Presidensi G20 Ciptakan 33 Ribu Lapangan Pekerjaan
Oleh : Sentiaji Prabowo )*
Presidensi G20 diyakini dapat menciptakan 33 ribu lapangan pekerjaan. Dengan adanya pembukaan lapangan kerja baru tersebut, maka Sumber Daya Produktif di Indonesia diharapkan dapat terserap secara maksimal.
Indonesia akan menjadi tuan rumah pelaksanaan Presidensi G20 pada tahun depan. Banyak dampak positif yang akan didapatkan dari pelaksanaan acara internasional ini.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan, salah satunya adalah terciptanya puluhan ribu lapangan kerja. Sebab, dalam acara tersebut akan dilakukan banyak pertemuan di berbagai daerah di Indonesia.
Setidaknya dalam penyelenggaraan ini akan dilaksanakan 150 pertemuan di 19 kota. Di mana dalam gelaran tersebut akan dihadiri oleh 18 ribu lebih delegasi dari seluruh negara di dunia.
Oleh karenanya, selain menciptakan lapangan kerja, Indonesia juga bisa meningkatkan konsumsi domestik hingga Rp 1,7 triliun. Sehingga hal ini bisa membantu meningkatkan PDB nasional hingga Rp 7,4 triliun.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan pada Presidensi G20 nanti ada tiga pilar utama yang akan menjadi pembahasan. Pilar pertama adalah mempromosikan ekonomi global yang produktif dan seimbang termasuk terkait akses terhadap vaksin serta penerapan transformasi digital khususnya bagi UMKM.
Pilar Kedua, meningkatkan stabilitas sistem keuangan dan moneter yang lebih besar dan kuat lagi sehingga memiliki kesiapan adalam menghadapi pandemi lainnya. Ini menjadi topik paling penting untuk mengatasi risiko volatilas modal yang berlebihan bagi Indonesia.
Pilar ketiga, membahas bagaimana memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan dan inklusif. Ini penting untuk meningkatkan kinerja perekonomian dunia.
Sri Mulyani menegaskan bahwa pihaknya percaya Indonesia dapat mencapai pertumbuhan berkelanjutan dengan mempromosikan keuangan berkelanjutan dan menilai dampak lingkungan terhadap akses keuangan sambil mempromosikan inklusi keuangan.
Sri Mulyani akan menggawangi agenda-agenda prioritas jalur keuangan (finance track) dengan memfokuskan pada penanganan isu-isu global terkini.
Dalam paparannya, Ia menegaskan bahwa exit policy menjadi hal yang penting dan akan sangat dibicarakan. Exit Policy akan mengurangi intervensi kebijakan makro yang luar biasa dan pasti tidak sustainable secara bertahap dan berkoordinasi, sehingga pertumbuhan ekonomi di masing-masing negara dan pertumbuhan ekonomi global akan bisa terus berlanjut atau sustainable.
Menkeu menegaskan, G20 akan menjadi forumyang sangat penting bagi semua pembuat kebijakan untuk dapat mendiskusikan dan merancang bagaimana mempertahankan proses pemulihan ekonomi. Selain itu, mengatasi tantangan baru yang muncul seperti inflasi harga komoditas yang tinggi, serta gangguan pasokan.
Dia menilai G20 juga memainkan peran yang sangat penting ketika membahas tentang pandemi Covid-19, terutama terkait dengan terlalu banyaknya negara berpenghasilan rendah. Sebab, saat ini banyak negara berpenghasilan rendah yang menderita akibat pandemi.
Salah satu penderitaan yang sulit dibendung adalah meningkatnya angka PHK serta meningkatnya jumlah pencari kerja.
Memasuki masa normal baru pasca pandemi Covid-19, Organisasi Buruh Internasional (ILO) menegaskan pentingnya penciptaan lapangan kerja untuk merespons peningkatan jumlah pengangguran.
Menurut Manajer Program Pengembangan Keterampilan ILO Jakarta Tauvik Muhammad, Covid-19 akan menambah pengangguran di Indonesia yang bahkan sebelum pandemi angkanya 20,4% atau sudah cukup tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata global.
Tantangan dalam penciptaan lapangan pekerjaan pada masa normal baru yakni menyeimbangkan kebijakan di sektor kesehatan, ekonomi dan sosial yang baru dapat dilakukan apabila Indonesia telah berhasil melandaikan kurva penyebaran virus corona.
Tauvik juga menuturkan bahwa penciptaan lapangan kerja merupakan suatu keharusan untuk mengakomodasi bonus demografi Indonesia yang diperkirakan terjadi pada tahun 2030, saat jumlah penduduk usia produktif lebih banyak dibandingkan penduduk lansia atau usia sekolah.
Tentu saja bonus demografi ini harus bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, jika tidak justru bisa menjadi bencana demografi yang berpotensi memicu konflik sosial.
Tentu saja kita berharap agar forum G20 yang akan diselenggarakan tahun depan tidak hanya soal komunitas, tetapi juga aksi dan kebijakan yang dapat membangun kepercayaan bagi dunia.
Dengan tema “recover toghether, recover stronger” kita berharap agar tema tersebut tidak hanya sekadar jargon, tetapi juga tanggung jawab bersama untuk direalisasikan. Sehingga gelaran ini akan mampu melahirkan buah pikir yang bermanfaat bagi Indonesia khususnya di bidang pengadaan lapangan pekerjaan.
)* Penulis adalah kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia (LSISI)