Radikalisme Adalah Musuh Bersama
Oleh: Andrean Hidayat )*
Komitmen dan Konsistensi Pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin dalam memberantas radikalisme tidak perlu diragukan lagi. Belakangan terbaru, Presiden Jokowi tegas menolak kepulangan teroris ISIS Eks WNI kembali ke tanah air. Keseriusan mewujudkan Indonesia yang aman, damai, dan penuh toleransi tersebut selayaknya juga didukung penuh oleh segenap rakyat Indonesia agar stabilitas keamanan nasional tetap terjaga.
Menurut Mahfud MD, kelompok radikal tidak mengacu pada golongan tertentu. Ia
juga meminta agar pemikiran bahwa orang yang radikal merupakan dari kelompok
agama tertentu diubah.
Mahfud menegaskan, bahwasanya radikalisme itu satu paham yang ingin mengganti
dasar dan ideologi negara dengan cara melawan aturan, kemudian merusak cara
berpikir generasi baru. Baik orang Islam atau bikan orang Islam, kalau
melakukan aksi teror tentu bisa disebut radikal.
Aksi terorisme semakin hari terus mengalami peningkatan. Kelompok radikal ini
bahkan di masa sekarang sudah berani melibatkan perempuan dan anak-anak dalam
menjalankan teror. Tak hanya itu, sasarannya bahkan sudah sampai pejabat
negara. Tentu kita masih ingat mantan Menko Polhukam Wiranto yang ditusuk oleh
Abu Rara yang merupakan anggota dari kelompok JAD.
Tentu sebuah keharusan apabila pemerintah saat ini melakukan screening kepada
para ASN agar tidak terpapar oleh paham radikal. Hal tersebut bertujuan karena
negara harus melindungi hak-hak publik dalam berbagai hal.
Sementara itu, Menteri Agama Fachrul Razi memiliki cara untuk mengatasi paham
radikalisme. Untuk mengatasi masalah tersebut, pihak Kementerian Agama akan
menyisir masjid-masjid dan memberi peringatan kepada pengurus masjid.
Fachrul juga menyatakan, akan tegas menindak para aparatur sipil negara,
pegawai BUMN, atau pegawai di lingkungan pemerintah lainnya yang terjangkit
paham radikal.
Hal tersebut disampaikan Fachrul menyusul adanya data dari Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme atau BNPT pada 2018, yang menyebutkan bahwa 41 masjid
di lingkungan kementerian dan BUMN terpapar paham radikalisme.
Ia juga mengatakan, apabila ada tentara yang memiliki paham radikal bisa
langsung dipecat. Ketegasan itu tentu saja menunjukkan keseriusan pemerintah
dalam menanggulangi ancaman radikalisme yang semakin gawat.
Meski demikian, Fachrul tetap akan melakukan pendekatanyang berbeda terhadap
masyarakat umum. Tidak langsung ditindak, karena masyarakat umum tentu perlu
mendapatkan imbauan dan pencerahan terlebih dahulu.
Media sosial juga telah menjadi satu faktor yang mengubah perilaku sikap
keagamaan. Masyarakat dunia saat ini telah terintegrasi secara global. Apa yang
menjadi isu di Eropa dan Amerika misalnya, bisa dengan mudah terjadi di
Indonesia. Diantara berbagai perubahan tersebut, isu radikalisme adalah sesuatu
yang harus diwaspadai.
Tentu saja untuk menanggulangi radikalisme, pemerintah memerlukan upaya yang
sistematis, terstruktur dan masif dalam menghadapi radikalisme. Tidak bisa jika
hanya melakukan kegiatan-kegiatan yang sporadis.
Dirjen Pendidikan Islam saat ini telah membuat edaran kepada rektor-rektor
perguruan tinggi untuk membuat pusat kajian yang bertujuan untuk melakukan
upaya moderasi dalam beragama. Iklim keagamaan yang toleran, moderat, damai dan
inklusif haruslah dikembangkan terutama untuk memahami keberagaman.
Salah satu yang harus segera dibenahi adalah pengajaran agama di
sekolah-sekolah dasar dan menengah. Saat ini, Dirjen Pendidikan Islam Kamarudin
tengah menyelesaikan penulisan kembali buku pelajaran agama di sekolah dasar dari
kelas satu sampai kelas enam. Jika tidak ada halangan dalam tahun ini penulisan
kembali pelajaran agama akan selesai. Buku tersebut juga memuat program-program
moderasi beragama dan tentu saja kontra-radikalisme.
Program-Program yang mengajarkan tentang nasionalisme dan cinta tanah air tentu harus berkembang menjadi kampanye yang inklusif dan demokratis. Pendidikan-pendidikan seperti ini lah yang diharapkan mampu menepis paham radikal di lembaga pendidikan.
Saat ini di Indonesia sebenarnya telah memiliki infrastruktur keagamaan atau
tradisi keberagaman yang sangat kuat dalam menangkal radikalisme, sebagai
contoh Indonesia memiliki NU dan Muhammadiyah yang sudah lama menjadi
organisasi masyarakat yang berperan besar mengembangkan semangat keagamaan yang
moderat.
Tentu saja upaya deradikalisasi ini tidak hanya dilakukan oleh kementerian dan
lembaga terkait, tetapi utamanya harus didukung semua aparat hingga pemerintah
daerah.
*Penulis Merupakan Pegiat Nusa Pers