Reuni 212 : Agenda Politik Sarat Polemik
Oleh : Ihsan Umar)*
Sadar atau tidak, aksi Reuni 212 yang rencananya hendak digelar 2 Desember 2018 telah menjadikan polemik di dunia politik Indonesia. Pasalnya, pro dan kontra terhadap acara reuni 212 ini terus saja bertambah dengan menyeret beberapa pendapat dari berbagai kalangan.
Benar kata Ray Rangkuti sebagai pemimpin LIMA (Direktur Lingkar Madani) yang di kutip oleh CNN Indonesia bahwa reuni aksi ini sudah tidak ada hubungannya lagi dengan kepentingan agama. Mengapa? Sebab menilik kronologis dan alasannya, aksi ini diitujukan untuk gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahya Purnama yang kala itu dituduh melakukan penistaan agama. Ahok sudah dihukum, aksi dianggap sukses memperkarakan kasus gubernur tersebut. Berati aksi dianggap sudah selesai dan bubar. Mengapa harus digelar lagi? Apalagi tujuannya jika bukan untuk kepentingan politik?
Ray juga mengatakan acara ini bakal mengkapitalisasi agama untuk kepentingan politik. Jadi, menurutnya sah – sah saja acara reuni ini diagendakan kembali tapi bukan untuk berdemo turun ke jalan. Acara ini cukup ada tanpa membawa alasan bela agama di dalamnya. Karena ini murni untuk kepentingan politik.
Ternyata pendapat Ray ini juga mendapat dukungan dari berbagai pihak. Mereka sependapat dengan Ray bahwa acara 212 yang syarat akan polemik ini hanya berkepentingan politik saja.
Apalagi, pihak polisi mengaku belum menerima pemberitahuan dari pihak gerakan 212 ini. Jadi, kemungkinannya masih belum matang apakah aksi ini akan kembali sukses di gelar atau bahkan tidak jadi di gelar karena beberapa pihak terkait tidak mengizinkan. Tentunya, pihak terkait ini memiliki alasan untuk tidak meloloskan izin terhadap reuni ini.
Apa alasannya pihak polisi tidak mengizinkan acara ini?
Kemungkinan alasannya adalah menilik masalalu 212 yang perah digelar. Orasi ini banyak sekali menimbulkan kerusuhan dan tidak mematuhi aturan demo. Tentang izin polisi ini memang belum tahu hasilnya, memperbolehkan atau tidak. Toh pihak 212 belum menemui polisi untuk meminta izin.
Lain dengan Ray si pemimpin LIMA ini, gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan justru memberi izin aksi 212 ini di gelar di Monas. Namun, ia juga mengatakan tetap harus izin keramaian kepada polisi. Karena yang berwenang dalam izin ini adalah polisi.
Begitu mendengar kabar tersebut, juru bicara Persaudaraan Alumni Novel Bamukmin mengatakan bahwa pihaknya sudah mendapat izin dari Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Bahkan, juru bicara PA 212 ini melontarkan pernyataan akan tetap menggelar reuni ini. Dapat izin atau tidak aksi ini akan tetap digelar karena Anies sudah menyetujuinya. Katanya lagi, PA 212 setiap tahunnya mendapat hambatan. Jadi pihaknya meminta agar polisi tidak mempersulit izin untuk acaranya pada Desember mendatang.
Novel juga menuturkan, jika polisi mempersulit justru akan mendatangkan daya tarik peserta 212 dari luar daerah. Jadi, pada intinya aksi ini akan tetap akan dilaksanakan oleh pihak 212. Tak peduli pro – kontra yang terjadi terus memperkuat polemik yang telah ada.
Itulah beberapa fakta dan realita mengenai polemik 212 ini. untuk masyarakat luas diminta cerdas dalam menanggapi polemik ini. Jadikan yang hak tetap hak dan yang bathil segera berakhir. Masalah yang menjadi sorotan publik ini juga harus disikapi dengan tegas. Tidak boleh memberatkan satu pihak saja atau menguntungkan satu pihak saja.
Jika sudah jelas kepentingannya hanya untuk berkampanye dan berpolitik maka aksi ini dinilai tidak perlu lagi membawa nama agama untuk menyelimuti kedoknya. Biarlah berpolitik menggunakan cara politik, tidak mengatas namakan siapapun untuk meraih simpatik dan kemenangan pada Pilpres mendatang.
Ditambah lagi, dampak yang kurang baik dari aksi ini sudah dirasakan masyarakat. Mulai dari masalah lingkungan, kemacetan hingga seteru pedagang yang menjajakan dagangannya di area demo. Jika suatu kegiatan sudah menciptakan banyak ketidaknyamanan untuk apa masih dilanjutkan. Karena perlu ditegaskan kembali 212 sudah bubar dengan ditangkapnya terduga kasus penistaan agama Basuki Tjahya Purnama.
Sejak ditangkapnya mantan gubernur Basuki Tjahya Purnama ini berarti aksi dan demo sudah bubar karena sudah mencapai tujuannya yaitu memperkarakan pelaku penista agama sampai ke jeruji besi. Lantas untuk apa lagi aksi kembali digelar jika tujuannya sudah tercapai. Jika alasannya reuni, maka mereka bisa mengubah konsep acaranya yaitu makan bersama atau sekedar duduk bersama menjalin silaturahmi. Oleh sebab itu, diharapkan kepada masyarakat untuk bijak dalam menyikapi isu ini, dan tidak mudah terprovokasi oleh ajakan orang lain untuk turun ke jalan.
)* Penulis adalah pengamat sosial politik