Reuni 212 : Aksi Massa Minim Faedah
Oleh : Deka Ramadhan )*
Persaudaraan Alumni (PA) 212 berencana kembali melakukan Reuni 212. Kegiatan tersebut dianggap minim faedah karena hanya ajang kumpul-kumpul biasa yang justru dapat menggangu Kamtibmas, merusak taman, hingga menambah banyak sampah di kawasan Ibu Kota. Selain itu, Reuni 212 juga rentan disusupi penumpang gelap untuk memprovokasi massa. Jika ingin melakukan doa bersama, hal tersebut dapat dilaksanakan di wilayah masing-masing tanpa harus ke Jakarta.
Gerakan 212 yang dihadiri oleh puluhan ribu massa tersebut nyatanya mampu menjebloskan Ahok ke dalam penjara. Dalam gelaran tersebut kita juga telah melihat banyaknya spanduk dan poster yang mendukung ke-khalifahan, bahkan bendera HTI yang sudah dilarangpun berkibar dimana-mana.
Tahun lalu, bertempat di balai kota DKI Jakarta, Gubernur Anies Baswedan dituntut untuk mencabut izin penggunaan Lapangan Monas untuk aksi reuni 212.
Sekelompok Massa yang menamakan dirinya Gerakan Jangan ganggu indonesiaku, mereka menunggu Anies untuk menemui mereka di depan Balai Kota DKI, Jakarta Pusat.
Salah satu orator, Boedi Jarot menyatakan alasannya, bahwa mereka meminta Anies untuk mencabut izin penggunaan Monas untuk Reuni 212. Menurut mereka acara tersebut sangatlah rawan untuk disusupi kepentingan politik.
Para pengunjuk rasa saat itu juga berusaha merangsek masuk ke dalam kantor Balai Kota yang dijaga ketat aparat kepolisian. Dengan membawa bendera merah putih, massa kemudian berdiri di depan pintu gerbang kantor balai kota.
Aksi reuni yang akan diwarnai dengan jutaan bendera bertuliskan tauhid pun menuai kritik oleh para peserta aksi masa tersebut. Mereka menolak bendera tauhid berkibar di Indonesia.
Mereka mengatakan bahwa bendera kita merah putih, bukan hitam, tidak ada bendera tauhid, karena tauhid itu adanya di dalam hati, bukan di bendera.
Boedi juga menyayangkan atas sikap Gubernur Anies Baswedan yang justru memberikan izin untuk menggelar reuni 212.
Sementara itu, Ketua Panitia Reuni 212 Awit Mashuri mengatakan bahwa pihaknya sedang mengupayakan pemulangan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab ke Indonesia, supaya bisa menghadiri reuni akbar alumni 212 di Lapangan Monas pada 2 Desember 2019.
Mereka masih menduga bahwa Habib Rizieq belum bisa kembali ke Tanah Air karena diduga adanya permintaan pencekalan dari Pemerintah Indonesia kepada pemerintah Arab Saudi.
Awit yang merupakan Kepala Bidang Penegakkan Khilafah DPP FPI tersebut menjelaskan, salah satu upaya untuk memulangkan Habib Rizieq ke Indonesia adalah dengan membujuk pemerintah Arab Saudi.
Habib Rizieq merupakan tokoh FPI yang menempati jabatan penting di dalam agenda-agenda penegakkan khilafah di Indonesia.
Tentu patut kita waspadai, dengan adanya kepulangan Habib Rizieq di Indonesia, maka hal tersebut bisa saja menjadi propaganda agar Indonesia menjadi negara Khilafah.
Pada kesempatan sebelumnya, Ma’ruf Amin sempat menjelaskan alasan penolakan Khilafah di Indonesia. Menurutnya, Indonesia berdiri dari kesepakatan-kesepakatan antarumat untuk menjadi negara berdasarkan kesatuan. Artinya jika Indonesia berubah ideologinya menjadi khilafah, maka sama saja dengan menyalahi kesepakatan.
Menteri Agama Fachrul Razi juga telah menegaskan, bahwa dirinya tidak akan memberikan rekomendasi perpanjangan izin Front Pembela Islam (FPI) apabila masih mencantumkan khilafah dalam Anggaran Dasar / Anggaran Rumah Tangga (AD/ART)-nya.
Hal tersebut juga berlaku bagi organisasi kemasyarakatan lainnya. Diketahui, Surat Keterangan Terdaftar (SKT) FPI di Kemendagri telah habis sejak 20 Juni.
Pada Kesempatan Berbeda, cendekiawan Muslim Alwi Shihab mengungkapkan sejumlah elite politik dalam gerakan reuni 212 saat itu berusaha menggerakkan masyarakat ekonomi kelas menengah dan bawah untuk berupaya menggulingkan pemerintah dengan cara-cara serupa yang digunakan organisasi seperti Hizbut Tahrir di Suriah.
Salah satu strategi yang digunakan adalah, menggandeng para pemimpin agama, termasuk para habib, hal tersebut bertujuan untuk meyakinkan masyarakat bahwa gerakan tersebut berdasarkan pada ajaran dan nilai-nilai Islam.
Apabila perhelatan Reuni 212 Desember nanti digunakan untuk memprovokasi atau menyudutkan pemerintah, maka itu artinya mereka sedang melakukan sesuatu yang sia-sia, kalaupun mereka memiliki agenda politis, kenyataannya junjungan mereka juga gagal mendapatkan kursi kepresidenan, malah sekarang bergabung dengan kabinet yang dipimpin oleh mantan lawan politisnya.
Kita sudah sama-sama mengetahui siapa yang ada dibalik Reuni 212, dibalik gerakan tersebut, mereka menyuarakan khilafah di Indonesia yang dapat melukai demokrasi yang telah kita rawat, tentu jangan sampai ideologi khilafah akan menggeser Pancasila dari NKRI.
)* Penulis adalah pengamat sosial politik