Hitler menjadi otoriter?, otoriternya Adolf Hitler karena adanya desakan publik. Jokowi tentu harus tahu bahwa jumlah orang yang memilih diam itu tetap ada.
Di samping itu, Margarito menganggap bahwa pemberantasan korupsi saat ini bukan karena lemahnya lembaga penegakkan hukum dan aturan tentang pemberantasan korupsi. Menurutnya, ada mesin produksi korupsi yakti pemilu langsung yang mendorong banyak pihak melakukan gerakan yang cenderung korup.
Di sisi lain, Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh mengatakan bahwa Jokowi belum terpikirkan untuk menerbitkan Perppu KPK. Menurut Surya, lebih baik revsi UU KPK dibawa ke Mahkamah Konstitusi.
Dirinya menyayangkan desakan masyarakat dan mahasiswa yang meminta Jokowi agar segera mengeluarkan Perppu KPK. Menurutnya, permintaan tersebut justru bermuatan politis. Jika salah langkah, Jokowi bisa dimakzulkan dari kursi presiden.
Perppu bisa diterbitkan apabila terdapat kegentingan yang memaksa. Definisi keadaan memaksa tersebut adalah ketiadaan UU untuk menyelesaikan masalah hukum yang dibutuhkan dalam waktu cepat.
Syarief Hasan yang merupakan Wakil Ketua Umum Partai Demokrat menilai, belum ada urgensi Presiden Jokowi dalam menerbitkan Perppu terhadap UU KPK. Partai Demokrat tetap berpandangan revsi UU KPK lalu untuk memperkuat lembaga antirasuah tersebut.
Pihaknya juga membandingkan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat mengeluarkan Perppu Pilkada. Saat SBY menjadi Presiden saat itu, Partai Demokrat sudah tidak setuju sejak pembahasan terhadap UU Pilkada yang di-Perppukan.
Kita tentu tak perlu terlalu heboh memaksa Presiden untuk mengeluarkan Perppu, setiap undang – undang yang baru saja disahkan, tentu akan ditinjau kembali setelah beberapa bulan, apakah peraturan tersebut efektif atau tidak, sehingga Perppu tak perlu diterbitkan oleh Presiden.
)* Penulis adalah pengamat sosial politik